Pengusaha Sawit Desak Pemerintah Cabut DMO dan DPO: Itu Kebijakan Perkosaan

Seharusnya kegiatan ekspor sawit tidak boleh ada hambatan. Karena Indonesia pada dasarnya merupakan eksportir sawit terbesar di dunia.

oleh Tira Santia diperbarui 01 Agu 2022, 17:30 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2022, 17:30 WIB
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga dalam Diskusi Virtual : Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Goreng Bagi Petani Swadaya, Senin (1/8/2022).
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga dalam Diskusi Virtual : Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Goreng Bagi Petani Swadaya, Senin (1/8/2022).

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, pemerintah lebih baik mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Alasannya, kedua kebijakan ini menghambat ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya.

Hal itu disampaikan Sahat dalam Diskusi Virtual : Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Goreng Bagi Petani Swadaya, Senin (1/8/2022).

"Ekspor harus no barrier. DMO dan DPO hapus, enggak usah malu. Di Indonesia DMO berhasil, iya hanya untuk batu bara. Karena gampang, pemainnya cuma PLN meski perusahaan tambangnya banyak. Jadi bisa gampang dikontrol. Pakai kebijakan yang civilized, yaitu tarif. Kalau DMO itu perkosaan," kata Sahat.

Hal senada juga disampaikan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono. Ia mengatakan seharusnya kegiatan ekspor sawit tidak boleh ada hambatan. Karena Indonesia pada dasarnya merupakan eksportir sawit terbesar di dunia.

“Saya setuju bahwa ekspor itu tidak boleh ada hambatan, karena kita sebenarnya eksportir harus surplus. Ekspor kita harusnya lancar dan besar,” kata Joko.

Menurutnya, untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri, Pemerintah hanya perlu fokus supaya ketersediaan untuk kelompok masyarakat tertentu saja.

"Kita nggak boleh ada hambatan. Soal bagaimana meng-address 2,5 juta ton minyak goreng untuk kelompok targeted dan limited ini, semestinya yang paling bisa terjamin sustain itu adalah subsidi. Karena kalau subsidi itu pasti jumlah dan mekanismenya," ujar Joko.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Butuh Bauran Kebijakan

Potret Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh
Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Kendati begitu, pemerintah juga jangan terlalu fokus untuk meningkatkan laju ekspor minyak sawit dan turunannya. Sebab, apabila tidak dilengkapi dengan kebijakan yang tepat, maka ekspor yang berlebihan justru akan menjadi masalah baru.

Oleh karena itu, kebijakan yang ditetapkan pemerintah harus tepat agar bisa menjaga ketersediaan minyak goreng bagi kelompok masyarakat dengan harga yang terjangkau.

"Dibutuhkan bauran kebijakan yang tepat. Karena, DMO yang selama ini dijadikan instrumen ketersediaan minyak goreng di dalam negeri belum optimal dan justru menjadi constraint (kendala) bagi ekspor. Di sini kompleksitas DMO,” ujarnya.

Joko menilai, justru kebijakan DMO yang berlaku saat ini memicu masalah yang rumit karena menerapkan ketentuan traceability compliance yang dipengaruhi besar oleh distribusi minyak goreng.

"Padahal, ini bukan tanggung jawab eksportir. Jadi ada 2 hal terpisah, menyangkut distribusi minyak goreng ke konsumen dan ekspor. Akibatnya, timbul ketidakpastian di distribusi dan izin ekspor. Karena itu, menurut saya, yang harus jadi fokus pemerintah adalah ketersediaan minyak goreng bagi kelompok masyarakat sasaran (berpendapatan rendah)," tutup Joko.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Cabut DMO dan DPO Sawit, Mendag Minta Ini ke Pengusaha Minyak Goreng

Potret Pekerja Perkebunan Kelapa Sawit di Aceh
Seorang pekerja mengangkut cangkang sawit di atas rakit di sebuah perkebunan sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan berencana akan mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

Namun syaratanya, pengusaha industri minyak goreng harus berkomitmen mampu menyediakan minyak goreng bagi masyarakat dengan harga terjangkau.

"Asal pengusaha komit untuk memenuhi dalam negeri minyak curah itu minyak kemasan. Asal ada komitmen dan pasti tidak melanggar untuk kepentingan bersama saya pertimbangkan DMO-DPO dicabut, kalau tidak kan nanti susah lagi," kata Mendag Zulkifli saat pelepasan ekspor produk baja di Cikarang Barat, Bekasi, Selasa (26/7/2022).

Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan pertemuan dengan pengusaha industri sawit untuk membicarakan lebih lanjut terkait rencana pencabutan DMO dan DPO.

"Saya usahakan untuk daring kita akan rapat diatur Sekjen, asal komitmennya kuat kesepakatan gentlemen agreement. Repot juga dagang minyak diatur, diamistrasikan, salah dihukum repot juga," ujarnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, Mendag Zulkifli Hasan meminta pelaku usaha minyak goreng untuk terlebih dahulu memenuhi komitmen yang diutarakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Memang, Pak Menteri itu berangan-angan untuk mencabut DMO sawit. Tetapi ada komitmen dari pelaku usaha. Komitmennya itu lah yang ditunggu Pak Menteri, untuk memastikan apa yang diarahkan Presiden itu, pastikan pasokan di dalam negeri ada dulu," ujarnya.

 

Tunggu Komitmen

Untuk penerapan pencabutan DMO dan DPO sendiri, kata Oke, menunggu kepastian dan komitmen dari para pelaku industri minyak goreng.

Tujuannya untuk memastikan arahan Presiden yaitu memprioritaskan rakyat, sediakan harga minyak goreng dengan harga terjangkau. Jika itu sudah terwujud, maka tidak ada lagi DMO.

Untuk diketahui, petani sawit telah kirimkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berisi beberapa permintaan, mulai dari pencabutan kewajiban DMO hingga penghapusan pungutan ekspor (PE).

Surat ini disampaikan oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) kepada Jokowi pada Kamis (14/7/2022). Dalam surat tersebut, terdapat 5 saran kepada pemerintah demi keberlanjutan kesejahteraan para petani dan buruh sawit.

infografis journal
infografis 10 Daerah Penghasil Kelapa Sawit Terbesar di Indonesia pada 2021. (Liputan6.com/Tri Yasni).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya