Liputan6.com, Jakarta PT SiCepat Ekspres Indonesia tengah jadi sorotan, setelah dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK massal terhadap ratusan kurir.
Menurut laporan yang beredar di media sosial, aksi pemecatan ini dilakukan agar perusahaan tidak membayar pesangon dan hak-hak lainnya.
Liputan6.com sendiri sudah berkali-kali meminta konfirmasi terhadap SiCepat atas isu tersebut, namun belum mendapat tanggapan sampai berita ini naik.
Advertisement
Di sisi lain, Pakar Hukum dan Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Airlangga Hadi Subhan mengatakan, PHK sebenarnya sah-sah saja dilakukan suatu perseroan, asal memenuhi dua syarat.
"PHK bisa saja dilakukan oleh perusahaan manapun, tapi harus memenuhi dua syarat. Pertama, ada alasan yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan," ujar Hadi kepada Liputan6.com, Selasa (15/3/2022).
Dalam hal ini, Hadi coba mengacu pada Pasal 154 A UU Cipta Kerja bagian Ketenagakerjaan. Di situ disebutkan, PHK dapat terjadi salah satunya karena alasan; perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, atau pengusaha tidak bersedia menerimanya.
Efisiensi
Alasan berikutnya, perusahaan melakukan efisiensi baik diikuti/tidak diikuti penutupan yang disebabkan mengalami kerugian. Berikutnya, perusahaan tutup karena mengalami kerugian selama 2 tahun berturut-turut.
Kemudian, perusahaan tutup karena keadaan memaksa (force majeur), perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang, perusahaan pailit, dan adanya permohonan PHK yang diajukan langsung oleh pekerja/buruh.
Syarat kedua, Hadi melanjutkan, perusahaan tetap wajib membayarkan pesangon dan hak lainnya yang telah tertera di dalam kontrak kerja.
"Kedua, hak normatif pekerja harus dibayar, seperti pesangon dan lain-lain," kata Hadi.
Advertisement