Liputan6.com, Jakarta Sekalipun pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari setahun, dan pola konsumsi masyarakat mulai kembali normal, kenyataannya tren belanja online masih akan terus tumbuh. Riset terbaru dari Adobe menunjukkan nilai transaksi di e-commerce akan terus naik signifikan tahun ini.
Dikutip dari Forbes, Sabtu (1/5/2021) dalam riset terbarunya berjudul Adobe Digital Economy Index, memprediksikan nilai transaksi di e-commerce di tahun ini akan menyentuh USD 4,2 triliun atau sekitar Rp 60.900 triliun.
Penjualan e-commerce global dicatat telah mencapai USD 876 miliar atau sekitar Rp 12.702 triliun pada kuartal pertama tahun ini, naik 38 persen secara tahunan.
Lebih dari seperlima nilai tersebut berasal dari transaksi e-commerce di negeri paman sam. Kuartal pertama, transaksi di e-commerce Amerika Serikat (AS) sekitar USD 199 miliar atau sekitar Rp 2.885 triliun. Naik 39 persen secara tahunan.
Secara satu tahun fiskal 2021, Adobe juga memperkirakan pengeluaran e-commerce AS tahun ini berjumlah antara USD 850 miliar hingga USD 930 miliar, dan akan melampaui USD 1 triliun pada tahun 2022.
Selain mainan, furnitur atau berlangganan video game, e-commerce juga mulai diserbu para konsumen yang ingin membeli barang kebutuhan sehari-hari, terutama bahan makanan. Ini berdasarkan riset yang dilakukan Adobe di tiga negara, AS, Inggris dan Jepang.
Salah satu alasan dibalik meningkatnya tren penjualan bahan pangan sehari-hari di platform e-commerce dikarenakan harganya yang lebih kompetitif.
Lebih dari separuh konsumen di ketiga negara tersebut mengatakan bahwa mereka yakin dapat menghemat uang dengan berbelanja bahan makanan secara online.
Saksikan Video Ini
Berkat Stimulus Biden
Meningkatnya angka vaksinasi Covid-19 serta stimulus jumbo yang dikeluarkan Presiden AS, Joe Biden diprediksi akan membawa Amerika Serikat meningkatkan sumbangannya pada nilai total transaksi e-commerce di seluruh dunia tahun ini. AS diperdiksi akan menyumbang seperempat dari total nilai tersebut
Adobe melihat keputusan stimulus Biden tersebut mempengaruhi penambahan USD 8 miliar pada pengeluaran masyarakat AS untuk e-commerce, dibandingkan proyeksi awal sebelum kebijakan stimulus ini ditanda tangani.
Pengeluaran signifikan belanja e-commerce di AS, menurut Adobe juga dikarenakan adanya diskon besar-besaran pada Black Friday di bulan Maret lalu. Black Friday 2020 sendiri bahkan berhasil menghasilkan USD 9 miliar dalam penjualan online.
“Perubahan yang kami lihat adalah hal-hal yang akan terus berlanjut dari generasi ke generasi,” kata Jason Woosley, wakil presiden Adobe untuk perdagangan dan pengembang.
Survei Adobe menemukan bahwa 9 persen konsumen AS, 8 persen konsumen Jepang, dan 15 persen konsumen Inggris mengatakan mereka tidak pernah membeli apapun secara online sebelum Maret 2020.
"Ini adalah audiens baru untuk e-commerce, sepertinya konsumen ini akan tetap di sini.” tambah Woosley.
Reporter: Abdul Azis Said
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓