Liputan6.com, Jakarta - Preisiden Amerika Serikat, Donald Trump mengenakan tarif baru untuk barang impor dari sejumlah negara. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi perdagangan baru pemerintahannya yang bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dan menanggapi kebijakan dagang negara lain yang dianggap merugikan.
Trump membagikan sejumlah bagan di media sosial yang menunjukkan tarif yang dikenakan oleh negara lain terhadap produk AS. Dalam bagan tersebut, terdapat informasi mengenai tarif yang dikenakan masing-masing negara terhadap AS serta tarif baru yang akan diberlakukan oleh AS sebagai respons.
Advertisement
Baca Juga
Namun, Trump menegaskan bahwa angka tersebut tidak hanya mencakup tarif impor saja, melainkan juga hambatan perdagangan nonmoneter serta kebijakan yang dianggap sebagai bentuk manipulasi ekonomi.
"Kami akan mengenakan tarif sekitar setengah dari yang mereka kenakan kepada kami," ujar Trump dalam pengumuman yang disampaikan di Rose Garden, Gedung Putih, dikutip dari CNBC, Kamis (3/4/2025).
Keputusan Trump ini memicu reaksi dari sejumlah negara, termasuk China. Hal ini sekaligus menandai perang tarif antara Amerika Serikat dan China. Kedua negara saling mengenakan tarif tinggi bagi produk mereka. China telah mengumumkan sejumlah langkah balasan terhadap AS tak lama setelah Presiden Donald Trump menerapkan tarif 104 persen atas barang-barang asal China.
Selain menaikkan tarif tambahan atas barang impor asal AS menjadi 84 persen dari yang sebelumnya 34 persen yang berlaku mulai Kamis, 10 April 2025, China juga mengambil langkah tegas lainnya untuk membalas AS.
Lalu apa itu perang tarif?
Dikutip dari berbagai sumber, perang tarif merupakan konflik ekonomi antar negara yang ditandai dengan saling menaikkan tarif impor barang. Kondisi ini terjadi ketika dua negara atau lebih saling meningkatkan biaya impor barang dari satu sama lain, sebagai bentuk proteksi. Perang tarif ini biasanya dipicu oleh persaingan tidak sehat antara industri dalam negeri dan asing, yang berdampak luas pada perekonomian global.
Perang tarif dapat dijelaskan sebagai berikut: Negara A menaikkan tarif impor barang dari Negara B. Sebagai balasan, Negara B menaikkan tarif impor barang dari Negara A. Siklus ini berlanjut, mengakibatkan peningkatan harga barang dan berpotensi memicu konflik ekonomi yang lebih besar. Dampaknya, konsumen di kedua negara akan menanggung beban akibat harga barang yang melambung tinggi.Â
Dengan menaikkan tarif, barang impor menjadi lebih mahal, mendorong konsumen memilih produk lokal. Namun, strategi ini seringkali berujung pada eskalasi konflik dan dampak negatif yang lebih besar daripada manfaatnya.Â
Konsekuensi perang tarif sangat luas dan berdampak negatif pada perekonomian global. Salah satu dampaknya adalah kenaikan biaya produksi. Kenaikan tarif impor meningkatkan biaya bahan baku dan komponen produksi, mengurangi keuntungan produsen. Hal ini berdampak pada daya saing produk dan berpotensi mengurangi investasi.
Selain itu, perang tarif juga memicu inflasi. Kenaikan harga barang impor akan meningkatkan harga barang dan jasa di dalam negeri. Inflasi yang tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Konsumen juga akan menghadapi pengurangan pilihan barang di pasar karena beberapa produk impor menjadi terlalu mahal.
Perang tarif juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Gangguan rantai pasokan global dan penurunan perdagangan internasional akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Investor asing akan cenderung enggan berinvestasi di negara yang terlibat dalam perang tarif, karena ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan.
Terakhir, perang tarif dapat merusak hubungan diplomatik antar negara. Ketegangan ekonomi dapat berdampak pada hubungan politik dan kerjasama internasional di berbagai bidang. Perselisihan perdagangan yang tidak terselesaikan dapat menghambat kerja sama dalam isu-isu global lainnya.
Alternatif Penyelesaian Perselisihan Perdagangan
Meskipun perang tarif dapat memberikan perlindungan sementara bagi industri dalam negeri, dampak negatifnya terhadap perekonomian secara keseluruhan lebih besar. Oleh karena itu, solusi yang lebih baik adalah melalui negosiasi dan kerja sama internasional untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan secara damai dan adil.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berperan penting dalam menyelesaikan perselisihan perdagangan antar negara. WTO menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang memungkinkan negara-negara untuk menyelesaikan perselisihan melalui negosiasi, mediasi, atau arbitrase. Dengan demikian, diharapkan dapat menghindari eskalasi konflik dan dampak negatif yang lebih besar.
Selain WTO, kerjasama bilateral atau regional juga dapat menjadi alternatif penyelesaian perselisihan perdagangan. Negara-negara dapat melakukan negosiasi langsung untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Kerjasama regional seperti ASEAN atau Uni Eropa dapat membantu negara-negara anggota menyelesaikan perselisihan perdagangan melalui mekanisme regional.
Penting bagi negara-negara untuk memprioritaskan dialog dan negosiasi dalam menyelesaikan perselisihan perdagangan. Perang tarif hanya akan menimbulkan kerugian bagi semua pihak yang terlibat. Solusi yang berkelanjutan adalah melalui kerjasama dan kesepakatan yang saling menguntungkan, menciptakan lingkungan perdagangan yang adil dan terbuka bagi semua negara.
Â
Advertisement
China Siap Berjuang Sampai Akhir Lawan Ancaman Tarif Tambahan 50% dari Trump
Kementerian Perdagangan China mengatakan dengan tegas menentang ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. China berjanji untuk mengambil tindakan balasan guna melindungi hak dan kepentingannya sendiri.
Komentar China ini muncul setelah Trump mengatakan akan mengenakan bea tambahan 50% pada impor AS dari China pada hari Rabu, jika Beijing tidak mencabut tarif 34% yang dikenakannya pada produk AS pada minggu lalu.
"Ancaman Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan tarif pada China adalah kesalahan di atas kesalahan," tulis Kementerian Perdagangan China dalam keterangannya, dikutip dari CNBC, Selasa (8/4/2025).
"China tidak akan pernah menerimanya. Jika AS bersikeras dengan caranya sendiri, China akan berjuang sampai akhir."
Pada Jumat lalu, Kementerian Keuangan China mengumumkan tarif tambahan sebesar 34% untuk semua barang yang diimpor dari AS, mulai 10 April, sebagai balasan terhadap Trump yang mengenakan tarif baru sebesar 34% terhadap China.
Tarif menyeluruh tersebut menyusul dua putaran tarif sebelumnya sebesar 10%-15%, yang sebagian besar menargetkan produk pertanian dan energi yang diimpor dari AS.
Â
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
