Liputan6.com, Jakarta Seorang sekuriti di salah satu perusahaan di Kota Semarang, Jawa Tengah bernama Ismanto memilih pindah haluan profesi untuk menjadi petani. Dari bisnis budi daya alpukat Kahyangan dia akhirnya berhasil meraup keuntungan yang mampu mengubah nasibnya.
Dia mengungkapkan salah satu alasannya menjadi pembudi daya alpukat Kahyangan ini karena kegenjahannya. “Dia kegenjahan karena mudah berbuah dan adaptif di tempat lain. Makanya banyak suka dan mencari bibit ini. Karena juga di tabulampot, di pot saja juga berbuah ini. Jadi terkenal genjahnya,” cerita dia kepada tim Berani Berubah.
Baca Juga
Lantas mengapa namanya alpukat Kahyangan?
Advertisement
Menurut Ismanto, nama buah ini disebut sebagai alpukat Kahyangan karena berasal dari tempat di sebuah desa. Dia bercerita, “Jadi Alpukat Kahyangan itu dikasih nama Kahyangan karena nama tempat desa, diturunkan ke daerah Mijen di sini mdpl 230 ternyata juga cocok adaptif. Jadi bagus tidak berubah dari daerah asalnya di daerah Bandungan yang mdpl-nya hampir 800.”
Akan tetapi, alpukat Kahyangan ini baru produktif selama kurang lebih dua tahun, kata Ismanto. Karena itu, para penangkar bibit alpukat Kahyangan harus menyeleksi terlebih dahulu agar bisa membuktikan bagus atau tidak dan mengecek kualitas buahnya. Alhasil buah ini bisa dijual dengan kisaran harga rata-rata mulai Rp 50-150 ribu, tergantung besar kecilnya bibit.
“Kalau bibit kadang relatif ya. Kalau pas musim hujan ini memang kita mengeluarkan sampai 1.000 sampai 2.000. Ini paling ketinggian masih sekitar 3-4 meter ini. Ini masih kecil, ini memang buah perdana. Keunggulannya memang kalau alpukat yang lainnya kadang itu masih belajar buah, tapi ini langsung produktivitasnya langsung tinggi. Satu pohon ini menghasilkan 20 kilogram panen perdana ini padahal,” tutur Ismanto.
Sementara itu, lanjut dia, harga pasaran alpukat Kahyangan ini tergantung pada naik turunnya harga buah. “Itu minimal ini Rp 15 ribu maksimal bisa Rp 25 ribu. bayangkan kalau satu pohon ini bisa menghasilkan 20 kilogram buah kan lumayan. Satu pohon perdana itu bisa menghasilkan Rp 300-500 ribu per pohon,” pungkasnya.