Resesi Global Kian Dekat, Bos IMF Desak Dunia Bertindak

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyatakan, di tengah pandangan global yang semakin gelap, risiko resesi semakin meningkat.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Okt 2022, 11:25 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2022, 10:45 WIB
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Dok: Twitter @KGeorgieva

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mendesak para pembuat kebijakan global untuk mengambil tindakan guna meredam risiko resesi global.

Dikutip dari Channel News Asia, Jumat (7/10/2022) dalam pidato menjelang pertemuan tahunan IMF pekan depan, Georgieva mengatakan bahwa saat ini sangat penting untuk menstabilkan ekonomi global dengan mengatasi tantangan yang paling mendesak, termasuk inflasi yang merajalela.

Akan tetapi, Georgieva juga memperingatkan proses tersebut tidak akan mudah dan mengakui bahwa jika bank sentral bergerak terlalu agresif untuk menekan tekanan harga, hal itu bisa memicu penurunan ekonomi yang "berkepanjangan".

"Ini tidak akan mudah, dan upaya itu tidak akan dilalui tanpa rasa sakit dalam waktu dekat," kata Georgieva dalam pidatonya di Georgetown University.

"Di tengah pandangan global yang semakin gelap ... risiko resesi meningkat," bebernya, mencatat bahwa sepertiga negara diperkirakan akan mengalami setidaknya dua perempat kontraksi.

Georgieva juga mengatakan, "Bahkan ketika pertumbuhan positif, masih akan terasa seperti resesi." Menurut dia, hal ini dikarenakan lonjakan harga pangan dan energi yang mengikis pendapatan.

IMF pun kembali menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global 2023 mendatang, dalam laporan yang akan diterbitkan pekan depan untuk pertemuan tahunan.

"Dalam waktu kurang dari tiga tahun kita akan hidup melalui guncangan, setelah guncangan lainnya," ujarnya.

IMF Peringatkan Dampak Pengetatan Kebijakan Moneter pada Masyarakat Rentan

Logo IMF
Logo IMF (Foto: aim.org)

Georgieva menekankan perlunya kebijakan fiskal untuk membantu masyarakat yang paling rentan, tetapi juga memperingatkan bahwa upaya harus ditargetkan "dengan fokus tajam pada rumah tangga berpenghasilan rendah", untuk menghindari tindakan melawan kebijakan moneter saat ini.

"Pengetatan yang tidak cukup memang akan menyebabkan inflasi mengakar, tetapi bank sentral bergerak terlalu banyak dan terlalu cepat--dan melakukannya dengan cara yang sinkron di seluruh negara--dapat mendorong banyak ekonomi ke dalam resesi yang berkepanjangan," jelas Georgiva.

Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari lebih dari 180 negara akan berkumpul pekan depan di Washington untuk pertemuan langsung pertama bersama Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia sejak 2019, sebelum pandemi Covid-19.

Pertemuan itu datang saat ekonomi global menghadapi masa sulit, dengan sebagian besar pandemi yang sudah terkendali, tetapi melonjaknya harga dan kenaikan suku bunga serta menghambatnya pemulihan.

Wapres: Resesi Global Kian Dekat, Negara Berkembang Harus Bersiap

Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Siap-siap, resesi global tak bisa dihindari. Hal tersebut diungkap oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin dalam acara Indonesia Sharia Economic Festival 2022 di JCC Senayan, Kamis (6/10/2022).

Wapres mengatakan, negara berkembang harus bersiap menghadapi resesi global. Peluang terjadinya resesi global kian besar setelah sejumlah bank sentral ramai-ramai menaikkan suku bunga acuan untuk menghadapi lonjakan inflasi.

"Ancaman resesi dan sinyal kelesuan ekonomi global semakin menguat, bahkan banyak Bank Sentral merespons dengan menaikkan suku bunga acuan guna menahan laju inflasi," katanya dalam acara Indonesia Sharia Economic Festival 2022 di JCC Senayan, Kamis (6/10/2022).

Wapres Ma'ruf mencontohkan, peluang besar terjadinya resesi global tercermin dari persoalan yang sama dialami banyak negara. Yakni, mulai dari krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan yang menyelimuti semua negara.

"Pemulihan yang tengah kita perjuangkan saat ini masih berhadapan dengan realita (ekonomi) global yang murung. Krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan menjadi awan gelap yang menyelimuti semua negara," tekannya.

Meski begitu, posisi ekonomi Indonesia tengah diuntungkan atas kenaikan beberapa komoditas hingga terjaganya tren pemulihan ekonomi nasional.

Selain itu, kinerja ekonomi syariah yang semakin menguat telah memberi daya dukung bagi stabilitas ekonomi nasional, karena teruji dalam melewati siklus ekonomi. Hal ini ditandai dengan terus membaiknya peringkat ekonomi syariah dikancah internasional.

Ekonomi syariah juga dapat diandalkan untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan. Ini karena ekonomi syariah bertumpu pada sektor riil sehingga berperan penting dalam pengamanan pasokan nasional.

"Kita patut bersyukur karena peringkat ekonomi dan keuangan syariah Indonesia di tingkat global sangat baik. Hal ini bisa kita capai karena adanya sinergi erat di antara semua pemangku kepentingan, tidak terkecuali Bank Indonesia," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya