Alasan Pengusaha Gugat Aturan Upah Minimum 2023, Ingin Permenaker 18 Dibatalkan

Ada enam peraturan perundangan termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi yang dilanggar oleh Permenaker 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum 2023.

oleh Arief Rahman H diperbarui 28 Nov 2022, 20:57 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2022, 20:56 WIB
Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata
Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama 9 asosiasi lain akhirnya resmi menggugat aturan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum 2023 ke Mahkamah Agung.

Dalam gugatan Apindo mengenai upah minimum 2023 menyebutkan, ada 6 peraturan perundangan termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi yang dilanggar Permenaker 18 Tahun 2022.

Gugatan upah minimum pengusaha ini diungkapkan Denny Indrayana dari Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm yang menjadi kuasa hukum Apindo. Gugatan pembatalan Permenaker 18/2022 dilakukan pada Senin, 28 November 2022.

"Permohonan keberatan tersebut telah dibayarkan biaya perkaranya, dan tinggal menunggu proses administrasi di MA, sebelum disidangkan," ujar Denny dalam keterangannya, Senin (28/11/2022).

Dalam permohonan uji materinya, yang setebal 42 halaman, disertai 82 alat bukti, Denny menguraikan secara rinci dalil-dalil uji materiil dan formil mengapa Permenaker 18 Tahun 2022 harus dibatalkan MA.

Ada enam peraturan perundangan termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi yang dilanggar oleh Permenaker 18 Tahun 2022.

Keenam aturan tersebut Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”), Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja.

Lalu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, serta Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022.

"Pada intinya, INTEGRITY menegaskan bahwa Permenaker 18 Tahun 2022 menambah dan mengubah norma yang telah jelas mengatur soal upah minimum di dalam PP Pengupahan, sehingga Permenaker tersebut nyata-nyata bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi," ujarnya.

 

 

 

Tidak Berwenang

Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata
Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata

 

Denny menyebut Menteri Ketenagakerjaan tidak berwenang untuk mengambil alih otoritas Presiden untuk mengatur upah minimum yang sudah ada jelas didelegasikan pengaturannya ke dalam PP Pengupahan.

Apalagi pengubahan kebijakan melalui Permenaker 18 Tahun 2022 tersebut dilakukan mendadak tanpa sama sekali melibatkan para stakeholder.

Termasuk tanpa ada pembahasan dengan Dewan Pengupahan Nasional dan Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional. Kesemuanya menyebabkan dilanggarnya prinsip kepastian hukum, sekaligus menghadirkan ketidakpastian yang memperburuk iklim investasi nasional.

"Para Pemohon meminta kepada Mahkamah Agung untuk menunda pelaksanaan Permenaker 18 Tahun 2022, agar mengurangi ketidakpastian, dan memohon MA segera memutuskan pengujian tersebut yang sangat penting bagi kelangsungan usaha di tanah air," ungkapnya.

Dia menegaskan, pengajuan pembatalan Permenaker 18 tahun 2022 adalah ikhtiar para Asosiasi Pengusaha untuk menegakkan prinsip keadilan dalam berinvestasi, termasuk dalam penentuan upah minimum yang harus menyeimbangkan kepentingan semua pihak. Tidak terkecuali di antara pengusaha dan tenaga kerja, guna hadirnya kemitraan yang saling menghormati dan menguntungkan semua pemangku kepentingan.

Denny menuturkan, pihaknya ditunjuk menjadi kuasa hukum dari 10 asosiasi pengusaha. Yakni, Apindo, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), dan Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI).

Kemudian, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perhimpuman Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (HIPPINDO), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), serta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

 

Apindo Minta Kenaikan 2,6 persen

Ilustrasi Upah Minimum atau UMP.
Ilustrasi Upah Minimum atau UMP.

 

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta tetap meminta upah minimum provinsi (UMP) DKI naik 2,62 persen. Hal tersebut diungkapkan Apindo DKI setelah pemerintah provinsi (Pemprov) mengumumkan kenaikan UMP Jakarta 2023 sebesar 5,6 persen atau setara Rp4.901.798 pada Senin 28 November 2022.

"Kenaikan (UMP DKI 2023) sebesar 2,6 persen," kata Wakil Ketua Apindo DKI Jakarta Nurjaman.

Ia menegaskan, Apindo Jakarta tak mengacu kepada Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 untuk menentukan nilai UMP DKI 2023 seperti Pemprov. Nurjaman mengatakan, pihaknya mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tentang Pengupahan untuk menentukan nilai UMP DKI tahun depan.

"Apindo DKI tetap mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2022 (untuk menentukan nilai UMP DKI 2023)," tambah Nurjaman.

Meskipun demikian, Nurjaman belum mengungkapkan secara jelas apakah dia menolak atau menerima kenaikan UMP 2023 DKI sebesar 5,6 persen.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya