Dipangkas, Bank Dunia Prediksi Ekonomi di Kawasan Asia Timur dan Pasifik Cuma Tumbuh 2,5 Persen

Selain perlambatan ekonomi, negara Asia Timur dan Pasifik juga mengalami penurunan tenaga kerja dan partisipasi tenaga kerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Sep 2021, 11:10 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2021, 11:10 WIB
FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal III 2020 Masih Minus
Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski pertumbuhan ekonomi masih di level negatif, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut setidaknya ada perbaikan di kuartal III 2020. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia (World Bank) kembali merilis laporan mengenai kondisi ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dalam the World Bank’s East Asia and Pacific Fall 2021 Economic Update menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara kawasan Asia Timur dan Pasifik cuma di angka 2,5 persen.

Jika melihat dari riset yang dirilis sebelumnya pada April 2021, angka pertumbuhan ekonomi negara Asia Timur dan Pasifik tersebut menciut hampir dua poin persentase lebih rendah.

“Pemulihan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik kini berubah,” kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Manuela Ferro dalam pernyataanya, Selasa (28/9/2021).

Laporan tersebut juga menujukan, negara Asia Timur dan Pasifik juga mengalami penurunan tenaga kerja dan partisipasi tenaga kerja. Sementara sebanyak 24 juta penduduk tidak dapat lepas dari kemiskinan pada 2021.

“Walaupun pada 2020 kawasan Asia Timur dan Pasifik berhasil mengendalikan COvid-19 ketika kawasan-kawasan lainnya di dunia sedang berjuang, peningkatan angka Covid-19 di 2021 telah mengurangi prospek pertumbuhan. Namun demikian, kawasan ini muncul secara lebih kuat dari krisis sebelumnya dan dengan kebijakan yang tepat, dapat melakukannya kembali," jelasnya.

Kerusakan akibat melonjaknya kembali dan bertahannya Covid-19 kemungkinan akan menghambat pertumbuhan dan menambah kesenjangan selama jangka panjang. Kegagalan dari perusahaan-perusahaan yang seharusnya sehat menyebabkan hilangnya aset tak berwujud yang berharga, sedangkan perusahaan-perusahaan yang masih bertahan menunda investasi yang produktif.

Perusahaan-perusahaan yang lebih kecil mengalami dampak terparah. Meskipun sebagian besar perusahaan menghadapi kesulitan, perusahaan-perusahaan yang lebih besar kemungkinan akan mengalami penurunan yang lebih kecil dalam penjualan mereka. Perusahaan-perusahaan ini kemungkinan besar mengadopsi teknologi canggih dan menerima dukungan dari pemerintah.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Rumah Tangga Miskin

Target Pertumbuhan Ekonomi
Gedung bertingkat mendominasi kawasan ibu kota Jakarta pada Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Rumah tangga juga mengalami kesulitan, khususnya rumah tangga miskin, di mana mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk kehilangan penghasilan, mengalami kerawanan pangan yang lebih besar, memiliki anak-anak yang tidak ikut serta dalam kegiatan pembelajaran, dan terpaksa menjual aset-aset terbatas yang mereka miliki.

Akibatnya, bertambahnya stunting, pengikisan modal manusia dan hilangnya aset-aset yang produktif akan menghambat penghasilan dari rumah tangga tersebut di masa depan. Meningkatnya kesenjangan antar perusahaan juga dapat meningkatkan kesenjangan antar pekerja.

“Percepatan vaksinasi dan pengujian untuk mengendalikan infeksi COVID-19 dapat membangkitkan kegiatan ekonomi di negara-negara yang sedang berjuang pada awal pertengahan pertama tahun 2022, dan menggandakan angka pertumbuhan pada tahun berikutnya,” kata Ekonom Utama Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo.

Laporan ini juga memperkirakan bahwa kebanyakan negara di kawasan EAP, termasuk Indonesia dan Filipina, dapat memvaksinasi lebih dari 60 persen penduduk mereka pada pertengahan pertama tahun 2022. Meskipun hal itu tidak menghilangkan terjadinya infeksi, vaksinasi dapat mengurangi angka kematian secara signifikan, sehingga kegiatan ekonomi dapat dilakukan lagi.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya