Tarif Ojol Bakal Naik, Pengamat: Ojek Bukan Angkutan Umum

Pemerintah menetapkan tarif ojek online (ojol) mulai 29 Agustus 2022.

oleh Tira Santia diperbarui 31 Agu 2022, 11:29 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2022, 11:29 WIB
Ojek Online Gunakan Pelindung Pembatas Antar Penumpang
Driver Grab Bike mengenakan Grab Protect pelindung yang membatasi antara pengemudi dan penumpang saat diluncurkan di Jakarta, Selasa (9/6/2020). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menetapkan tarif baru transportasi online atau ojek online (ojol) mulai 29 Agustus 2022. Kenaikan tarif ojek online ini berlaku bagi penumpang atau pengiriman makanan maupun barang. 

Kenaikan tarif ojol ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) Nomor 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.

Keputusan Menteri Perhubungan ini ditetapkan pada tanggal 4 Agustus yang lalu. Kemudian pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan ini dimulai paling lambat 25 hari kalender sejak KM tersebut ditetapkan atau tepatnya pada tanggal 29 Agustus 2022. 

Namun, diketahui bersama ojol sendiri bukan termasuk kendaraan umum melainkan kendaraan milik pribadi. Lantas, bisakah pemerintah memiliki kewenangan menetapkan tarif kendaraan ini?

Menanggapi, pengamat transportasi Djoko Setijowarno, turut membenarkan perihal posisi ojol yang saat ini masih merupakan kendaraan pribadi bukan umum. Oleh karena itu, Pemerintah dinilai akan mengalami kesulitan dalam  jika mau mengatur tarif ojol menggunakan otoritasnya.

"Ojek tidak diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kemenhub tidak memiliki kewenangan menetapkan tarif. Kemenhub dapat 'membantu membuat aplikasi operasional ojol'," kata Djoko kepada Liputan6.com, Rabu (31/8/2022).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kewenangan Daerah

Ojek Online Gunakan Pelindung Pembatas Antar Penumpang
Driver Grab Bike mengenakan Grab Protect pelindung yang membatasi antara pengemudi dan penumpang saat diluncurkan di Jakarta, Selasa (9/6/2020). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurutnya, langkah selanjutnya setelah Kemenhub membantu membuat aplikasi operasional ojol, aplikasi tersebut diserahkan ke daerah untuk dijalankan masing-masing daerah. Misal, di Kab. Asmat sudah menyelenggarakan operasional ojek.

"Aplikasi adalah alat bantu 'komunikasi dan transaksi' penumpang dan driver ojol," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah telah menentukan aturan tarif terbaru berlaku di tiga zonasi, yakni Sumatera-Jawa (selain Jabodetabek), Jabodetabek, dan Kalimantan-Sulawesi-Maluku- Nusa Tenggara-Papua.

Sesuai peraturan baru Kemenhub tersebut, komponen biaya pembentuk tarif terdiri dari Biaya Langsung dan Tidak Langsung. Dimana Biaya Langsung yaitu biaya yang dikeluarkan oleh mitra pengemudi dan sudah termasuk profit mitra pengemudi. 

Serta Biaya Tidak Langsung yaitu berupa biaya sewa penggunaan aplikasi perusahaan aplikasi paling tinggi 20 persen.


Kemenhub Tak Punya Wewenang Naikan Tarif Ojol

Aturan Ojek Online Terbaru Resmi Dirilis
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di Senayan, Jakarta, Selasa (19/3). Kemenhub mengeluarkan Permen No.12 tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Wacana kenaikan tarif ojol (ojek online) terus mengemuka, meskipun Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada akhirnya masih menunda rencana kebijakan tersebut seiring dengan banyaknya protes yang dilayangkan masyarakat.

Kendati begitu, pengamat sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, Kemenhub tak punya otoritas dalam mengatur tarif ojol.

Alasannya, sesuai aturan yang sudah ada, ojek dan sepeda motor termasuk sebagai sarana angkutan umum, tapi lebih kepada angkutan lingkungan.

"Ojek tidak diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kemenhub tidak memiliki kewenangan menetapkan tarif," kata Djoko kepada Liputan6.com, Rabu (31/8/2022).

Djoko lantas menyinggung kebijakan Kemenhub pada masa awal menjamurnya ojol, yang melarang seluruh ojek berbasis daring beroperasi karena tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.

Aturan ini tertuang dalam Surat Pemberitahuan yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan Nomor: UM.3012/1/21/PBH/2015.


Pemerintah Melunak

Ratusan Pengemudi Ojek Online Geruduk Gedung DPR
Pengemudi ojek online yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional melakukan longmarch untuk menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (29/8/2022). Ratusan pengemudi ojek online tersebut menuntut beberapa hal di antaranya payung hukum dan legalitas profesi ojek online serta revisi potongan komisi pendapatan mitra. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Namun, pemerintah pada akhirnya melunak dan memperbolehkan ojol beroperasi. Meskipun secara aturan, ojek atau transportasi roda dua bukan termasuk ke dalam jenis kendaraan untuk transportasi umum.

"Padahal secara aturan ojek adalah kearifan lokal seperti becak, andong, dokar," ujar Djoko.

Menurut dia, pengaturan ojol seharusnya jadi wewenang pemerintah daerah (pemda) saja. Dalam hal ini, Kemenhub disebutnya dapat membantu membuatkan aplikasi operasional ojol.

"Selanjutnya, aplikasi tersebut diserahkan ke daerah untuk dijalankan masing-masing daerah. Kabupatwn Asmat (Papua) sudah menyelenggarakan operasional ojek," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya