Pengamat: Unrealized Loss BPJS Ketenagakerjaan Tak Bisa Disebut Kerugian

Posisi hukum BPJS Ketenagakerjaan dinilai tidak bisa disamakan dengan BUMN yang merupakan Perusahan Terbuka (PT) yang turut mencari untung.

oleh Athika Rahma diperbarui 03 Feb 2021, 16:52 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2021, 16:52 WIB
BPJS Ketenagakerjaan
Petugas melayani warga pengguna BPJS di di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Salemba, Jakarta, Rabu (04/5). BPJS menargetkan 22 juta tenaga kerja dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.(Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Kinerja BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) tengah mendapatkan sorotan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyidikan terhadap perusahaan terkait kinerja dalam pengelolaan dana nasabah.

Pengamat Kebijakan Publik Chazali Situmorang turut berkomentar terkait hal tersebut. Menurutnya, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kasus yang menimpa BPJamsostek terutama dalam perhitungan nilai kerugian.

"Sampai hari ini Kejagung meminta Badan Pengawas Keuangan (BPK) menghitung kerugian, tapi sampai sekarang tidak keluar. Namanya saham itu naik turun, apalagi dalam suasana Pandemi Covid-19," kata Chazali dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Rabu (3/2/2021).

Chazali menegaskan, unrealized loss yang dialami BPJamsostek tidak bisa disebut sebuah kerugian karena saham terus bergerak. Ketika ekonomi membaik, saham tersebut berpotensi naik. Sebaliknya, ketika ekonomi melemah, maka saham berpotensi melemah.

"Artinya, sangat berbeda dengan kasus yang terjadi pada Jiwasraya. Kalau yang terjadi di Jiwasraya, jual beli saham itu ada. Saham dinaikan, kemudian diturunkan dan dibeli. Ada tukar menukar. Kecuali, ada hadiah yang diberikan vendor-vendor yang sahamnya dibeli, tapi ini belum terbukti kebenarannya dan ini menjadi persoalan lain," jelasnya.

Chazali menilai, kinerja BPJamsostek masih dalam alur yang terkendali. saham yang dibeli BPJamsostek juga merupakan saham blue chip yang diawasi langsung Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham investasi yang mengalami penurunan, katanya, tidak bisa dipidanakan.

"Jangankan BPJamsostek, ekonomi negara ini saja mengalami minus hingga 2,3 persen karena Covid-19. Yang bisa dipidanakan itu, jika ada aliran dana ke personal. Tidak fair jika karena kebijakan kemudian dipidanakan," imbuh dia.

Kemudian, menurut undang-undang, BPJamsostek diharuskan banyak bergerak di investasi demi pengembangan dana pekerja, yang akan kembali sebagai manfaat bagi pekerja juga. Undang-undang dinilai harus mengatur BPJamsostek dengan aturan investasi yang prudent alias hati-hati.

Lalu, posisi hukum BPJamsostek juga dinilai tidak bisa disamakan dengan BUMN yang merupakan Perusahan Terbuka (PT) yang turut mencari untung. Sementara BPJamsostek memiliki 2 payung hukum dan tidak bisa disandarkan dengan undang-undang PT.

"Payung hukum tersebut, yakni sistem undang-undang jaminan sosial dan undang-undang badan pengelolaan yang dalam salah satu poinnya, BPJamsostek merupakan badan hukum publik, yang mana pemilihan direksinya pun tidak bisa dilakukan sembarangan," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kejagung Kembali Periksa 7 Saksi Usut Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan

20160504- BPJS Ketenagakerjaan-Jakarta- Fery Pradolo
Petugas melayani warga pengguna BPJS di di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Salemba, Jakarta, Rabu (04/5). BPJS mencatat ada 19 juta tenaga kerja yang telah terdaftar dalam empat program di BPJS Ketenagakerjaan.(Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sebelumnya, Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa saksi-saksi terkait dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, ada tujuh saksi yang diperiksa pada Kamis 28 Januari 2021. Mereka diperiksa untuk mengumpulkan alat bukti terkait dugaan korupsi pada BPJS Ketenagakerjaan.

"Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti tentang perkara dugaan Tipikor pada Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi di BPJS Ketenagakerjaan," kata Eben dalam keterangannya, Jumat (29/1/2021).

Tujuh orang saksi yang diperiksa yakni DS sebagai Karyawan BPJS Ketenagakerjaan, HKC selaku Deputi Direktur Bidang Investasi Langsung BPJS Ketenagakerjaan, NAT selaku Deputi Direktur Bidang Pendapatan Tetap BP JAMSOSTEK, TW selaku Staf pada Deputi Direktur Bidang Keuangan.

LP sebagai Asisten Deputi Bidang Analisis Pasar Utang BPJS Ketenagakerjaan, PH selaku Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan serta HSP selaku Karyawan BPJS Ketenagakerjaan.

Pemeriksaan saksi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung ini tetap memperhatikan protokol kesehatan (Prokes), mengingat kasus Covid-19 di Indonesia masih terus meningkat.

"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19, antara lain dengan memperhatikan jarak aman antara saksi diperiksa dengan Penyidik yang telah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap," jelasnya.

"Serta bagi saksi wajib mengenakan masker dan selalu mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah pemeriksaan," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya