Simplifikasi Tarif Cukai Picu Industri Rokok Gulung Tikar

Penyederhanaan struktur tarif cukai, akan berdampak buruk bagi kelangsungan pabrik rokok kecil dan menengah.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jul 2021, 22:55 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2021, 17:20 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan dampak kebijakan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai diberlakukan akan memberikan multi flyer effect bagi keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) nasional.

Menurut kajian GAPPRI, simplifikasi cukai justru mempersulit industri, sehingga tidak sejalan dengan visi ekonomi kerakyatan yang dicita-citakan Presiden Jokowi. Selain itu, penerapan simplifikasi cukai justru makin menambah angka pengangguran baik di sektor hulu dan hilir. 

"GAPPRI yang merupakan konfederasi IHT jenis produk khas tembakau Indonesia, yaitu kretek, beranggotakan pabrikan golongan I, golongan II, dan golongan III (besar, menengah, dan kecil) dengan tegas menolak simplifikasi cukai,” tegas Henry Najoan di Jakarta, Kamis (22/07/2021).

Henry Najoan mengaku khawatir dengan masa depan industri hasil tembakau (IHT) nasional yang saat ini menguasai market share dalam negeri sebesar 70 persen.

Banyaknya peraturan (fully regulated) yang mengatur IHT nasional, juga menjadi kekhawatiran bagi para pelaku usaha industri kretek nasional.

Menurut Henry Najoan,  penyederhanaan struktur tarif cukai, baik dengan menggabungkan golongan pabrik maupun jenis produk, akan berdampak buruk bagi kelangsungan pabrik kecil dan menengah dalam jangka pendek dan juga pabrik besar dalam jangka panjang.

"Penggabungan dapat berdampak akan gulung tikar pabrikan kelas kecil dan menengah karena harga produk tidak terjangkau oleh segmen pasarnya dan konsumennya akan pindah ke rokok illegal yang lebih murah," tambah Henry Najoan. 

Henry juga menegaskan, banyak pabrik kecil akan dikorbankan, sementara pabrik besar tertentu yang mengusulkan akan diuntungkan dengan adanya simplifikasi struktur tarif cukai sehingga akan terciptanya oligopoli dan selanjutnya monopoli.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Optimalisasi Penerimaan

Bea Cukai Sita Jutaan Rokok dan Liquid Ilegal
Barang bukti hasil penindakan barang kena cukai di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan merilis hasil tindakan produk-produk ilegal, di antaranya rokok elektrik, rokok, hingga minuman keras . (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Menurut GAPPRI, upaya pemerintah melakukan optimalisasi penerimaan melalui kenaikan tarif cukai ke depan sebaiknya mempertimbangkan indikator ekonomi, misalnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi serta kondisi daya saing. Dalam catatan GAPPRI, pemerintah setiap tahun membuat kebijakan cukai yang terlalu eksesif. Hal ini berdampak pada tutupnya pabrik, selain juga memicu tumbuhnya produk illegal di pasar rokok kelas kecil dan menengah.

 Oleh karena itu, GAPPRI meminta pemerintah mempertahankan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagaimana diatur dalam PMK No. 152/PMK.010/2019. 

"Struktur tarif cukai hasil tembakau yang terdiri dari 10 layer adalah paling ideal, berkeadilan dan bijak bagi jenis produk serta golongan pabrik I, II dan III (besar, menengah, dan kecil) yang banyaknya 700-an unit pabrik aktif dengan ukuran/skala dan pasar yang bervariasi," kata Henry Najoan. 

Henry Najoan meyakini bapak Presiden Jokowi secara bijak akan mempertimbangkan masukan GAPPRI demi kelangsungan usaha IHT. Sektor IHT sebagai bagian dari anak bangsa yang saat ini mengalami kondisi sulitnya ekonomi di tengah pandemi Covid-19, terus berupaya menjaga kelangsungan nadi dan pembangunan dari cukai dan pajak IHT yang cukup signifikan. 

"Juga terjaganya penciptaan nilai tambah dan lapangan kerja dalam negeri, nafkah bagi petani dan pekerja perkebunan tembakau dan cengkeh serta pemiliknya dan pekerja distribusi sampai pedagang kaki lima serta terjaga berbagai kegiatan di sepanjang rantai pasok IHT," pungkas Henry Najoan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya