Pengamat Minta Harga Gas USD 6 per MMBTU Untungkan Semua Pihak

Pemerintah telah menetapkan kebijakan harga gas sebesar USD6 per MMBTU.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 15 Apr 2021, 11:30 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2021, 11:30 WIB
Gas Bumi
Ilustrasi Foto Gas Bumi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menetapkan kebijakan harga gas sebesar USD6 per MMBTU. Namun, penetapan harga gas ini seharusnya perlu mempertimbangkan keuntungan semua pihak.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, penetapan harga gas sebesar USD6 per MMBTU telah terbukti menimbulkan kerugian pada sisi transportasi gas. Ini dialami PGN, kebijakan tersebut menjadi penyebab kerugian 2020 sebesar USD 264,7 juta.

"Hal ini harus diperhitungkan pemerintah," kata Komaidi, di Jakarta, Kamis (15/4/2021).

Komaidi melanjutkan, kondisi tersebut semakin berat karena penyerapan gas oleh industri yang mendapat insentif harga gas sebesar USD6 per MMBTU tidak optimal, sehingga membuat keuntungan sebagai penyalur gas yang kecil tergerus biaya operasi.

"Sebenarnya enggak apa-apa harga USD6 per MMBTU, tapi volumenya banyak, tapi simulasi itu meleset sehingga kerugiaan tidak bisa terhindarkan," ujarnya.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengungkapkan, agar kerugian akibat kebijakan penetapan harga gas USD6 per MMBTU tidak terulang, maka pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan tersebut, termasuk industri yang menerima insentif.

"Saya kira perlu dikaji ulang, karena ini berpengaruh terhadap badan usaha, perlu adanya evaluasi apakah di cabut atau dialihkan ke pabrik yang lain," tutupnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Optimalkan Suplai Gas di Jateng, PGN Selesaikan Interkoneksi Pipa Gersem-Kalija

PGN sebagai bagian dari Holding Migas PT Pertamina (Persero) berkomitmen melaksanakan mandat pemerintah untuk mendorong pemanfaatan gas bumi sebagai core business.
PGN sebagai bagian dari Holding Migas PT Pertamina (Persero) berkomitmen melaksanakan mandat pemerintah untuk mendorong pemanfaatan gas bumi sebagai core business.

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sedang menyelesaikan intekoneksi Pipa Gresik-Semarang (Gresem) dengan Pipa Kalimantan Jawa Gas (Kalija). Proyek ini akan mengoptimalkan distribusi gas bumi di Jawa Tengah.

Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN, Redy Ferryanto mengatakan, finalisasi interkoneksi Pipa Gresem – Kalija akan meningkatkan pemanfaatan gas bumi dari Lapangan Kepodang yang telah diaktivasi kembali.

Jaringan pipa transmisi Gresem sepanjang 267 km yang dikelola oleh PT Pertamina Gas (Pertagas), memiliki kapasitas pengaliran gas maksimal sekitar 400 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Sedangkan Pipa Tranmisi Kalija I yang dikelola oleh PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) dengan panjang ± 201 KM, telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan Pembangkit Listrik Tambak Lorok.

“PGN mengupayakan penyelesaian Pipa Jumper dari Tambak Lorok ke Tambak Rejo. Pipa ini diestimasikan selesai pada Triwulan 2 2021," kata Redy, di Jakarta, Rabu (7/4/2021).

Redy mengungkapkan interkoneksi pipa Gresem-Kalija akan bermanfaat untuk menjangkau pengguna gas bumi sektor komersial industri lebih luas lagi. Dengan demikian, pengembangan niaga gas bumi dengan berbagai moda transportasi baik pipa, CNG dan LNG dapat mempermudah akses gas bumi di wilayah Jateng.

"Apabila sudah terhubung, gas bumi dari Lapangan Kepodang akan dapat utilisasi dan didistribusikan ke pelanggan-pelanggan potensial di wilayah Jawa Tengah,” tambah Redi.

Disisi lain, gas dari Lapangan Kepodang diharapkan dapat diutilisasi untuk membangkitkan Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG) Kaligawe untuk pemenuhan kebutuhan CNG sektor transportasi Jawa Tengah. Aktifnya SPBG Kaligawe akan membuat penyaluran CNG di Jawa Tengah menjadi lebih efektif dan efisien. Mengingat kebutuhan CNG Jawa Tengah selama ini dipasok dari Jawa Timur. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya