Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) hingga saat ini belum memberikan restu terkait impor KRL atau kereta bekas dari Jepang. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pihaknya tengah mengutamakan untuk melakukan retrofit terhadap KRL lama.
Menurut Agus, KRL lama masih bisa dilakukan pembaharuan dengan teknologi baru, oleh karena itu masih bisa digunakan kembali. "Jangan salah ya, pemerintah memutuskan retrofit," ujar Agus kepada wartawan, Jakarta, Kamis (9/3).
Baca Juga
Dia menjelaskan, sebelum melakukan retrofit pihaknya akan melakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam kurun waktu 10 hari untuk mengetahui berapa banyak kereta yang bisa diperbaharui.
Advertisement
"Nanti kita lihat dari hasil auditnya berapa banyak, yang bisa kita retrofit sebanyak-banyaknya akan kita retrofit. Kenapa kita retrofit? supaya tenaga kerjanya kan ada di Indonesia," kata dia.
Namun, apabila kemampuan retofitnya terbatas, maka tidak menutup kemungkinan akan melakukan impor. "Maka ada pilihan hybrid yakni retrofit dan impor," tegasnya.
Transportasi Utama
Sebagai informasi, kereta Rel Listrik atau KRL selama ini menjadi transportasi andalan utama bagi warga Jabodetabek untuk melakukan bepergian kemanapun, termasuk dalam bekerja. Karena menjadi andalan, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sudah melakukan pemesan KRL pengganti sebanyak 16 rangkaian di tahun 2024. Rangkaian ini menggantikan 10 rangkaian yang akan pensiun di 2023.
Di satu sisi, pemerintah ingin PT KCI memesan KRL Jabodetabek buatan dalam negeri yaitu dari PT INKA. Namun, PT Inka baru menyanggupi penyediaan KRL pesanan PT KCI di tahun 2025 dengan harga yang tinggi yakni sebesar Rp4 triliun.
Sedangkan apabila PT KCI melakukan impor rangkaian kereta bekas Jepang hanya membutuhkan biaya Rp 150 miliar.
Kendati demikian, proses perizinan impor KRL bekas ternyata sangat rumit. Kementerian Perindustrian menolak usulan KCI untuk mengimpor rangkaian kereta bekas dari Jepang dan tetap meminta perseroan tersebut membeli produk dalam negeri.
Impor KRL Bekas Jepang memang Murah, Tapi Bikin KCI Jadi Kanibal
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, tak ingin PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) ke depan terlalu bergantung pada impor KRL bekas Jepang.
Pertama, ia khawatir penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang gencar dikampanyekan pemerintah berakhir sia-sia.
"Impor jangan kebablasan, kurang menghargai produk dalam negeri dan kemampuan bangsa sendiri. Sekarang masa transisi, mulailah berbenah. Impor barang bekas itu murah tapi juga harus diakhiri," tegas Djoko dalam keterangan tertulis, Minggu (5/3/2023).
Djoko tak memungkiri, impor KRL bekas Jepang meman murah. Namun, ongkos perawatannya mahal, plus banyak suku cadang yang asal Jepang sulit didapat.
"Murah di awal tapi perawatan mahal. Pegawai PT KCI pada mengeluh cari suku cadangnya sudah tidak diproduksi di Jepang, akhirnya kanibal (ambil suku cadang dari kereta lain)," tuturnya.
Metode SandwichGuna menambal kebutuhan KRL yang sudah habis masa pakainya, Djoko menyarankan untuk menggunakan metode sandwich. Dalam artian, tidak sepenuhnya mengandalkan impor, tapi sebagian bisa pesan kereta produksi PT INKA.
"Sebaiknya, jika kebutuhan PT KCI 10 trainset per tahun, maka diadakan KRL bekas 8 trainset, baru dari INKA 2 trainset. Perbandingan ini makin lama komposisi barunya bertambah, karena PT INKA pun juga tidak akan bisa memenuhi kebutuhan. Misalnya 10 trainset dalam setahunnya. Karena masa produksi memerlukan waktu yang cukup," paparnya.
"Keuntungannya, setiap tahun INKA dapat order produksi KRL baru, dan kebutuhan operasi KRL PT KCI terpenuhi. Dengan memproduksi rutin KRL setiap tahun, maka diharapkan kualitas produk PT INKA juga semakin baik," imbuh Djoko.
Advertisement
Soal Impor KRL Bekas dari Jepang, Menperin: Jangan Diulang Lagi
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita buka suara mengenai rencana impor KRL bekas Jepang. Menurutnya, hal itu masih bisa menjadi opsi yang bisa diambil.
Hanya saja, Menperin Agus menegaskan kalau hal ini jangan sampai terulang lagi. Mengingat ada upaya untuk meningkatkan penggunaan produk-produk dalam negeri.
"Importasi tetap ada dalam opsi, walaupun tidak prioritas (apalagi barang bekas)," ujar dia dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (4/3/2023).
Kendati begitu, Agus menyarankan kalau kebijakan yang diambil bisa dengan menambah teknologi atau sistem baru pada sistem lama, dalam konteks ini KRL yang sudah ada. Ini biasa disebut dengan sistem retrofit.
Jika memang adanya impor, dia ingin ada gabungan kebijakan antara penambahan teknologi baru dengan KRL hasil impor.
"Kebijakan bisa berupa retrovit atau gabungan antara retrovit dan importasi," ungkapnya.