Langkah PLN Atasi Oversupply Lewat Optimasi Kontrak IPP Hingga Rp 47 Triliun Tuai Apresiasi DPR

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan di tengah kondisi pandemi covid-19 kemarin memang PLN menghadapi tantangan oversupply. Untuk memitigasi adanya beban TOP, PLN melakukan optimasi kontrak khususnya dengan IPP.

oleh Tira Santia diperbarui 15 Feb 2023, 17:44 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2023, 17:44 WIB
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Rabu (15/2/2023).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Rabu (15/2/2023).

Liputan6.com, Jakarta PT PLN mampu menekan beban Take or Pay (TOP) hingga Rp 47,05 triliun pada tahun 2022. Langkah PLN dalam mengoptimasi kontrak supply listrik dengan Independent Power Producer (IPP) mampu meningkatkan efisiensi PLN selama pandemi berlangsung.

Hal ini pun menuai apresiasi anggota Komisi VI DPR RI. Seperti disampaikan  Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih yang mengapresiasi upaya PLN yang mampu mengoptimasi kontrak ini.

Hal ini menjadi perhatian Komisi VI agak tak menjadi beban bagi PLN, mengingat kondisi penurunan konsumsi listrik terjadi karena adanya pandemi covid-19.

"Ini apresiasi saya kepada pak Darmo dan tentu saja seluruh jajaran PLN. Renegosiasi TOP bisa dilakukan bahkan mencapai Rp 47 triliun," ujar Gde dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Rabu (15/2/2023).

Senada dengan Gde, anggota Komisi VI DPR RI Herman Haeron juga mengapresiasi capaian PLN. Herman menilai, era rezim TOP mestinya disudahi saja karena menjadi beban PLN ke depannya. Ia mengatakan Komisi VI mendukung untuk PLN memiliki kontrak baik pengadaan maupun kontrak jual beli listrik yang lebih fleksibel.

"Menurut saya, harus diakhiri era take or pay untuk energi yang basisnya memang bisa dikurangi. Untuk gas memang agak sulit ya, tapi kalau batubara bisa dimanage, pembakarannya bisa disiasati. Jadi bisnis lebih fair, dan ini menguntungkan bagi PLN," ujar Herman.

 

Tantangan Kelebihan Pasokan

Pembangkit listrik PLN
Pembangkit listrik PLN

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan di tengah kondisi pandemi covid-19 kemarin memang PLN menghadapi tantangan oversupply. Untuk memitigasi adanya beban TOP, PLN melakukan optimasi kontrak khususnya dengan IPP.

"Di tengah kondisi oversupply, kami secara mandiri bernegosiasi dengan IPP untuk memundurkan CODnya supaya oversupply tidak semakin parah. Dan akhirnya kami berhasil memperjuangkan cost saving hingga Rp 47 triliun dari konsultasi bersama dengan 17 IPP secara mandiri untuk mencari titik temu solusi," ujar Darmawan.

Darmawan merinci, sampai dengan akhir tahun 2021 konsultasi bersama dengan IPP telah berhasil menekan TOP sebesar Rp 37,21 triliun. Upaya optimasi kontrak terus dilakukan PLN pada tahun 2022 sehingga TOP yang berhasil ditekan adalah Rp 9,83 triliun.

Darmawan menjelaskan dalam menyiasati kondisi oversupply, PLN juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan konsumsi listrik. PLN melakukan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi untuk menambah konsumsi listrik.

 

Strategi PLN

Pembangkit listrik PLN
Pembangkit listrik PLN

Adapun strategi intensifikasi meliputi program pemasaran tambah daya bagi pelanggan eksisting. Sementara strategi ekstensifikasi meliputi penciptaan demand listrik baru melalui electrifying lifestyle. PLN juga menjalankan program akuisisi captive power dengan berkolaborasi dengan industri untuk memakai listrik PLN.

PLN juga menjangkau kebutuhan listrik masyarakat melalui electrifying agriculture, electrifying marine dan juga pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri.

Hal ini yang kemudian menjadi salah satu penopang kinerja penjualan dan operasional yang lebih efisien pada tahun 2022. "Di tengah kondisi Covid-19, PLN bukan hanya survive tetapi bahkan berhasil membukukan pertumbuhan positif," pungkas Darmawan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya