Liputan6.com, Jakarta - Asian Development Bank (ADB) melihat emulihan ekonomi di China dari pandemi dan permintaan yang kuat di India akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat di Asia tahun ini.
Mengutip Associated Press, Selasa (4/4/2023) ADB memperkirakan ekspansi ekonomi China sebesar 4,8 persen di tahun ini dan tahun berikutnya, naik dari 4,2 persen pada 2022 lalu.
Baca Juga
Dikatakan bahwa inflasi kemungkinan akan sedikit menurun tahun ini dan turun lebih lanjut di tahun 2024.
Advertisement
Perekonomian India, sementara itu, diperkirakan akan tumbuh pada laju yang lebih lambat sebesar 6,4 persen tahun ini. Angka itu mengikuti laju ekspansi tahunan 9,1 persen pada tahun 2021 karena pulih dari pandemi terburuk, dan 6,8 persen tahun lalu. Tapi itu salah satu ekspansi tercepat untuk ekonomi regional utama.
Sedangkan ekonomi Vietnam, diperkirakan tumbuh 6,5 persen tahun ini, turun dari 8 persen tahun lalu. Tetapi angka itu di atas perkiraan rata-rata untuk perekomonian Asia Tenggara, sebesar 4,7 persen pada 2023 dan 5 persen tahun depan.
Ekonom ADB mengatakan bahwa, keputusan oleh negara-negara penghasil minyak OPEC untuk memangkas produksi, mendorong harga minyak naik tajam, kemungkinan akan memunculkan tekanan inflasi dan menambah tantangan bagi kawasan Asia.
Analisis laporan ADB didasarkan pada asumsi bahwa minyak mentah Brent, dasar penetapan harga untuk perdagangan internasional, rata-rata akan mencapai USD 88 per barel tahun ini dan USD 90 per barel tahun depan.
"Sangat masuk akal bahwa harga minyak bisa naik lebih tinggi lagi dan menimbulkan tantangan lain bagi kawasan ini," kata Kepala Ekonom ADB Albert Park dalam konferensi telepon.
Namun, peningkatan impor minyak mentah Rusia, terutama oleh China dan India, kemungkinan akan meredam dampak kenaikan harga — ekspor seperti itu ke China, India, dan Turki meningkat lebih dari dua kali lipat tahun lalu. Pada Februari, sepertiga dari ekspor minyak mentah Rusia dikirim ke India dan lebih dari seperlima ke China.
Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia Tumbuh Lebih Stabil di 2023
Bank Dunia memperkirakan negara-negara di Asia Timur dan Pasifik (EAP) bakal tumbuh cukup baik di 2023 ini, termasuk Indonesia. Sebabnya adalah pembukaan kembali aktivitas ekonomi di China.
Mengacu rilis Bank Dunia, diperkirakan beberapa negara lain yang ada di kawasan ini akan mengalami pelambatan setelah menguat di tahun 2022 lalu.
Bank Dunia menulis, kinerja ekonomi di seluruh kawasan, meski kuat, dapat tertahan tahun ini oleh perlambatan pertumbuhan global, kenaikan harga komoditas, dan pengetatan keuangan sebagai tanggapan terhadap inflasi yang terus-menerus, menurut World Bank’s East Asia and Pacific April 2023 Economic Update.
“Sebagian besar negara utama di Asia Timur dan Pasifik telah melewati masa sulit selama pandemi tetapi kini mereka perlu menavigasi lanskap dunia yang berubah,” ujar Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Manuela V. Ferro, mengutip rilis resmi Bank Dunia, Jumat (31/3/2023).
“Guna mendapatkan kembali momentum, masih ada upaya-upaya yang perlu ditempuh untuk mendorong inovasi dan produktivitas, serta membangun landasan untuk pemulihan yang lebih hijau," sambungnya.
Advertisement
Laju Moderat
Di antara negara-negara yang lebih besar di kawasan ini, kebanyakan, termasuk Indonesia, Filipina, dan Vietnam, diprediksi akan memiliki laju pertumbuhan lebih moderat pada tahun 2023 dibandingkan tahun 2022. Sebagian besar Negara Kepulauan Pasifik diperkirakan tumbuh lebih cepat pada tahun 2023, tetapi laju perekonomian Fiji yang sangat cepat pada tahun 2022 kemungkinan akan berkurang.
Laju pertumbuhan di negara berkembang Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan meningkat menjadi 5,1 persen pada tahun 2023 dari 3,5 persen pada tahun 2022, karena pembukaan kembali Tiongkok membantu perekonomian untuk pulih ke 5,1 persen dari 3 persen tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi kawasan EAP kecuali Tiongkok diperkirakan akan melambat menjadi 4,9 persen dari pemulihan kuat pascaCOVID-19 sebesar 5,8 persen pada tahun 2022, karena inflasi dan peningkatan utang rumah tangga di beberapa negara membebani konsumsi.