Liputan6.com, Jakarta - Beberapa negara di dunia sedang menghadapi krisis energi. Permintaan dan harga energi melonjak setelah kondisi ekonomi China dan negara besar lainnya mulai pulih dari pandemi.
Di Eropa, musim dingin menghabiskan cadangan gas, dan adanya pengurangan pasokan tenaga angin ke jaringan listrik. Sementara itu, harga CO2 telah mencapai rekor tertinggi.
Rusia, salah satu pemasok terbesar Eropa, telah menolak untuk meningkatkan pasokan di pasar jangka pendek, meskipun Kremlin baru-baru ini mengatakan mulai membantu.
Advertisement
Bagaimana negara-negara ekonomi besar merespon krisis energi global tersebut?
China
Dikutip dari The Guardian, Kamis (14/10/2021) China, yang mengalami pemadaman listrik yang ekstensif, mengatakan akan memungkinkan pembangkit listrik tenaga batu bara untuk meneruskan biaya pembangkitan yang tinggi ke beberapa pengguna melalui harga listrik yang didorong pasar.
Memberikan harga yang ditentukan oleh pasar diharapkan dapat mendorong pembangkit yang mengalami kerugian untuk meningkatkan output.
Pemerintah daerah di negara itu juga telah didorong untuk membantu perusahaan kecil dan menengah serta pelaku bisnis lainnya untuk menutupi kenaikan biaya listrik.
Perusahaan di jantung industri juga telah diberitahu untuk membatasi konsumsi, penduduk telah mengalami pemadaman bergilir, dan pertunjukan cahaya tahunan telah dibatalkan.
Di Guangdong, otoritas bahkan melarang penggunaan lift di gedung perkantoran dari lantai tiga atau di bawahnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
India dan Eropa
Dalam sebuah langkah menghadapi mendorong lonjakan harga komoditas yang sudah tinggi, India, di mana stok batu bara di pembangkit listrik telah jatuh ke tingkat yang sangat rendah, telah meminta produsen listrik untuk mengimpor hingga 10 persen dari kebutuhan batu bara mereka.
Otoritas India juga memperingatkan negara-negara bagian bahwa pasokan listrik mereka akan dibatasi jika mereka kedapatan menjual listrik di bursa listrik untuk menaikkan harga yang melonjak.
Kementerian tenaga listrik India mengatakan telah meminta perusahaan listrik meningkatkan pasokan ke ibu kota New Delhi, yang kepala menterinya telah memperingatkan potensi krisis listrik.
Di tingkat negara bagian, pemerintah India mendesak masyarakat menggunakan listrik dengan hemat dan menerapkan pemadaman listrik terjadwal untuk mengurangi konsumsi.
Namun, pemadaman terjadwal di Punjab yang berlangsung hingga enam jam, telah memicu protes.
Eropa
Harga gas di Eropa berada pada rekor yang tinggi, dengan harga listrik grosir naik 200 persen dalam sembilan bulan pertama tahun ini.
Inggris, salah satu negara yang paling terdampak karen berkurangnya pasokan Laut Utara dan penyimpanan gas yang terbatas, sedang mempertimbangkan untuk meminjamkan uang kepada industri padat energi guna membantu mereka membayar tagihan listrik.
Di Spanyol, di mana harga listrik naik tiga kali lipat sejak Desember 2020, pemerintah negara itu mengumumkan langkah-langkah darurat yaitu membatasi harga energi dan keuntungan perusahaan.
Prancis dan Italia juga telah menjanjikan pembayaran untuk membantu rumah tangga termiskin.
Eksekutif Uni Eropa sedang melihat apakah negara-negara anggota harus bersama-sama membeli pasokan gas darurat.
Prancis dan Spanyol memimpin seruan untuk mereformasi pasar energi yang diliberalisasi blok tersebut, meskipun para pejabat UE telah mengisyaratkan tanggapan yang beragam terhadap setiap perubahan besar-besaran.
Advertisement
Amerika Serikat
Amerika Serikat dengan hati-hati mengamati kendala energi yang sedang berlangsung di Eropa, di tengah kekhawatiran bahwa krisis tersebut mungkin meluas ke Amerika pada musim dingin ini.
Harga gas telah meningkat 47 persen di AS sejak awal Agustus 2021, sementara harga minyak juga naik.
Bank of America telah memperkirakan lonjakan permintaan karena cuaca dingin dapat mendorong harga minyak mentah Brent melewati USD 100 per barel, yang akan menjadi level harga tertinggi dalam tujuh tahun.
Kenaikan harga bensin, telah mendorong Jennifer Granholm, menteri energi, untuk mengatakan AS dapat memanfaatkan simpanan minyak daruratnya funa meredam lonjakan harga minyak dan bahan bakar motor.
Meningkatnya biaya di SPBU, yang telah mencapai USD 3,20 per galon, baru-baru ini membuat Gedung Putih menuntut agar negara-negara penghasil minyak meningkatkan produksi mereka - sebuah langkah yang tidak disetujui para pegiat iklim.
AS mengalami awal musim gugur yang luar biasa ringan, dengan permintaan gas yang relatif rendah, yang menyebabkan kekhawatiran tentang bagaimana negara itu akan mengatasi jika cuaca dingin tiba-tiba melanda. Namun, para ahli sebagian besar mempercaya kapasitas penyimpanan gas di negara itu.