Apa Itu Resesi Ekonomi? Pengertian, Penyebab, Dampak dan Solusi Menghadapinya

Pahami apa itu resesi ekonomi, penyebabnya mulai dari guncangan ekonomi hingga perubahan struktural, dampaknya terhadap masyarakat, dan perbedaannya dengan depresi ekonomi.

oleh Woro Anjar Verianty Diperbarui 11 Apr 2025, 09:30 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2025, 09:30 WIB
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Dalam perekonomian global yang saling terhubung saat ini, banyak orang bertanya-tanya apa itu resesi ekonomi dan bagaimana fenomena ini dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Resesi ekonomi merupakan suatu kondisi di mana aktivitas ekonomi mengalami perlambatan signifikan dalam periode waktu tertentu, ditandai dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut. Pemahaman mendalam tentang apa itu resesi ekonomi menjadi sangat penting bagi seluruh lapisan masyarakat, baik pelaku usaha, pekerja, maupun pemerintah untuk dapat mengantisipasi dan menyiapkan langkah-langkah strategis dalam menghadapinya.

Ketika membahas apa itu resesi ekonomi, para ahli ekonomi menjelaskannya sebagai periode penurunan aktivitas ekonomi yang stagnan dan berlangsung lama, mulai dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Fenomena ini ditandai dengan meningkatnya jumlah pengangguran, penurunan penjualan ritel, PDB yang negatif, serta kontraksi pendapatan dan manufaktur untuk jangka waktu yang lama. Dalam kondisi resesi ekonomi, sektor riil akan menahan kapasitas produksinya sehingga memicu pemutusan hubungan kerja, instrumen investasi mengalami penurunan, dan daya beli masyarakat melemah karena fokus pada pemenuhan kebutuhan pokok.

Memahami apa itu resesi ekonomi bukan hanya tentang definisi teknisnya, tetapi juga tentang bagaimana mengidentifikasi gejala-gejalanya dan menyiapkan langkah antisipasi yang tepat. Bagi negara berkembang seperti Indonesia yang sampai saat ini masih berjuang agar tidak masuk ke dalam jurang resesi, penting untuk mempelajari faktor-faktor penyebab, dampak yang ditimbulkan, serta strategi pencegahan dan penanganan resesi ekonomi. Dengan pemahaman yang komprehensif, kita dapat lebih siap menghadapi kemungkinan terjadinya resesi dan meminimalisir dampak negatifnya terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

Berikut ini penjelasan lengkapnya, yang telah Liputan6.com rangkum pada Jumat (11/4).

Pengertian Resesi Ekonomi Secara Mendalam

Resesi ekonomi didefinisikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam waktu yang stagnan dan berkepanjangan. Definisi teknis yang sering digunakan oleh para ekonom adalah terjadinya penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) secara berturut-turut selama dua kuartal. Kondisi ini mencerminkan adanya kontraksi besar-besaran dalam kegiatan ekonomi suatu negara, yang mempengaruhi berbagai sektor dan aspek kehidupan masyarakat.

Para ahli ekonomi mengidentifikasi beberapa indikator penting yang menandai terjadinya resesi. Pertama, terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah pengangguran karena banyak perusahaan yang mengurangi tenaga kerja untuk menekan biaya operasional. Kedua, penurunan tajam dalam penjualan ritel yang menunjukkan melemahnya daya beli dan kepercayaan konsumen. Ketiga, PDB yang negatif sebagai hasil dari menurunnya produksi barang dan jasa secara keseluruhan. Keempat, kontraksi pendapatan dan aktivitas manufaktur yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Resesi ekonomi berbeda dengan fluktuasi ekonomi biasa karena sifatnya yang lebih luas dan dampaknya yang lebih mendalam. Dalam siklus ekonomi normal, terjadi periode ekspansi dan kontraksi yang silih berganti, namun resesi menandai kontraksi yang lebih parah dan berkepanjangan. Kondisi ini menyebabkan perlambatan ekonomi yang signifikan, mendorong sektor riil untuk menahan kapasitas produksinya, yang pada akhirnya memicu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.

Selain itu, resesi ekonomi juga berdampak pada kinerja instrumen investasi yang mengalami penurunan tajam. Investor cenderung beralih ke bentuk investasi yang lebih aman dan likuid, seperti emas atau obligasi pemerintah. Kondisi ini diperparah dengan melemahnya daya beli masyarakat, karena mereka menjadi lebih selektif dalam menggunakan uang mereka dan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan pokok. Keseluruhan situasi ini menciptakan lingkaran setan ekonomi yang semakin memperburuk kondisi resesi jika tidak ditangani dengan tepat.

Faktor-Faktor Penyebab Resesi Ekonomi

Resesi ekonomi tidak terjadi begitu saja, melainkan dipicu oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satu penyebab utama adalah inflasi yang tidak terkendali. Inflasi merupakan proses meningkatnya harga barang dan jasa secara terus-menerus. Meskipun inflasi dalam tingkat tertentu dianggap normal dan bahkan diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, inflasi yang berlebihan dapat memicu resesi. Bank sentral biasanya merespons inflasi tinggi dengan menaikkan suku bunga, yang bertujuan untuk mengendalikan uang beredar. Namun, suku bunga yang lebih tinggi juga dapat menekan aktivitas ekonomi karena kredit menjadi lebih mahal, investasi berkurang, dan konsumsi menurun.

Di sisi lain, deflasi berlebihan juga dapat menyebabkan resesi ekonomi dengan dampak yang bahkan lebih buruk. Deflasi adalah kondisi ketika harga-harga turun secara konsisten dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah menyusut dan kemudian lebih lanjut menekan harga. Kondisi ini terutama berdampak negatif pada para pemilik usaha yang menyediakan barang dan jasa. Ketika individu dan unit bisnis mengurangi pengeluaran karena ekspektasi harga akan terus turun, ekonomi dapat mengalami kerusakan serius. Penyebab deflasi sendiri beragam, termasuk produksi yang membludak dari beberapa perusahaan secara bersamaan, menurunnya permintaan terhadap produk, dan berkurangnya jumlah uang yang beredar di pasaran.

Gelembung aset juga merupakan faktor signifikan yang dapat memicu resesi ekonomi. Fenomena ini terjadi ketika harga aset, seperti saham atau properti, meningkat jauh melampaui nilai intrinsiknya karena spekulasi berlebihan. Investor yang terbawa oleh apa yang disebut sebagai "kegembiraan irasional" membeli aset-aset ini dengan harga tinggi, menciptakan gelembung di pasar saham dan real estate. Ketika gelembung akhirnya pecah, terjadi kepanikan yang mendorong investor untuk menjual aset mereka secara massal (panic selling). Tindakan ini dapat menghancurkan pasar dan memicu resesi. Kasus ini sering terjadi ketika investor mengambil keputusan berdasarkan emosi: membeli banyak saham saat ekonomi sedang baik, dan kemudian terburu-buru menjualnya saat kondisi ekonomi memburuk.

Guncangan ekonomi yang mendadak juga dapat memicu resesi serta masalah ekonomi serius lainnya. Salah satu bentuk guncangan tersebut adalah tumpukan hutang, baik pada tingkat individu maupun perusahaan. Ketika hutang menumpuk, biaya pelunasannya juga meningkat. Lama-kelamaan, biaya ini dapat mencapai titik di mana debitur tidak mampu lagi melunasinya, yang kemudian memicu krisis hutang dan berpotensi menyebabkan resesi. Selain itu, perkembangan teknologi, khususnya yang mengarah pada otomatisasi dan digitalisasi, juga dapat menjadi faktor penyebab resesi. Sebagai contoh, revolusi industri pada abad ke-19 membuat banyak profesi menjadi usang, yang kemudian memicu gelombang pengangguran dan resesi. Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa perkembangan Artificial Intelligence (AI) dan robotika akan menyebabkan resesi karena banyak pekerja yang kehilangan mata pencaharian mereka karena digantikan oleh teknologi.

Indikator Suatu Negara Mengalami Resesi

Untuk mengidentifikasi apakah suatu negara sedang mengalami resesi ekonomi, terdapat beberapa indikator kunci yang menjadi acuan para ekonom dan pembuat kebijakan. Indikator pertama dan paling umum adalah pertumbuhan ekonomi yang merosot selama dua kuartal berturut-turut. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran yang digunakan untuk menentukan kondisi ekonomi suatu negara, dan biasanya diukur melalui perubahan Produk Domestik Bruto (PDB). Jika PDB mengalami penurunan selama dua kuartal berturut-turut, maka secara teknis negara tersebut dapat dikatakan mengalami resesi. Kondisi ini terjadi pada banyak negara di Uni Eropa saat krisis ekonomi 2008-2009, dan juga dialami Thailand pada tahun 2010.

Indikator kedua adalah ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi. Keseimbangan antara kedua faktor ini merupakan dasar pertumbuhan ekonomi yang sehat. Ketika produksi dan konsumsi tidak seimbang, terjadi gangguan dalam siklus ekonomi. Jika produksi terlalu tinggi sementara konsumsi rendah, akan terjadi penumpukan stok persediaan barang yang akhirnya mengurangi produksi dan menyebabkan PHK. Sebaliknya, jika konsumsi tinggi sementara produksi rendah, negara cenderung meningkatkan impor, yang dapat menyebabkan defisit perdagangan dan memperburuk kondisi ekonomi domestik.

Indikator ketiga adalah nilai impor yang lebih besar dari ekspor. Negara yang tidak mampu memproduksi kebutuhannya sendiri akan bergantung pada impor dari negara lain. Namun, ketika nilai impor secara konsisten melebihi nilai ekspor, terjadi defisit perdagangan yang dapat membebani anggaran negara dan mendorong terjadinya resesi. Kondisi ini sering terjadi pada negara-negara berkembang yang memiliki ketergantungan tinggi pada produk impor, tetapi tidak memiliki komoditas ekspor yang kompetitif di pasar global.

Indikator keempat adalah inflasi atau deflasi yang tinggi. Inflasi yang tinggi menyebabkan harga komoditas melonjak hingga tidak terjangkau oleh masyarakat, terutama kalangan ekonomi menengah ke bawah. Sebaliknya, deflasi yang parah menyebabkan harga komoditas turun drastis, yang mempengaruhi pendapatan dan laba perusahaan. Akibatnya, biaya produksi tidak lagi tertutupi dengan baik, dan volume produksi menurun. Kedua kondisi ekstrem ini dapat mendorong ekonomi menuju resesi jika tidak ditangani dengan tepat.

Indikator kelima adalah tingkat pengangguran yang tinggi. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menggerakkan perekonomian. Jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang berkualitas bagi para tenaga kerja lokal, tingkat pengangguran akan meningkat. Peningkatan pengangguran bukan hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga pada stabilitas sosial, karena dapat meningkatkan tingkat kriminalitas dan memicu kerusuhan sosial. Bahkan, pengangguran massal dapat mengancam tatanan sosial kehidupan berbangsa dan bernegara jika tidak ditangani dengan serius oleh pemerintah.

Dampak Resesi Ekonomi Terhadap Berbagai Sektor

Resesi ekonomi memberikan dampak yang luas terhadap berbagai sektor, baik pada tingkat pemerintahan, perusahaan, maupun individu. Pada level pemerintahan, dampak yang paling terasa adalah meningkatnya jumlah pengangguran. Pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk segera menemukan solusi mengakhiri resesi agar lapangan kerja kembali terbuka dan dapat menyerap tenaga kerja. Selain itu, pinjaman pemerintah cenderung melonjak tinggi karena kebutuhan dana untuk membiayai berbagai program pembangunan dan kesejahteraan sosial tetap harus dipenuhi meskipun sumber pendapatan negara menurun.

Sumber pendapatan negara, baik dari pajak maupun non-pajak, mengalami penurunan signifikan selama resesi. Hal ini terjadi karena pekerja menerima penghasilan lebih rendah yang berdampak pada penerimaan pajak penghasilan yang lebih rendah. Harga properti juga cenderung turun, sehingga perolehan pajak dari jual beli properti berkurang. Pengeluaran masyarakat juga cenderung lebih rendah, yang berpengaruh pada pendapatan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang lebih rendah. Di sisi lain, pemerintah tetap dituntut untuk melanjutkan pembangunan di berbagai sektor dan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Kondisi ini menyebabkan pengeluaran pemerintah untuk tunjangan, bantuan sosial, subsidi, dan program kesejahteraan lainnya meningkat. Kombinasi dari penurunan pendapatan pajak dan meningkatnya pembayaran kesejahteraan mengakibatkan defisit anggaran dan peningkatan utang pemerintah.

Bagi sektor bisnis dan perusahaan, resesi ekonomi dapat berakibat fatal hingga menyebabkan kebangkrutan. Hal ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi yang negatif, tergerusnya sumber daya riil, krisis kredit, jatuhnya harga aset berbasis utang, dan faktor lainnya. Ketika bisnis mengalami kegagalan, perusahaan mengalami penurunan pendapatan secara drastis. Penurunan pendapatan ini kemudian memicu efek domino terhadap kehidupan ekonomi pekerjanya. Bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), mereka kehilangan seluruh pendapatan, sementara bagi pekerja yang mengalami penurunan upah, mereka kehilangan sebagian pendapatan mereka. Kondisi ini secara keseluruhan menurunkan daya beli masyarakat.

Penurunan daya beli masyarakat membuat permintaan terhadap barang dan jasa menurun. Perusahaan kemudian menghadapi dilema karena laba mereka juga menurun. Untuk bertahan, perusahaan sering mengambil langkah strategis seperti perang harga, dimana mereka melakukan pemotongan harga besar-besaran untuk menarik minat beli konsumen. Namun, langkah ini juga mengurangi profitabilitas mereka. Profitabilitas yang berkurang memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan cara menutup area bisnis yang kurang menguntungkan dan memotong biaya operasional, termasuk menurunkan upah pekerja atau bahkan melakukan PHK.

Dampak resesi ekonomi terhadap individu dan pekerja sangat nyata dan langsung. Pemutusan hubungan kerja menjadikan mereka pengangguran dan kehilangan sumber pendapatan utama. Padahal, mereka tetap harus memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Masalah pengangguran tidak hanya berdampak pada perekonomian individu, tetapi juga pada ranah sosial. Tingkat pengangguran yang tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial, yang mengarah pada vandalisme dan kerusuhan di masyarakat. Bahkan, pengangguran massal dapat mengancam tatanan sosial kehidupan berbangsa dan bernegara jika tidak ditangani dengan tepat. Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan resesi ekonomi harus menjadi prioritas bagi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat secara keseluruhan.

Strategi dan Langkah Pencegahan Resesi Ekonomi

Dalam menghadapi ancaman resesi ekonomi, pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah atau meminimalisir dampak negatifnya. Salah satu strategi utama adalah dengan melakukan belanja pemerintah besar-besaran. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan permintaan dalam negeri dan mendorong dunia usaha untuk berinvestasi. Dengan adanya belanja pemerintah yang signifikan, kontraksi ekonomi akibat berbagai faktor, seperti pandemi COVID-19, dapat diredam. Belanja pemerintah menjadi salah satu daya ungkit yang efektif untuk memulihkan perekonomian di saat krisis. Di Indonesia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berkontribusi sekitar 14,5% pada Produk Domestik Bruto (PDB), yang menunjukkan peran penting pemerintah dalam menggerakkan ekonomi nasional.

Bantuan kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga merupakan langkah penting dalam mencegah resesi ekonomi. UMKM seringkali menjadi sektor yang paling terdampak dalam kondisi krisis, seperti yang terjadi selama pandemi COVID-19. Pemerintah dapat menyiapkan berbagai program untuk mendukung sektor ini agar kembali bergeliat. Program-program tersebut dapat berupa restrukturisasi dan subsidi bunga kredit, bantuan UMKM produktif dalam bentuk hibah (grant), serta kredit berbunga rendah. Bantuan-bantuan ini diharapkan dapat digunakan oleh para pelaku UMKM tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk memulai atau melanjutkan usaha mereka. Dengan menyasar jutaan pelaku UMKM, program-program ini dapat membantu mempertahankan lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Strategi lain yang dapat diterapkan adalah penempatan dana di perbankan dan penjaminan kredit modal kerja untuk korporasi. Pemerintah dapat menempatkan dana dalam jumlah besar di bank-bank untuk mendorong mereka menyalurkan kredit ke sektor riil. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan penjaminan kepada korporasi padat karya, yang merupakan sektor dengan banyak pekerja. Fasilitas penjaminan kredit modal kerja ini terutama ditujukan bagi para pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha ekspor padat karya dengan jumlah karyawan minimal tertentu. Skema penjaminan dapat bervariasi, misalnya pemerintah menjamin sebagian besar dari nilai kredit, dan menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan untuk kredit dengan plafon tertentu. Langkah ini diharapkan dapat menjamin kelancaran penyaluran kredit modal kerja dari perbankan ke sektor riil, sehingga roda ekonomi tetap berputar.

Selain langkah-langkah dari pemerintah, peran aktif dari sektor swasta dan masyarakat juga sangat penting dalam mencegah resesi ekonomi. Perusahaan perlu mengadopsi strategi bisnis yang lebih adaptif dan inovatif untuk menghadapi kondisi ekonomi yang sulit. Hal ini dapat mencakup diversifikasi produk atau layanan, ekspansi ke pasar baru, atau adopsi teknologi untuk meningkatkan efisiensi. Sementara itu, masyarakat dapat berkontribusi dengan mempertahankan konsumsi di tingkat yang wajar, mendukung produk-produk lokal, dan meningkatkan keterampilan agar tetap kompetitif di pasar kerja. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, tantangan resesi ekonomi dapat dihadapi dengan lebih efektif, dan dampak negatifnya dapat diminimalisir.

Resesi ekonomi merupakan fenomena ekonomi yang kompleks dan memiliki dampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pemahaman yang mendalam tentang apa itu resesi ekonomi, faktor-faktor penyebabnya, indikatornya, serta dampak yang ditimbulkannya sangat penting untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah ini. Melalui strategi yang tepat, seperti belanja pemerintah yang besar, bantuan kepada UMKM, dan penjaminan kredit modal kerja, resesi ekonomi dapat dicegah atau setidaknya dampaknya dapat diminimalisir.

Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan resesi ekonomi. Dengan kesadaran dan tindakan bersama, kita dapat membangun ketahanan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan, sehingga dapat lebih siap menghadapi gejolak ekonomi di masa depan. Melalui artikel ini, diharapkan pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang apa itu resesi ekonomi dan bagaimana menghadapinya dengan tepat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya