Pengembangan Hortikultural RI Lamban, Pengusaha Beberkan Solusinya

Upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura mendesak dilakukan.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 23 Feb 2022, 13:30 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2022, 13:30 WIB
FOTO: Warga Manfaatkan Lahan Tidak Produktif Menjadi Wisata Edukasi
Warga memanen hasil pertanian di Susia Garden, Kalibata, Jakarta, Sabtu (12/2/2022). Berawal dari hobi berkebun, Susiawan Tari (68) manfaatkan lahan sengketa tak produktif untuk menanam beragam jenis sayuran dan buah berkonsep agro edukasi dan pusat kegiatan lingkungan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura mendesak dilakukan.

Hal ini untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi sektor pertanian di Tanah Air, seperti penambahan jumlah penduduk, berkurangnya lahan produktif dan peningkatan daya beli masyarakat.

Ketua Kompartemen Bidang Hortikultural Bidang 5 Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Ihsan M. Iqbal mengatakan saat ini yang menjadi permasalahan utama hortikultural di Indonesia adalah menyangkut lahan untuk penanaman.

"Saat ini bahkan, kita tidak punya data di mana kami harus menanam. Karena data ini sendiri bukan hanya sekedar angka namun menjadi langkah awal untuk Kita mengevaluasi permasalahan dan menentukan solusi menanam," kata Iqbal pada Rabu (23/2/2022).

Iqbal juga nambahkan kesulitan pun dialami oleh investor lokal. Sehingga, mereka harus membeli lahan untuk menanam. Agar bisa menekan tingkat produktivitas.

"Permasalahan ini juga membuat banyaknya pengusaha pertanian tidak dapat berkembang, karena hanya memiliki lahan yang sempit. Dan harga panen raya yang sering kali terlalu murah," ungkap Iqbal.

Iqbal juga menjelaskan praktik ini berbeda dengan yang terjadi di banyak negara. Di luar sana, pemerintah membantu penyediaan lahan tanaman hortikultura untuk dipinjamkan, dan digunakan untuk menanam mulai dari buah dan sayur.

"Ketika lahan atau kebun sudah ada, masalah belum selesai. Pelaku usaha hortikultura di tanah air tidak memiliki kebun yang besar.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Varietas Tanaman

Kebun Hidroponik Ibu-Ibu TNI AL
Warga kelompok tani Komplek AL Gandaria memanen sayuran di kebun Hidroponik di Radio Dalem, Jakarta, Senin (14/2/2022). Kebun yang dikelola mandiri warga ditanami sayuran kangkung, bayam brazil, seledri dan sawi ijo dengan rata-rata pendapatan sekitar Rp5 juta per bulan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sehingga, kebun yang ada tersebar di berbagai titik dengan skala kecil dan varietas tanamannya berbeda-beda. Sehingga, panen yang dihasilkan tidak seragam dan tidak bisa diserap industri," ujar Iqbal.

Terakhir Iqbal mengatakan, padahal saat ini pasar untuk ekspor hortikultura apalagi negara agraris seperti indonesia sangat terbuka lebar dan sangat berpeluang tinggi.

Harapannya peluang ini tidak hilang begitu saja, Pemerintah bisa menggandeng para pengusaha untuk mencari solusi terbaik dalam mendata lahan dan menentukan varietas agar bisa menghasilkan holtikultural skala besar yang akhirnya bisa meningkatkan ekspor dan daya saing produk holtikultural Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya