Harga Bitcoin Melonjak, Startup Milik Pria 28 Tahun Ini Ketiban Untung Besar

Harga Bitcoin yang hampir mencapai titik tertinggi sepanjang masa memberikan keuntungan besar kepada perusahaan cryptocurrency.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2021, 21:00 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2021, 21:00 WIB
Crypto Bitcoin
Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

Liputan6.com, Jakarta Harga Bitcoin yang hampir mencapai titik tertinggi sepanjang masa memberikan keuntungan besar kepada perusahaan mata uang kripto (cryptocurrency).

Salah satu perusahaan tersebut adalah Dydx yang memiliki total transaksi mencapai USD 18,6 miliar (Rp 262,1 triliun) pada 27 dan 28 September lalu.

Diketahui transaksi tersebut melampaui transaksi yang dilakukan oleh Coinbase, perusahaan cryptocurrency terkemuka di Amerika, senilai USD 5,9 miliar (Rp 83,1 triliun).

Melansir dari Forbes, Kamis (21/10/2021), hingga saat ini, Dydx berhasil memperoleh pendapatan sebesar USD 75 juta (Rp 1 triliun).

Pendiri sekaligus CEO Dydx Antonio Juliano mengatakan bahwa pendapatan perusahaan diperkirakan mencapai USD 125 juta (Rp 1,7 triliun), dengan laba bersih USD 81 juta (Rp 1,1 triliun) sebelum akhir tahun 2021.

Dydx adalah startup berusia 4 tahun yang berbasis di San Fransisco. Perusahaan tersebut memungkinkan trader dari luar AS untuk membeli dan menjual produk keuangan berbasis cryptocurrency.

Awalnya, Juliano tidak memiliki ketertarikan dalam bidang kripto. Ia hanya tertarik untuk bergabung bersama startup teknologi dan menjadi seorang pengusaha.

Juliano yang sedang belajar ilmu komputer di Princeton bertemu dengan pemodal ventura Fred Wilson di kelas kewirausahaan pada 2014.

Saat itu, Wilson yang membicarakan tentang Coinbase sehingga memberikan Juliano ide terkait pilihan tempat kerja setelah kuliah.  

Ketika lulus pada 2015, Juliano bekerja dengan Coinbase sebagai software engineer. Ia bekerja selama setahun dan menciptakan mesin pencari untuk aplikasi cryptocurrency. Namun, mesin pencari tersebut mengalami kegagalan.

Pria berusia 28 tahun itu memutuskan untuk membangun sesuatu di atas Ethereum, perangkat lunak (software) cryptocurrency yang bermanfaat seperti komputer terdesentralisasi dengan aplikasi yang berjalan.

Setelah mempelajari pasar keuangan dan mengamati pertumbuhan Coinbase, Juliano mendapatkan ide untuk membangun Dydx.

Permintaan kripto yang sempat melonjak tinggi pada 2017 membuat Juliano mendapatkan pendanaan awal senilai USD 2 juta (Rp 28 miliar) dari Andreessen Horowitz yang merupakan perusahaan venture capital, serta Brian Armstrong dan Fred Ehrsam dari Coinbase.

Akhirnya, Dydx diresmikan pada 2018 dan memungkinkan pengguna membeli Ether dengan margin. Artinya, pengguna bisa meminjam uang melalui platform Dydx untuk membeli kripto.

Aktivitas tersebut menjadi strategi yang digunakan trader untuk memperoleh manfaat tambahan dan memaksimalkan keuntungan, tetapi memperbesar potensi kerugian.

Dydx berhasil mengumpulkan transaksi senilai USD 1 juta (Rp 14,1 miliar) per hari pada 2019. Tahun berikutnya, Dydx berfokus pada perpetual swap, turunan yang dipopulerkan oleh bursa kripto Hong Kong Bitmex.

Perpetual melacak harga Bitcoin, tetapi tidak mengharuskan pengguna memiliki Bitcoin. Lebih lanjut, perpetual juga tidak memiliki tanggal kadaluarsa.

Alhasil, setelah diluncurkan pada 2020, Dydx mengalami pertumbuhan dengan jumlah transaksi antara USD 10 juta (Rp 141 miliar) dan USD 30 juta (Rp 423 miliar) per hari.

Dua Perubahan Besar

Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple
Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Ada dua perubahan besar yang dilakukan oleh Dydx pada tahun ini sehingga transaksi kembali mengalami peningkatan.

April lalu, Dydx menerapkan teknologi blockchain yang disebut sebagai StarkWare. Fungsinya untuk mempercepat transaksi cryptocurrency yang dilakukan melalui Ethereum.

Sebelumnya, para trader di Ethereum sering kali harus menunggu 60 detik untuk menyelesaikan transaksinya. Mereka juga harus membayar biaya transaksi gas Ethereum sebesar USD 50 (Rp 705 ribu) hingga USD 100 (Rp 1,4 juta).

StarkWare membuat biaya gas menjadi lebih murah dan Dydx membayar biaya tersebut.

“Saat ini, Anda melakukan perdagangan dan langsung diperbarui seperti situs web biasa. Ini sangat berbeda dari apa yang biasa dilakukan kebanyakan orang dalam keuangan terdesentralisasi,” kata Juliano.

Perubahan besar kedua adalah Dydx bermitra dengan lembaga yang berbasis di Swiss untuk meluncurkan token cryptocurrency Dydx dan secara agresif mengikuti taktik pemasaran yang disebut sebagai penambangan likuiditas. Hal itu menjadi istilah yang baik untuk menawarkan imbalan uang kepada orang-orang untuk berdagang di bursa.

Dydx bisa menawarkan mata uang yang dicetak sendiri sebagai hadiah, menciptakan sebuah cara dengan biaya rendah untuk memberikan insentif dana.  

Perubahan kedua ini membuat transaksi harian Dydx melonjak dari USD 30 juta (Rp 423 miliar) pada Juli menjadi USD 450 juta (Rp 6,3 triliun) pada Agustus. Selanjutnya, lonjakan transaksi berlanjut selama sebulan terakhir ini menjadi USD 2 miliar (Rp 28,2 triliun).

Dydx memiliki 6 ribu pelanggan aktif. Tiap-tiap pelanggan berdagang ratusan ribu dolar dalam sehari menggunakan kripto.

Kelemahan Penambangan Likuiditas

Ilustrasi bursa aset kripto Tokocrypto
Ilustrasi bursa aset kripto Tokocrypto

Satu kelemahan penambangan likuiditas untuk trader adalah menciptakan “wash trading”, suatu kondisi ketika seseorang membuat dua akun dan berdagang dengan dirinya sendiri untuk mengumpulkan hadiah.

Dydx pernah mencatat sebesar USD 1,7 miliar (Rp 23,9 triliun) dari token cryptocurrency diperdagangkan di platformnya pada Agustus. Jumlah tersebut 10 kali lebih banyak dari jumlah kripto yang berpindah tangan di semua bursa kripto lainnya.

Perusahaan tersebut menyimpulkan terjadinya wash trading sehingga tidak memberikan imbalan kepada pengguna yang melanggar.

Juliano menjelaskan, “Itu mendorong kami untuk mengambil sikap yang sangat aktif terhadap wash trading. Kami memiliki program pemantauan yang aktif dan analisis teknis untuk mencoba mengidentifikasi wash trading.”

Ia berpikir antara 1 persen dan 5 persen dari transaksi Dydx pada Agustus merupakan wash trading. Pada bulan September, Juliano mengatakan wash trading turun menjadi 0,1 persen karena langkah-langkah pemantauan yang diterapkan.

Tujuan Utama Perusahaan

Crypto Bitcoin
Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

Sebagian besar pengguna Dydx berada di Asia dan Eropa. Adanya peraturan yang lebih ketat di AS membuat perusahaan Dydx memblokir semua penduduk AS untuk menggunakan platformnya.

Menurut PitchBook, Dydx mengumpulkan dana dari modal ventura sebesar USD 215 juta (Rp 3 triliun) pada Juni. Dana tersebut diproses sekitar USD 25 juta (Rp 352,6 miliar) per hari atau sekitar 1 persen dari yang ditransaksikan.

Jika perusahaan mendapatkan pendanaan lagi, transaksi bisa meningkat lebih tajam. Akan tetapi, Juliano tidak berencana untuk mengumpulkan lebih banyak pendanaan karena perusahaan sudah sangat untung.

Juliano juga berencana untuk mempertahankan jumlah karyawannya tidak lebih dari 50 orang untuk tahun depan.

“Sebuah tim kecil dengan orang-orang yang berkualitas baik bisa melampaui dan mengungguli tim yang lebih besar, terutama di pasar yang baru,” papar Juliano.

Tujuan perusahaan adalah menjadi salah satu pertukaran cryptocurrency terbesar meskipun hanya memiliki jumlah karyawan yang sedikit. Untuk mencapai tujuan tersebut, Juliano tidak hanya harus melampaui Coinbase, tetapi juga FTX yang memiliki transaksi sebesar USD 15 miliar (Rp 211,5 triliun) per hari, serta Binance sebesar USD 90 miliar (Rp 1.269 triliun).  

Reporter: Shania

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya