Liputan6.com, Jakarta - Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Mochammad Ihsanuddin menyampaikan portofolio investasi BPJS Ketenagakerjaan yang masih tercatat negatif hingga Juli 2021, yang disebabkan oleh unrealised loss penurunan kinerja saham yang diinvestasikan dampak pandemi covid-19.
Dalam paparannya saham reksadana yang saat ini sedang mengalami unrealized loss hingga Juli 2021 investasi BPJS Ketenagakerjaan negatif Rp 32,8 triliun, dan invetasi di reksadana juga minus Rp 8,1 triliun.
Baca Juga
Menurutnya, pergerakan saham dan reksadana ini memang sangat dipengaruhi oleh naik turunnya indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia.
Advertisement
“Sehingga selama ini belum di lakukan settlement ini statusnya masih unrealized loss, dan itu juga bisa terjadi unrealized gain jika belum settlement atau belum dilakukan sebelum dilakukan settlement transaksi,” kata Ihsanuddin dalam RDP bersama komisi IX DPR, Rabu (15/9/2021).
Lebih lanjut, dia menyampaikan terkait program jaminan hari tua atau JHT yangmengalami selisih kurang di aset neto nya dibandingkan dengan kewajiban kepada peserta. Hal tersebut disebabkan karena BPJS Ketenagakerjaan itu membagikan hasil investasi sebesar hasil investasi yang terealisir.
“Sementara penurunan investasi pada saham dan Reksadana berupa unrealized loss tidak dibagikan kepada peserta,” ujarnya.
Kemudian kebijakan distribusi hasil pengembangan investasi JHT itu sudah diatur dalam penjelasan pasal 31 ayat 2 undang-undang 40 tahun 2004 tentang SJSN, dimana dinyatakan pengembangan investasi dijamin pemerintah minimal setara tingkat suku bunga deposito bank pemerintah jangka waktu 1 tahun.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jaminan Pensiun
Selanjutnya untuk program jaminan pensiun per Juli 2021, OJK menilai masih memenuhi kriteria kesehatan keuangan sebagaimana diatur dalam PP 55 tahun 2015 tentang perubahan PP 99 tahun 2013 tentang pengelolaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan, yang terkenal dengan Asset Liability Management (ALMA).
“Namun demikian terdapat potensi tidak terpenuhinya nilai ini aktuaria jaminan pensiun diantaranya karena pertumbuhan peserta yang cenderung melambat, serta besaran iuran program jaminan pensiun ditetapkan Seperti Program PPIP,” ujarnya.
Sedangkan pembayaran manfaat ditetapkan seperti program PPMP, artinya program pensiun manfaat pasti yang pembayarannya itu nilainya tidak bisa turun.
Kemudian terkait dengan jaminan kematian aset neto JKM per Juli 2001 mencukupi klaim untuk 59 bulan ke depan meskipun hal tersebut melebihi batas maksimum estimasi pembayaran klaim 12 bulan ke depan, sesuai pasal 47 ayat 1 PP 55 tahun 2015 namun terdapat penurunan kesehatan keuangan JKM pada Desember 2020.
Hal ini terutama disebabkan karena antara lain kenaikan manfaat klaim JKM sesuai dengan PP 82 tahun 2019, kemudian juga relaksasi pembayaran iuran JKN berdasarkan PP 49 tahun 2020, rekomposisi iuran jaminan kematian kepada iuran jaminan kehilangan pekerjaan atau sikap yang mana JKP ini diatur dalam PP No 37 2021 sebagai pelaksanaan dari pada yang undang-undang omnibus Law Cipta kerja nomor 11 tahun 2020.
Advertisement