Liputan6.com, Jakarta - Departemen Keuangan Amerika Serikat mengatakan, ekonomi Asia bakal berjalan dengan baik dalam menghadapi tantangan resesi ekonomi tahun depan.
Hal itu disampaikan Departemen Keuangan AS setelah Pertemuan Menteri Keuangan APEC di Thailand pekan lalu.
Baca Juga
Dikutip dari CNBC International, Senin (24/10/2022) Wakil Menteri Keuangan AS Wally Adeyemo menyebutkan, terlepas dari kelesuan ekonomi di China dan negara ekonomi terbesar, Asia berada dalam posisi yang baik untuk mengatasi penurunan.
Advertisement
Seperti diketahui, sejumlah mata uang Asia telah jatuh terhadap dolar AS karena Federal Reserve terus menaikkan suku bunga dalam upaya meredam inflasi.
Pekan lalu, yen Jepang melemah melewati 150 terhadap dolar AS, menandai penurunan rendah pertama sejak Agustus 1990.
"Pada akhirnya, saya keluar dari APEC dengan perasaan bahwa ekonomi di kawasan ini memiliki alat untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi," kata Adeyemo dalam konferensi pers di Singapura pada Jumat (22/10).
"Menghabiskan waktu di Asia adalah pengingat terbaik dari vitalitas ekonomi kawasan serta meningkatnya sentralitasnya," sambungnya.
Sejalan dengan pertemuan Indo-Pacific Economic Framework, Ademoyo menghabiskan waktunya di Asia untuk bergerak memenuhi target AS yang lebih terintegrasi secara ekonomi dengan Asia.
Dia menambahkan bahwa undang-undang AS seperti CHIPS Act dapat membantu kawasan itu menghasilkan kegiatan ekonomi.
"Sederhananya, kami memposisikan AS untuk menjadi mitra ekonomi pilihan bagi negara-negara seperti Singapura dan lainnya yang telah bergabung dengan IPEF serta untuk ekonomi lain di dunia," pungkasnya.
Sebagai informasi, IPEF merupakan inisiatif kerja sama yang dipimpin AS terkait isu ekonomi dan perdagangan di kawasan Indo-Pasifik.
Adeyemo mengatakan dia telah berdiskusi dengan berbagai negara yang telah setuju untuk berpartisipasi dalam empat modul di antaranya adalah perdagangan, rantai pasokan, ekonomi bersih dan ekonomi yang adil.
Dibayangi Resesi Global, Ternyata IMF Masih Ramal Ekonomi Asia Tenggara Cerah
Dana Moneter Internasional pekan lalu mengatakan, rebound ekonomi yang kuat di Asia pada awal tahun ini telah kehilangan momentumnya karena tiga "tantang berat" yaitu, kenaikan suku bunga, perang di Ukraina dan dampak dari aktivitas ekonomi China yang lemah.
"Meskipun demikian, Asia tetap menjadi titik terang yang relatif dalam ekonomi global yang semakin meredup," kata IMF dalam laporan prospek terbarunya, dikutip dari CNBC International, Selasa (18/10/2022).
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia dan Pasifik sebesar 4 persen tahun ini dan 4,3 persen pada 2023 mendatang, dengan keduanya di bawah rata-rata 5,5 persen selama dua dekade terakhir.
Namun, angka itu masih lebih tinggi dari perkiraan IMF untuk Eropa dan Amerika Serikat.
IMF meramal pertumbuhan ekomi kawasan Eropa akan berada di angka 3,1 persen tahun ini dan 0, persen pada tahun 2023. Sedangkan untuk Amerika Serikat diproyeksi tumbuh 1,6 persen tahun ini dan hanya 1 persen tahun depan.
Secara keseluruhan, jalur Asia akan berbeda dari banyak negara maju seperti Eropa karena berfungsi sebagai “pengdiversifikasi berguna yang terisolasi sampai tingkat tertentu dari perjuangan yang dihadapi Eropa,” kata
Manajer Portofolio Fidelity, Taosha Wang dalam sebuah catatan pekan lalu menyebutkan, bahwa secara keseluruhan pertumbuhan Asia akan berbeda dari banyak negara maju seperti Eropa karena berfungsi sebagai "pengdiversifikasi yang terisolasi sampai tingkat tertentu dari perjuangan yang dihadapi Eropa".
"Ini menyiratkan lebih banyak ruang untuk kebijakan berorientasi pertumbuhan di kawasan, yang berbeda dari banyak bagian dunia lainnya di mana inflasi tinggi memaksa bank sentral untuk memperketat kondisi keuangan," beber Wang.
Advertisement
Pemulihan Kuat Asia Tenggara
Selain itu, IMF mengatakan bahwa Asia Tenggara kemungkinan akan menikmati tahun depan yang kuat.
Vietnam berkembang dari menjadi pusat upaya diversifikasi rantai pasokan sementara ekonomi Filipina, Indonesia, Malaysia dan India kemungkinan diramal akan tumbuh antara 4 persen dan 6 persen.
Pariwisata di Kamboja dan Thailand juga akan meningkat, IMF menambahkan.
Sejauh ini, ekspor dari negara ASEAN, yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam telah mengungguli Asia Utara dan kawasan lainnya, menurut DBS Bank. Harga komoditas yang lebih tinggi dan gangguan pasokan membantu eksportir seperti Indonesia.
Indeks manajer pembelian manufaktur di Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam “secara luas berdiri di zona ekspansi di atas 50 pada bulan September, kata analis DBS Chua Han Teng dan Daisy Sharma dalam sebuah catatan.
Hal itu menempatkan negara-negara ini lebih tinggi daripada negara-negara Asia lain seperti Korea Selatan dan Taiwan.