Premi Industri Asuransi periode Januari-November 2022 Tembus Rp 280,24 Triliun

Akumulasi premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar -6,45 persen yoy dibanding periode sebelumnya, dengan nilai Rp 173,33 triliun per November 2022.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Jan 2023, 15:50 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2023, 15:50 WIB
Konferensi pers Awal Tahun Asesmen Sektor jasa keuangan dan kebijakan OJK hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Desember 2022, Senin (2/1/2023).
Konferensi pers Awal Tahun Asesmen Sektor jasa keuangan dan kebijakan OJK hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Desember 2022, Senin (2/1/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Januari sampai dengan November 2022 mencapai Rp 280,24 triliun, atau tumbuh sebesar 0,44 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono, dalam konferensi pers Awal Tahun Asesmen Sektor jasa keuangan dan kebijakan OJK hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Desember 2022, Senin (2/1/2023).

Demikian pula halnya dengan akumulasi premi asuransi umum yang tumbuh sebesar 14,06 persen yoy selama periode yang sama, hingga mencapai Rp 106,91 triliun per November 2022.

"Namun demikian, akumulasi premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar -6,45 persen yoy dibanding periode sebelumnya, dengan nilai sebesar Rp 173,33 triliun per November 2022," kata Ogi.

Lebih lanjut, dia menyampaikan, OJK mencatat nilai outstanding piutang pembiayaan tumbuh 12,96 persen yoy pada November 2022 menjadi sebesar Rp 409,5 triliun, didukung pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 32,8 persen yoy dan 23,1 persen yoy.

Sementara, profil risiko Perusahaan Pembiayaan masih terjaga dengan rasio non performing financing (NPF) tercatat turun menjadi sebesar 2,48 persen (Oktober 2022: 2,54 persen). Sedangkan sektor dana pensiun tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 5,06 persen yoy, dengan nilai aset mencapai Rp341,87 triliun.

 

FinTech

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Untuk kinerja FinTech peer to peer (P2P) lending pada November 2022 masih mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 72,7 persen yoy, meningkat Rp0,96 triliun dibandingkan posisi Oktober 2022 menjadi Rp50,3 triliun.

Sedangkan, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat menurun menjadi 2,83 persen dibanding Oktober 2022: 2,9 persen). Namun demikian, OJK mencermati tren kenaikan risiko kredit dan penurunan kinerja di beberapa FinTech P2P Lending.

"Sementara itu, permodalan di sektor IKNB terjaga dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 479,88 persen dan 324,34 persen," ujarnya.

Menurutnya, meskipun RBC dalam tren yang menurun dan RBC beberapa perusahaan asuransi dimonitor ketat, namun secara agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120 persen. Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,01 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali.

Prioritas OJK untuk Pasar Modal Indonesia

Ketua DK OJK, Mahendra Siregar beri sambutan saat pembukaan perdagangan perdana 2023 di BEI, Senin (2/1/2023) (Foto: tangkapan layar/Agustina M)
Ketua DK OJK, Mahendra Siregar beri sambutan saat pembukaan perdagangan perdana 2023 di BEI, Senin (2/1/2023) (Foto: tangkapan layar/Agustina M)

Perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2023 resmi dibuka pada Senin (2/1/2023). Dalam acara pembukaan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memaparkan prioritas pasar modal ke depan.

"Kita prioritaskan yaitu peningkatan integritas, akuntabilitas, kredibilitas karena dengan begitu maka kita akan mampu mengisi gelas yang kosong masih luas sekali dari populasi Indonesia yang memang sudah mencapai 10,3 juta investor, namun sebenarnya baru 4 persen dari populasi nasional,” ujar Mahendra.

Selain itu, Mahendra menuturkan, walaupun 50 persen kapitalisasi pasar pasar modal terhadap PDB nasional, hal itu masih jauh tertinggal dari di atas 100 persen negara-negara ASEAN yang lain.

"Apa yang menjadi prioritas kita ke depan dengan kekuatan perekonomian, daya tahan yang kuat maka tidak ada istilah wait and see bagi investasi di Indonesia. It’s all about investment, investment, and investment kita harus siap untuk itu dan kita dorong momentum ini,” ujar Mahendra.

Dalam kesempatan yang sama, Mahendra membeberkan sederet pencapaian yang telah diraih pasar modal Indonesia sepanjang 2022.

 

Naik Signifikan

Aktivitas perdagangan pada 2022 mengalami kenaikan signifikan frekuensi transaksi harian mencapai 1,71 juta kali yang terbesar kapitalisasi pasar tertinggi mencapai angka Rp 9.500 triliun atau USD 600 miliar, artinya 50 persen terhadap PDB Indonesia.

Mahendra turut mengungkapkan sepanjang 2022 terdapat 59 pencatatan saham baru (IPO). Sedangkan jumlah investor pasar modal di Indonesia meningkat mencapai 10,3 juta yang artinya 10 kali lipat atau 1000 persen dalam 5 tahun terakhir sejak 2017.

"Menarik lagi adalah didominasi oleh investor domestik yang sudah mencapai 55 persen dari seluruh investor dan kalau dihitung yang generasi milenial dan generasi Z atau Zilenial gabungannya adalah 58,7 persen,” pungkas Mahendra.

 

Infografis Dugaan Banyak Crazy Rich di Pusaran Cuci Uang Investasi Bodong. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Dugaan Banyak Crazy Rich di Pusaran Cuci Uang Investasi Bodong. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya