Sederet Tantangan UMKM Indonesia Go Digital

Bank Indonesia memproyeksikan nilai transaksi e-commerce pada 2022 sebesar Rp 526 triliun.

oleh Tira Santia diperbarui 15 Jun 2022, 19:45 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2022, 19:45 WIB
Halal Park Senayan
Pengunjung melihat produk UMKM dari Rumah Kreatif BUMN (RKB) binaan BNI saat Launching Halal Park di Senayan Jakarta, Selasa (16/4). Halal Park yang akan bertransformasi menjadi Halal Distrik didesain menjadi ekosistem bagi pelaku industri gaya hidup halal di Tanah Air. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data rekapitulasi internal Kementerian Koperasi dan UKM, Juni 2022 tercatat jumlah pelaku UMKM terhubung dengan ekosistem digital mencapai 19 juta UMKM.

Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memproyeksikan nilai transaksi e-commerce pada 2022 sebesar Rp526 triliun.

Dikutip dari bahan KemenkopUKM, Rabu (15/6/2022), belum ada kategori/label khusus untuk membedakan UMKM reseller/produsen pada e-commerce.

Berdasar hasil pengamatan sebagian besar profil UMKM yang menggunakan platform e-commerce untuk berjualan adalah reseller. Dimana 90 persen dari barang yang dijual di e-commerce adalah barang impor.

Saat ini beberapa media sosial yang merupakan platform digital di luar e-commerce juga sudah membuka fitur jual-beli/marketplace, dan belum teridentifikasi sebagai socio commerce, bagian dari PPMSE.

Dalam pengembangan UMKM go digital tentunya tak terlepas dari tantangan dan permasalahan, diantaranya pernah terjadi praktik crossborder ilegal terjadi di e-commerce.

Contohnya fenomena Mr. Hu sempat viral di 2021. Simulasi atas laporan ini menunjukkan dari dari 1 SKU saja negara berpotensi dirugikan lebih kurang Rp 14 miliar.

Kemudian, adanya crossborder ilegal juga berdampak terjadinya predatory pricing. Yaitu, Produk UMKM Indonesia dengan harga lebih tinggi jadi sulit bersaing karena pelaku predatory pricing cenderung memiliki kemampuan manufaktur dan modal lebih kuat.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sebaran Barang Palsu

Kios Jakpreneur untuk UMKM di Stasiun Tebet
Kios milik pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di kawasan terpadu Stasiun Tebet, Jakarta, Sabtu (6/11/2021). Dinas PPKUKM Provinsi DKI Jakarta menyediakan 72 kios untuk UMKM yang telah bergabung menjadi anggota Jakpreneur. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Permasalahan selanjutnya, maraknya sebaran barang palsu pada PPMSE juga patut diwaspadai. Laporan Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy memasukkan tiga lokapasar yang beroperasi di Indonesia (dari 42 secara global) dalam daftar pengawasan terkait penjualan atau penyediaan barang palsu & aktivitas pembajakan.

KemenkopUKM mencatat tingkat literasi digital Indonesia berdasarkan Indeks Literasi Digital tahun 2021 termasuk ke dalam kategori sedang dengan skor indeks 3,49.

Pilar Digital Culture merupakan pilar dengan skor tertinggi, sedangkan pilar Digital Safety adalah pilar paling rendah. Di sisi lain, UMKM yang adalah 99 persen pelaku usaha di Indonesia juga didominasi oleh pelaku Usaha Mikro.

Tantangan lainnya terkait akselerasi pemerataan akses internet di seluruh Indonesia sebagai fondasi ekonomi digital Indonesia. Berdasarkan data Kominfo tahun 2021 lebih kurang ada sebanyak 12.500 desa di Indonesia belum mendapatkan akses jaringan internet 4G.

Penggunaan internet masih terpusat di Pulau Jawa (43,92 persen), Sumatra(16,63 persen), Sulawesi (5,53 persen) Kalimantan (4,88 persen), Nusa Tenggara (2,71 persen), Papua (1,38 persen), Bali (1,17 persen), dan Maluku (0,81 persen).

 

 

 

Belajar dari India

FOTO: Mengunjungi Pameran Produk UMKM dalam Program Bangga Buatan Indonesia
Pengunjung memilih produk UMKM pada acara In Store Promotion di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (18/11/2020). Sektor UMKM mendapat perhatian serius dari pemerintah untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dan menopang pertumbuhan ekonomi di masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Value e-commerce di India diperkirakan naik 1200 persen dalam 10 tahun (2016-2026), karena tingginya transaksi ecommerce. Permasalahan dalam e-commerce di India seperti COD, tingginya retur dan refund, dan pembatalan pesanan karena keterlambatan.

Tantangan ini kemudian disolusikan oleh Flipkart, Flipkart adalah e-commerce No. 1 di India (diakuisisi oleh Walmart USD 16 Miliar). Kesuksesan Flipkart memberikan diskon besar, harga murah dengan review konsumen baik, pengiriman kilat, dan market analytics.

Dari sisi regulasi di India tentang e-commerce yang bersifat holistik mengatur tentang Perlindungan data pribadi konsumen, pembatasan kewenangan investor asing, memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di India bagi perusahaan ritel asing, penutupan ritel online asing dari investasi asing, pembatasan kewenangan platform dengan model bisnis marketplace, ketentuan mengenai cross border (semua produk dari luar negeri harus melalui kepabeanan), dan pembuatan platform ritel e-commerce khusus bagi pelaku UMKM.

Berdasarkan analisa kumpulan regulasi terkait e-commerce di India, India lebih memiliki fokus pengaturan tentang data untuk melindungi baik konsumen dan produsen. 

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya