KPK Duga 280 Perusahaan Terafiliasi 134 Pegawai, Kemenkeu Ambil Langkah Ini

Pemeriksaan pegawai Kemenkeu ini akan dilakukan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan. Caranya dengan langsung melakukan klarifikasi pada daftar nama yang masu

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2023, 14:00 WIB
Pegawai Kemenkeu
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menuturkan Kemenkeu baru akan memeriksa bila berkas dari KPK tersebut sudah diterima terkait laporan KPK soal 280 Perusahaan Terafiliasi 134 Pegawai kemenkeu. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku belum menerima daftar 134 pegawai yang  ditengarai memiliki saham di 280 perusahaan. Ini terkuak dari laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya KPK mendalami 280 perusahaan yang terafiliasi 134 pegawai Kemenkeu. Target utamanya perusahaan konsultan pajak karena dinilai berisiko tinggi terhadap adanya konflik kepentingan. Sejauh ini 2 dari 280 perusahaan tersebut merupakan kantor konsultan pajak.

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menuturkan Kemenkeu baru akan memeriksa bila berkas dari KPK tersebut sudah diterima.

“Kala ada (datanya) tentu kita akan cek sesuai dengan aturan dan pedoman etik yang berlaku,” kata dia di Kementerian Keuangan Jakarta Pusat, Jumat (10/3).

Pemeriksaan pegawai Kemenkeu ini akan dilakukan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan. Caranya dengan langsung melakukan klarifikasi pada daftar nama yang masuk dalam radar KPK. 

Bila nantinya ditemukan pelanggaran seperti adanya konflik kepentingan maka, pegawai yang dimaksud akan dijatuhi hukuman disiplin.

Baik yang dilakukan di perusahaan konsultan pajak atau perusahaan lain yang dimiliki pegawai Kemenkeu.  “Kalau ada kesalahan tentu sudah ada aturan yang mengatur hukuman disiplin,” kata dia. 

Sebaliknya, jika tidak terjadi konflik kepentingan, maka hal itu tidak perlu dipermasalahkan. Mengingat tidak ada aturan yang melarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki bisnis atau perusahaan. 

“Kalau ternyata tidak ada praktek konflik kepentingan tentu itu menjadi hak mereka untuk melakukan usaha,” kata dia. 

 

Sumber: Merdeka.com

Reporter: Anisyah Alfaqir

 

Dugaan KPK

Deputi Pencegahan Korupsi KPK Pahala Nainggolan menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rafael Alun Trisambodo pada 2013 sampai 2018.
Deputi Pencegahan Korupsi KPK Pahala Nainggolan menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rafael Alun Trisambodo pada 2013 sampai 2018.

Diberitakan sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggola mengatakan keterlibatan pegawai pajak dengan konsultan pajak dan wajib pajak sangat rentan. Wajib pajak berkepentingan membayar pajak seminimal mungkin.

"Ini kan resikonya orang pajak, dia kan berhubungan dengan wajib pajak. Wajib pajak berkepentingan membayar sesedikit mungkin," kata Pahala di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (8/3). 

Dalam hal ini petugas pajak memiliki kepentingan atas nama negara memungut pajak semaksimal mungkin. Namun di sisi lain petugas pajak berpotensi disuap untuk membuat besaran kewajibannya berkurang.

"Muncul resiko ketika dia ketemu, bahwa yang ini mau sedikit banget, yang ini mau banget, nah resiko itu yang kita bilang," kata dia.

Makanya dalam penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap 280 perusahaan terafiliasi pegawai Kemenkeu, fokusnya pada alur korupsi. Bukan harta kekayaan para pegawai pajak yang masuk dalam daftar KPK.

"Resiko itu yang kita bilang kenapa kita cari bukan soal kekayaannya, kita cari korupsinya. Karena itu yang paling mungkin dari hubungan petugas pajak dan wajib pajak yang paling mungkin gratifikasi dan suap," kata dia.

 

 

Peran yang Lain

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan.

Dia menjelaskan definisi penerimaan terkait jabatan dan wewenang pegawai pajak dalam menetapkan besaran kewajiban yang perlu dibayar wajib pajak. 

"Kalau dia ada nerima dari yang wajib pajak, terkait wewenang dia, wewenang dia kan menetapkan, memeriksa itu yang kita cari," kata dia.

Sementara itu terkait peran konsultan pajak dianggap sebagai pihak ketiga. Atas 'jasa' berupa kesepakatan besaran pajak tersebut wajib pajak tidak memberikan imbalan secara langsung. 

"Yang terjadi kalau wajib pajak ngasih langsung ke dia kan ada deteksi rekening bank, atau kalau kasih tunai bisa dilihat di sana," kata dia.

"Nah dengan dia berbisnis, buka PT apalagi PT-nya konsultan pajak, ada kemungkinan mengalirkan pembayaran ke PT konsultan pajak baru dari situ dia ngambil," bebernya.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya