Jadi Jalan Tengah, Harga BBM Pertalite Diusul Rp 9.150 Seliter agar Pertamina Tak Rugi

Kenaikan harga minyak dunia yang tinggi, Pertamina dinilai seharusnya menjual Pertalite lebih tinggi, dengan kisaran harga keekonomian Rp 11.000 per liter.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 26 Okt 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2021, 20:00 WIB
20160315-Hore, Harga BBM Pertamina Turun Rp 200 Per Liter-Jakarta
Petugas mengisi BBM pada sebuah mobil di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (1/3). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mencermati harga BBM jenis Pertalite yang berada di kisaran Rp 7.650 per liter. Harga BBM jenis ini masih memiliki selisih harga Rp 3.350 dibanding harga normal yang berada di atas Rp 11 ribu per liter.

Menurut Mamit, Pertamina terpaksa harus merugi akibat nilai jual Pertalite yang terlalu rendah. Padahal harga minyak dunia saat ini terpantau terus melambung akibat dampak dari krisis energi.

"Dengan kondisi saat ini, untuk Pertalite Pertamina dalam posisi merugi karena memang nilai keekonomian saat ini sudah jauh lebih tinggi lagi," kata Mamit kepada Liputan6.com, Selasa (26/10/2021).

Namun, dia juga enggan menyalahkan pemerintah yang memaksa Pertamina menjual Pertalite dengan harga tekor. Sebab di sisi lain, daya beli masyarakat kini masih belum pulih seutuhnya akibat dampak pandemi Covid-19 berkepanjangan.

Sebagai jalan tengah, Mamit usul harga Pertalite mungkin bisa naik Rp 1.500 atau menjadi Rp 9.150 per liter. Nominal itu menurutnya masih sesuai, baik dari sisi masyarakat maupun Pertamina.

"Saya kira, jalan yang paling agak win-win solusi tanpa memberatkan keuangan negara adalah memberikan keleluasaan kepada Pertamina untuk menyesuaikan harga BBM, umum tapi disesuaikan dengan kemampuan masyarakat juga," tuturnya.

"Tapi jika memang ingin menyesuaikan dengan kondisi masyarakat, kenaikan Rp 1.500 (per liter) saya kira sudah cukup membantu Pertamina, dimana sudah mengurangi selisih hampir 50 persen dari saat ini," imbuh Mamit.

Kendati begitu, Mamit mengatakan, jika harga kompensasi Pertalite mau diubah, pemerintah harus mengubah terlebih dahulu sejumlah peraturan, seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 69/2021, dan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62/2020.

"Tanpa ada perubahan, maka terkait dengan kompensasi saya kira sulit dilakukan. Mengingat saat ini untuk Pertalite maupun Pertamax tidak masuk kedalam penugasan maupun subsidi," pungkas Mamit.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kapan BBM Premium Resmi Dihapus? Ini Jawabannya

Isu Penghapusan, Pertamina Tetap Salurkan BBM Beroktan Rendah
Pengendara motor mengantre mengisi BBM di SPBU, Jakarta, Kamis (18/6/2020).. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan isyarat bakal menghapus BBM Premium dan menggantinya jadi Pertalite. Kebijakan ini dilakukan agar mencapai tujuan penggunaan BBM yang ramah lingkungan.

"Kita pun berkomitmen untuk memperbaiki kondisi lingkungan. Sehingga terkait (penghapusan) Premium ini dipikirkan ke depan, mungkin Pertalite bisa menggantikan Premium," kata Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Soerjaningsih, dikutip dari siaran video YouTube, Selasa (26/10/2021).

Soerjaningsih mengabarkan, volume penjualan Premium sendiri saat ini sudah semakin kecil, karena masyarakat telah beralih (shifting) ke Pertalite. Di sisi lain, ia menyebut, hanya tersisa 7 negara yang kini masih menggunakan Premium.

Pemerintah RI dikatakannya terus berupaya untuk meninggikan kandungan RON pada jenis BBM yang dipasarkan secara luas. Kementerian ESDM berencana segera menghapus BBM RON 88 menjadi paling kecil RON 90.

"Jadi itu adalah komitmen kita untuk menyediakan BBM yang ramah lingkungan. Tapi semua itu pastinya sedang kita kaji, dan yang pasti harus mendapatkan persetujuan dari bapak Presiden (Joko Widodo)," tegasnya.

Kendati begitu, BBM jenis Premium saat ini masih dipasarkan secara lebih murah. Meski penyalurannya saat ini dibatasi sebesar 3,3 juta KL, namun harga Premium masih dapat kompensasi sebesar Rp 2.550 per liter.

"Premium ini ada kompensasi. Jadi pastinya selisih harga jual Premium yang Rp 6.450 dengan harga keekonomian sekitar Rp 9.000, bisa kita hitung berapa kompensasi yang harus dibayarkan," terang Soerjaningsih.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya