Liputan6.com, Jakarta Ketua Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) Suhat Miyarso optimis pertumbuhan Industri plastik masih akan tumbuh meski dibayangi fluktuasi harga minyak dan tahun politik. Kampanye dan beberapa sektor akan tumbuh, terutama di industri mamin (packaging).
“Musim kampanye itukan banyak event mudah mudahan mamin akan naik. Kalau kita lihat paparan Bank Mandiri. Indonesia itu lebih banyak dari sektor mamin. Industri polimer bahan jadi plastik harus menyiapkan moment tersebut optimis tahun depan daya beli cukup bagus. Pulau Jawa dan Bali. Pertumbuhan kita sedikit koreksi 4,2 persen sampai akhir tahun dari dampak kenaikan harga bbm,” ungkapnya di Jakarta, kemarin.
Menurut Suhat kenaikan harga BBM di dalam negeri itu yang menjadi masalah, karena kita harus hitung ulang berapa kontribusi kenaikan harga BBM terhadap harga jual kita, kalau di Pulau Jawa tidak terlalu signifikan. Karena antara kenaikan dan volume pasokan masih cukup imbang.
Advertisement
"Nah di luar Jawa ini yang menjadi masalah harga naik tapi volume tidak ada. Jadi kita harus itung ulang berapa kontribusinya apakah 20-30 persen dari harga jual," tuturnya.
Suhat menilai, fluktuasi harga minyak dunia dalam industri petrokimia merupakan hal biasa.
"Karena raw material kita turunan dari minyak dan siklus harga minyak biasanya 2 kali naik 2 kali turun dalam 1 tahun. Memang kalau kita lihat bulan ini trennya turun dan nanti akan naik di Desember-Januari akan naik lagi harga polimer karena demand untuk minyak akan beralih ke permintaan energi berbarengan dengan musim dingin di eropa. Saat ini harga minyak sudah level 90 dan ini tidak terlalu pengaruh di hulu,” jelas Suhat.
Industri Plastik
Sementara itu, Sekertaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiono mengatkan industri plastik packaging akan terus tumbuh sepanjang 2022. Saat ini industri hilir plastik sudah meningkat sekitar 85 persen.
“Kondisi kemasan plastik ini sudah mulai bagus, secara demand dalam negeri mendekati pulih. Tetapi industri hilirnya cukup bagus sudah mendekati 85 persen,” ungkapnya.
Fajar mengatakan, sebelumnya penggunaan tersier packaging didominasi oleh barang-barang kesehatan. Namun saat ini, sudah mulai didominasi oleh sektor pertanian dan infrastruktur sudah mulai meningkat. Menurutnya ini sudah menunjukkan adanya perbaikan seiring dengan pemulihan ekonomi.
Bahkan saat ini permintaan dari produk kemasan dari sektor lainnya seperti makanan-minuman hingga kemasan pun meningkat karena dipergunakan untuk packaging paket belanja online.
“Tren online delivery sedang meningkat, bahkan meningkat dari pertengahan 2020 sampai awal 2022 ini, sehingga kebutuhan kemasannya juga tinggi. Adapun, saat ini, utilitas rata-rata pabrik kemasan di sektor hulu sudah berada di kisaran 95 persen.
Advertisement
Permintaan
Fajar optimis, utilitas pabrik kemasan tetap berada di level yang tinggi mengingat permintaan kemasan akan terus meningkat sampai akhir tahun.
Meski diyakini bisnis kemasan plastik akan terus tumbuh, Fajar kurang setuju jika pemerintah terburu-buru menerapkan pajak karbon, cukai plastik maupun minuman berpemanis. Sebab, momentum pemulihan ekonomi yang saat ini mulai membaik, akan terganggu dengan adanya kebijakan tersebut.
“Jangan sampai saat industri plastik ini mulai membaik dan pemulihan ekonomi juga mulai membaik malah terganggu dengan adanyapenerapan regulasi yang menghambat. Pemerintah harus membuat pilihan, padahal harga komoditas kita sedang bagus-bagusnya,” kata Fajar.
Dengan begitu, Fajar meminta agar pemerintah mempertimbangkan sumber penerimaan lain, selain juga terus menggenjot pemulihan ekonomi agar daya beli masyarakat mulai pulih dan meningkat kembali.