Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan, pada Desember 2022 terjadi inflasi sebesar 0,66 persen secara month to month (mtm), atau secara year on year pada Desember 2022 terjadi inflasi sebesar 5,51 persen.
Margo mengatakan terjadi kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 112,85 pada November 2022 menjadi 113,59 pada Desember 2022.
Baca Juga
"Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau (0,66 persen)," kata Margo dalam konferensi pers pengumuman, Senin (2/1/2023).
Advertisement
Kemudian, disusul oleh sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,12 persen, atau terjadi inflasi sebesar 0,63 persen. Selain itu, juga diikuti oleh sektor transportasi yang menyumbangkan terhadap inflasi 0,06 persen atau terjadi inflasi sebesar 0,45 persen.
Lebih lanjut, Margo menjelaskan, inflasi sebesar 0,66 persen jika dilihat dari penyumbang inflasi secara month to month terutama berasal dari beras, tarif air minum atau PAM, dan juga kenaikan harga telur ayam ras.
Pada Desember 2022 di 90 kota terjadi inflasi IHK, dan inflasi IHK tertinggi terjadi di Kota Bandung sebesar 2,04 persen, sedangkan inflasi terendah di kota Sorong sebesar 0,01 persen.
Perjalanan 2022
Di sisi lain, Margo menyatakan tahun 2022 bisa dijalani dengan baik. BPS pun merangkum beberapa peristiwa yang melatari tahun lalu, sebagai berikut, pertama, di Tahun 2022 pengendalian covid berjalan dengan baik, hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan sehingga timbul ketidakseimbangan antara suplai dengan demand dan ini bisa memicu Berapa harga komoditas.
"Kedua, kita tahu bahwa di Tahun 2022 di sana ada perang dan ketegangan geopolitik di sejumlah wilayah mendisrupsi rantai pasok dan memicu kenaikan harga pangan dan energi," ujarnya.
Advertisement
Capital Outflow
Ketiga, pengetatan sejumlah keuangan negara akibat tingginya inflasi di beberapa negara pemerintah Bank sentral menaikkan tingkat suku bunga yang akan berakibat pada Capital outflow terutama pada negara-negara berkembang.
Keempat, tekanan inflasi Global di tahun 2002 ini cukup tinggi dan ini tertinggi sejak 2008 ketika ekonomi dunia pada waktu itu mengalami resesi.