Liputan6.com, Jakarta - Saat pemimpin G7 mengirim pesan yang kuat ke Rusia dengan mengundang Volodymyr Zelensky ke Hiroshima, saingan lain juga ada di pikiran yakni China.
Dikutip dari BBC, Minggu (21/5/2023), Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan, China menimbulkan tantangan terbesar saat ini dalam hal keamanan dan kemakmuran global, dan semakin otoriter di dalam dan luar negeri.
Baca Juga
Pemimpin G7 juga menyampaikan kepada pemerintah China sikap mereka terhadap isu-isu yang memecah belah seperti Indo-Pasifik dan Taiwan. Namun, bagian terpenting dari pesan mereka berpusat pada apa yang disebut “paksaan ekonomi”.
Advertisement
BBC menyebutkan, ini tindakan penyeimbangan yang rumit untuk G7. Melalui perdagangan, ekonomi mereka menjadi sangat bergantung pada China, tetapi persaingan dengan Beijing telah meningkat dan mereka tidak sepakat dalam banyak masalah termasuk hak asasi manusia (HAM). Saat ini, mereka khawatir disandera.
Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing tidak takut memberikan sanksi perdagangan kepada negara-negara yang tidak menyukainya. Ini termasuk Korea Selatan, ketika Seoul memasang sistem pertahanan rudal Amerika Serikat dan Australia selama periode hubungan dingin baru-baru ini.
Uni Eropa sangat khawatir ketika China memblokir ekspor Lituania setelah negara Baltik mengizinkan Taiwan untuk mendirikan kedutaan de facto di sana.
Dengan demikian tidak mengherankan G7 mengutuk apa yang dilihat sebagai kebangkitan yang menganggu dari persenjataan kerentanan ekonomi.
Pemaksaan ini, kata mereka berupaya merusak kebijakan dan posisi luar negeri dan dalam negeri anggota G-7 serta mitra di seluruh dunia.
Perkuat Rantai Pasokan
Mereka menyerukan “penghilangan risiko”, sebuah kebijakan yang diperjuangkan oleh Ms von der Leyen, yang hadiri KTT tersebut. Ini adalah versi yang lebih moderat dari gagasan Amerika Serikat tentang “pemisahan” dari China. Di mana mereka akan berbicara lebih keras dalam diplomasi, diversifikasi sumber perdagangan dan melindungi perdagangan dan teknologi.
Mereka juga telah meluncurkan platform koordinasi untuk melawan paksaan dan bekerja dengan negara-negara berkembang. Yakni platform koordinasi pemaksaan ekonomi (coordination platform on economic coercion). Meskipun masih belum jelas bagaimana tepatnya ini akan bekerja, cenderung melihat negara-negara saling membantu dengan meningkatkan perdagangan atau pendanaan untuk mengatasi hambatan yang dibuat oleh China.
G7 juga berencana memperkuat rantai pasokan untuk barang penting seperit mineral serta semikonduktor serta memperkuat infrastruktur digital untuk mencegah peretasan dan pencurian teknologi.
Namun, tongkat terbesar yang direncanakan adalah kontrol ekspor multilateral. Ini berarti bekerja sama untuk memastikan teknologi mereka, terutama yang digunakan dalam militer dan intelijen tidak jatuh ke tangan “aktor jahat”.
Amerika Serikat (AS) sudah melakukan ini dengan larangan ekspor chip dan teknologi chip ke China yang telah bergabung dengan Jepang dan Belanda. G7 memperjelas kalau upaya semacam itu tidak hanya akan berlanjut, tetapi juga meningkat meskipun ada protes dari Beijing.
Advertisement
China Antisipasi Pernyataan G7
Mereka juga mengatakan akan terus menindak transfer yang tidak tepat dari teknologi yang dibagikan melalui kegiatan penelitian. Amerika Serikat dan banyak negara lain memgkhawatirkan spionase industri dan telah menindak orang yang dituduh mencuri rahasia teknologi untuk China.
Pada saat yang sama, pemimpin G7 jelas tidak ingin memutuskan. Sebagian besar bahasa mereka tentang pemaksaan ekonomi tidak menyebut China, dalam upaya diplomati yang jelas untuk tidak secara langsung menuding Beijing.
Untuk saat ini, Beijing telah memilih untuk mundur dari retorika kemarahannya yang biasa atas tanggapan publiknya.
China telah dengan jelas mengantisipasi pernyataan G-7 dan pada hari-hari menjelang KTT, media, dan kedutaan negaranya mengeluarkan tudingan AS atas pemaksaan dan kemunafikan ekonominya sendiri.
Pada Sabtu malam, Beijing menuding G7 menodai dan menyerang China, serta mengajukan keluhan kepada penyelenggara KTT Jepang.
Mereka juga mendesak negara-negara G7 lainnya untuk tidak menjadi kaki tangan AS dalam pemaksaan ekonomi dan meminta untuk berhenti bersekongkol untuk membentuk blok ekslusif dan menahan serta memukul negara lain.
China juga telah membuat aliansi sendiri dengan negara lain. Pada akhir pekan lalu tepat saat KTT G7 dimulai, China menjadi tuan rumah pertemuan paralel dengan negara-negara Asia Tengah.
Masih belum jelas apakah rencana G7 berhasil. Namun, kemungkinan akan disambut baik oleh mereka yang menyerukan strategi yang jelas untuk menangani perambahan China.
Kata Pengamat
Pakar Indo-Pasifik dan China, Andrew Small memuji pernyataan tersebut sebagai konsensus yang nyata mencatat pernyataan itu mengungkapkan pandangan pusat dari G7.
“Masih ada perdebatan besar tentang apa yang sebenarnya arti mengurangi risiko, seberapa jauh beberapa pembatasan ekspor teknologi yang sensitif harus dilakukan dan tindakan kolektif seperti apa yang berlu diambil untuk melawan pemaksaan ekonomi,” ujar Small.
Ia menambahkan, sekarang ada kerangka jelas dan eksplisit seputar bagaimana hubungan ekonomi dengan China di antara ekonomi industri maju perlu diseimbangkan kembali.
Advertisement