Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi dunia tengah menghadpai banyak guncangan. Seluruh negara harus bahu membahu untuk menghadaapi goncangan tersebut. Hal tersebut diungkap oleh Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Sri Mulyani dalam halal bihalal IAEI, Jakarta, Jumat (10/6/2022).
Di Indonesia, Sri Mulyani mengajak pakar ekonomi Islam mencari solusi menekan dampak resiko global terhadap perekonomian Indonesia. "Imbas global yang biasanya menimbulkan guncangan yang tidak mudah, bisa segara dan cepat sekali menghapus berbagai capaian kemajuan," kata Sri Mulyani.
Baca Juga
Banyak negara mengalami side back dari sisi pengurangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja. Di mana sebelumnya, kedua kondisi ini sudah berhasil ditangani dengan baik dan perlahan.
Advertisement
"Kami berharap para ahli ekonomi di bidang ekonomi syariah yang memiliki kemampuan analitycal di bidang makroekonomi hingga dari sisi critical thinking, untuk bisa memecahkan masalah ekonomi tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia," katanya.
Menteri Keuangan itu menegaskan, critical thinking diperlukan agar ikatan ekonomi Islam memiliki peran yang makin nyata dan terbukti bisa memberikan solusi bagi perekonomian. Meski demikian, dalam dua tahun terakhir perekonomian Indonesia berhasil dipertahankan dalam posisi positif.
"Kondisi perekonomian Indonesia dan penanganan Covid-19 relatif baik. Pertumbuhan ekonomi berhasil dipertahankan 5 persen, ini pemulihan yang sangat baik dimana situasi global semakin meningkat resikonya," tandas dia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bank Dunia Pangkas Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,9 Persen
Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global dan memperingatkan banyak negara dapat jatuh ke dalam resesi, karena ekonomi tergelincir ke dalam periode stagflasi seperti di era tahun 1970-an.
Dilansir dari CNBC International, Rabu (8/6/2022) laporan terbaru Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospects mengatakan bahwa ekspansi ekonomi global diperkirakan turun menjadi 2,9 persen tahun ini dari 5,7 persen pada 2021.
Angka tersebut 1,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan 4,1 persen pada Januari.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan berada di sekitar level tersebut hingga tahun 2023 dan 2024.
Sementara inflasi tetap di atas target di sebagian besar ekonomi, menurut laporan Bank Dunia, menunjuk pada risiko stagflasi.
Perang Rusia-Ukraina dan lonjakan harga komoditas yang diakibatkannya telah memperparah kerusakan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 pada ekonomi global, yang menurut Bank Dunia sekarang memasuki apa yang mungkin menjadi "periode pertumbuhan lemah yang berlarut-larut dan inflasi yang meningkat".
"Perang di Ukraina, lockdown di China, gangguan rantai pasokan, dan risiko stagflasi memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari," kata Presiden Bank Dunia David Malpass.
Laporan Bank Dunia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju akan melambat tajam menjadi 2,6 persen tahun ini dari 5,1 persen pada 2021, dan bakal semakin melambat menjadi 2,2 persen pada tahun 2023 mendatang.
Adapun ekspansi di pasar negara berkembang dan ekonomi negara berkembang yang juga diproyeksikan turun menjadi 3,4 pesen pada tahun 2022 dari 6,6 persen pada tahun 2021.
Angka itu jauh di bawah rata-rata tahunan sebesar 4,8 persen dari tahun 2011 hingga 2019.
Penurunan itu datang karena inflasi terus meningkat baik di negara maju dan berkembang, mendorong bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter dan menaikkan suku bunga untuk menahan lonjakan harga.
Advertisement
OECD Ramal Ekonomi Global Cuma Tumbuh 3 Persen
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menjadi lembaga internasional terbaru yang memangkas prediksi untuk pertumbuhan ekonomi global tahun ini. Pemangkasan dilakukan karena kebijakan nol-Covid-19 di China dan perang Rusia-Ukraina berdampak pada harga energi dan pangan.
Tetapi OECD mengecilkan kemungkinan periode berkepanjangan yang disebut stagflasi.
Dilansir dari CNBC International, Kamis (9/6/2022) OECD memperkirakan bahwa PDB global hanya akan tumbuh 3 persen pada 2022, turun 1,5 persentase dari proyeksi pada Desember 2021.
"Invasi di Ukraina, bersama dengan penutupan di kota-kota besar dan pelabuhan di China karena kebijakan nol-Covid-19, telah menghasilkan serangkaian guncangan baru yang merugikan," kata organisasi yang berbasis di Paris itu dalam prospek ekonomi terbarunya.
Perang Rusia-Ukraina memicu penurunan besar pada ekonomi global, tetapi kebijakan nol-Covid-19 di China - strategi yang digunakan Beijing untuk mengendalikan Virus Corona dengan lockdown yang ketat, juga menjadi hambatan pada pertumbuhan global mengingat pentingnya peran negara itu dalam rantai pasokan internasional dan konsumsi secara keseluruhan.
OECD mengatakan dalam laporannya pada Rabu (8/6) bahwa penurunan peringkat, sebagian, "mencerminkan penurunan yang mendalam di Rusia dan Ukraina."
"Tetapi pertumbuhan akan jauh lebih lemah dari yang diharapkan di sebagian besar negara ekonomi, terutama di Eropa, di mana embargo impor minyak dan batu bara dari Rusia dimasukkan dalam proyeksi untuk 2023," ungkap organisasi tersebut.