Liputan6.com, Palembang - Pemerintah pusat mulai menggalakkan target Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060, atau bisa lebih cepat jika jumlah emisi karbon yang dilepas ke atmosfer tidak melebihi kapasitas penyerapan bumi.
PT Perusahaan Gas Nasional (PGN) yang mulai menjajaki langkah-langkah, untuk mendukung program NZE, salah satunya dengan mengolah bahan baku ramah lingkungan atau Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Salah satunya adalah Palm Oil Mill Effluent (POME) yang dihasilkan dari kelapa sawit.
Menurut Area Head PGN Palembang Braman Setyoko, PT PGN pusat masih menjalankan tahan Visibility Study (VS) untuk memngelola gas dari kelapa sawit dan menghasilkan POME.
Advertisement
Baca Juga
“Sudah beberapa tahun penjajakannya dan menggandeng mitra dari Jepang untuk kerjasama dalam pengelolaan ke publik, tinggal menunggu eksekusinya saja,” ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (20/3/2025).
POME yang dihasilkan berupa gas biometane yang dari kiriman Perusahaan Kelapa Sawit (PKS), namun dengan jumlah yang masih sedikit yang dikemas ke dalam tabung di mobil truk.
Akan ada berbagai kendala jika POME dari berbagai PKS dikumpulkan dulu, baru dikirim ke perusahaan yang membutuhkan. Salah satunya butuh biaya yang cukup tinggi dan kendaraan yang mampu menampung POME dalam jumlah besar.
“Kalau digabungkan dari berbagai PKS, biayanya mahal. Tapi jumlah (POME) yang bisa dihasilkan masih keci, di bawah 1 persen, makanya masih tahap VS,” ungkapnya.
Pengelolaan POME yang bisa dikonversikan jadi biogas, bisa digunakan sebagai bahan alternatif sumber energi, ramah lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Bahkan potensi pengelolaan POME tersebut, cukup besar di Sumsel.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel tahun 2019, ada 10 jenis tanaman yang ditanam petani. Namun kelapa sawit menjadi tanaman terbanyak kedua setelah karet di areal tanaman perkebunan rakyat di Sumsel, dengan lahan 1.223.374 hektare kelapa sawit.
Sumsel pun menduduki posisi sebagai produsen Produsen minyak sawit terbesar ke-5 nasional dai nomor 3 di Pulau Sumatra, dengan volume ekspor sebesar 192.214 ton dan Nilai Ekspor 290.661 US$.
“Justru implementasi di daerah ada produksi kelapa sawit. Banyak PKS yang produksi di Sumsel. Ada unit khusus yang mengelola, namun kemungkinan belum tahun ini (dilaksanakan) di Sumsel,” katanya.
Braman Setyoko berkata, untuk transisi ke EBT memang membutuhkan dukungan dan biaya yang tidak sedikit, terutama harus menggunakan teknologi yang masih mahal harganya.
Menurutnya, polusi paling besar disumbangkan oleh bahan bakar batu bara, bahan bakar minyak (BBM) seperti Pertalite dan Pertamax, serta gas dari PT PGN juga tetap ada emisi karbon yang dilepas.
“Transisi energi bersih PGN target 2060, memang harus mengkonversikan dari energi fosil ke EBT namun butuh biaya mahal,” ucapnya.
Satgas PGN 24 Jam
Ditambahkan Industry and Commercial Sales Kretyowiweko Husnu Hidayatulloh, PGN sudah menyiapkan Tim Penanggulangan Gangguan (TPG) 24 jam penuh, dengan ada petugas yang standby, yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) RAFI (Ramadan Idul Fitri) dari tanggal 17 Maret 2025 hingga 13 April 2025.
PGN Palembang juga sedang memperluas pipa jargas ke berbagai daerah di Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin Sumsel. Namun untuk di Ramadan hingga Idul Fitri, pengerjaannya dihentikan sementara waktu.
“Kami setiap tahun menyambung beberapa wilayah di Sumsel. Untuk di Palembang, jargas rumah tangga mencapai 3.150 pelanggan. Dan kami melayani sekitar 269 industri dan komersial, seperti hotel, restoran, kafe dan UMKM,” ujarnya.
Untuk pemasangan jargas rumah tangga yakni di Kabupaten Banyuasin sebanyak 1.500 jaringan dan Musi Banyuasin sebanyak 1.650 jaringan. Untuk pengembangan jargas rumah tangga di Banyuasin, ada di Kacamatan Talang Kelapa dengan dua titik kelurahan.
Di Musi Banyuasin sendiri, pemasangan jargas ada di Kecamatan Sekayu yang tersebar di empat kelurahan, mulai dari Kelurahan Kayuare, Serasan Jaya, Soak Baru dan Balai Agung.
Advertisement
