Intip Prospek Bisnis Perunggasan di Masa Pandemi

Sektor perunggasan (poultry) pada tahun ini masih prospektif seiring tetap tingginya permintaan daging ayam meski di masa pandemi.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jan 2021, 19:30 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2021, 19:30 WIB
Peternak di Depok Ungkap Penyebab Tingginya Harga Telur Ayam
Pekerja mengumpulkan telur dari peternakan ayam di kawasan Depok, Jawa Barat, Senin (23/7). Tingginya harga telur ayam di pasaran karena tingginya permintaan saat lebaran lalu yang berimbas belum stabilnya produksi telur. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Analis pasar modal sekaligus Kepala Riset Praus Kapital Alfred Nainggolan menilai sektor perunggasan (poultry) pada tahun ini masih prospektif seiring tetap tingginya permintaan daging ayam meski di masa pandemi.

Menurut Alfred, kebutuhan daging ayam dan semua yang terkait di sektor unggas masih cukup kuat. Bahkan, pertumbuhan pendapatan emiten di sektor unggas pada tahun ini juga masih mencatatkan penguatan.

Hanya saja yang menjadi masalah pada laba bersih yang terpantau turun cukup signifikan dikarenakan depresiasi nilai tukar rupiah. Sebab, penyediaan bahan baku pakan ternak berasal dari impor sehingga menggerus perolehan laba bersih.

"Kita lihat ekonomi juga cukup bagus ke depannya dan bila faktor kurs rupiah tidak jadi masalah lagi, maka akan mendorong signifikan untuk pemulihan bottom line sektor poultry," ujar Alfred dikutip dari Antara, Kamis (14/1/2021).

Alfred memproyeksikan permintaan di sektor unggas masih cukup bagus ke depannya. Seiring dengan pemulihan ekonomi pada 2021, dari sisi pendapatan diyakini masih akan tumbuh.

Dengan begitu, ketika perusahaan atau emiten melakukan ekspansi di tengah kondisi permintaan yang masih cukup bagus, tentunya langkah penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) seperti yang sedang dilakukan oleh PT Widodo Makmur Unggas (WMU) akan menjadi hal yang strategis.

"Jadi ketika mereka bisa mendapatkan momentum itu dan mereka akan ekspansi di sektor yang masih cukup prospek ini, maka akan menjadi hal yang cukup bagus untuk mengeneralisasi pertumbuhannya ke depan," kata Alfred.

Alfred menambahkan pada tahun ini pemulihan ekonomi digadang-gadang akan berada di angka 4 persen dan pada 2022 bisa lebih tinggi lagi. Artinya, ketika perusahaan ekspansi berarti mereka mempersiapkan untuk kondisi pertumbuhan ekonomi yang bagus pada 2022 bahkan 2023.

"Jadi momentumnya sangat bagus sekali ketika mereka berhasil IPO karena tidak semua emiten bisa dapat dana segar," ujar Alfred.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekspansi

Peternak Ayam Potong
Pekerja memberi pakan ternak ayam potong yang sudah siap dijual di Kawasan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (22/09/2020). Harga ayam potong di sana dijual Rp 24 ribu per kilogram, di mana saat masa pandemi harganya mengalami naik turun di pasaran. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sementara itu, Direktur Keuangan PT Widodo Makmur Unggas Wahyu Andi Susilo, mengemukakan dana ekspansi yang diperoleh dari IPO untuk keperluan saat ini maupun ke depan, bisa menjadi tonggak untuk menarik pasar dengan jangkauan yang lebih luas lagi.

Sebagaimana diketahui, WMU menargetkan alokasi dana IPO sebesar 74,3 persen untuk ekspansi dengan menambah serta memperluas sarana produksi yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Sisa dana IPO sebesar 25,7 persen akan digunakan untuk modal kerja perseroan terutama untuk pembelian bahan baku pada feedmill dan pembelian ayam broiler komersial untuk rumah jagal. Wahyu meyakini, peningkatan kapasitas produksi akan berdampak terhadap penetrasi pasar yang lebih baik lagi ke depannya.

"Setelah IPO tentunya kami akan lari lebih kencang lagi. Seluruh fasilitas produksi akan berjalan sesuai rencana," ujar Andi.

Perusahaan yang bergerak di bidang peternakan ayam terintegrasi PT Widodo Makmur Unggas (WMU) dijadwalkan akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui mekanisme penawaran umum perdana atau IPO pada akhir Januari ini.

Perseroan melepas sebanyak-banyaknya 5,92 miliar saham baru ke publik atau setara dengan sebanyak-banyaknya 35 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor setelah IPO, dengan harga berkisar antara Rp142 sampai Rp200 per saham.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya