Temuan BPKP: Pembangunan 58 Proyek Strategis Nasional Masih Nihil

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat ada sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN). Jumlahnya ada 58 proyek infrastruktur strategis yang disebut belum mulai dibangun.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 14 Jun 2023, 20:15 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2023, 20:15 WIB
Gedung kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Gedung kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) (dok: Ist)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat ada sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN). Jumlahnya ada 58 proyek infrastruktur strategis yang disebut belum mulai dibangun.

Hal ini diungkap Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin). Menurutnya ini menjadi ciri kalau pelaksanaan program pemerintah masih belum berjalan optimal.

"Pada sektor infrastruktur, terdapat 58 proyek strategis nasional (PSN) infrastruktur yang belum dimulai pembangunannya," ujarnya, di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

"Kondisi tersebut diikuti dengan risiko keterlambatan penyelesaian proyek serta tidak optimalnya manfaat pembangunan proyek yang dihasilkan," sambungnya.

Sementara itu, di sektor pembangunan manusia, Ateh juga menemukan ada program yang belum berjalan optimal. Contohnya, dari penyelesaian kasus stuntinf yang tidak sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

"Pada sektor pembangunan manusia, upaya peningkatan kualitas SDM Indonesia belum merata. Sebagai contoh, hal ini terlihat dari penyelesaian kasus stunting yang tidak sesuai target RPJMN pada 378 daerah, serta kualitas ruang kelas sekolah yang masih perlu ditingkatkan pada 241 daerah provinsi/kabupaten/kota," bebernya.

Sementara itu, dari aspek efektivitas dan harmonisasi pembangunan di daerah, perencanaan dan penganggaran daerah masih belum optimal.

"Berdasarkan hasil pengawasan, kami menemukan sebanyak 43 persen program berpotensi tidak optimal mengungkit sasaran pembangunan pada daerah yang diuji petik. Di samping itu, kami juga menemukan adanya potensi pemborosan alokasi belanja daerah sebesar 21 persen dari nilai anggaran yang diuji petik," paparnya.

 


Anggaran Masih Bablas

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat peluncuran logo IKN di Istana Negara Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat peluncuran logo IKN di Istana Negara Jakarta, Selasa (30/5/2023). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut penggunaan anggaran di berbagai lini masih mengalami kebocoran. Padahal penggunaan anggaran sudah diawasi termasuk oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dia bahkan mengisahkan ikut melakukan pengawasan dengan turun ke bawah. Diketahui, Jokowi kerap blusukan ke pasar-pasar, termasuk memberikan bantuan.

"Kenapa saya juga cek ke lapangan, turun ke bawah, saya pastikan apa yang kita programkan sampai ke masyarakat. Karena kita lemah di sisi itu, jika tidak diawasi, jika tidak dicek langsung, jika tidak dilihat, dipelototi satu-satu. Hati-hati, kita lemah di situ," ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

"Dipelototi, turun kita ke bawah, itu saja masih ada yang bablas, apalagi tidak?," sambungnya.

 


Berpotensi Tak Optimal

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut penggunaan anggaran di berbagai lini masih mengalami kebocoran.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut penggunaan anggaran di berbagai lini masih mengalami kebocoran. Padahal penggunaan anggaran sudah diawasi termasuk oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dihadapan pada pegawai BPKP, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hingga Direksi BUMN, dia menegaskan skema pengawasan perlu berorientasi terhadap hasil. Utamanya untuk optimalisasi penggunaan anggaran dan program pemerintah.

"Saya minta pengawasan itu orientasi bukan prosedur nya, orientasi nya hasil itu apa. Banyak APBN-APBD kita yang berpotensi tidak optimal," tegasnya.

Menanggapi laporan Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Jokowi meminta aparat pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran. Termasuk dalam pelaksanaan program-program pemerintah.

"Saya ingatkan baik pusat dan daerah dalam penggunaan yang namanya anggaran, 43 persen (program pemerintah terindikasi tak optimal) bukan angka yang sedikit," tegas Jokowi.

 


Program Lainnya

Jokowi Pimpin Rapat Terbatas
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Rapat terbatas perdana dengan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju itu mengangkat topik Penyampaian Program dan Kegiatan di Bidang Perekonomian. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menemukan ada penggunaan anggaran yang tidak optimal. Salah satunya kedapatan menggunakan judul pengembangan UMKM. Namun, ternyata rincian penggunaannya dinilai tidak konkret.

Dia menyebut, ini adalah penggunaan anggaran di tingkat kabupaten. Kendati begitu, Jokowi enggan membuka kabupaten mana yang dimaksudnya tadi.

"Pengembangan UMKM, di APBD ada ini, ngga usah saya sebutkan kabupaten mana. Total anggarannya Rp 2,5 miliar. Rp 1,9 miliar untuk honor dan perjalanan dinas," ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Menurutnya, penggunaan anggaran ini lebih banyak yang alokasikan bagi perjalanan dinas dan sejenisnya. Hal ini menjadi temuan yang sama dalam penggunaan anggaran program penurunan stunting dengan anggaran Rp 10 miliar.

"Ke situ-situ terus udah, itu nanti sisanya yang Rp 600 juta itu nanti juga masih muter-muter aja, pemberdayaan, pengembangan, istilah yang absurd ndak konkret," kata dia.

Dia menegaskan, pelaksana program seharusnya menggunakan anggaran untuk langkah-langkah konkret. Misalnya, terkait pemberdayaan UMKM bisa menggunakan anggaran untuk penguatan secara teknis.

"Langsung aja lah, itu modal kerja untuk beli mesin produksi, untuk marketing, kalau pengembangan UMKM ya mestinya itu, untuk pameran, jelas," paparnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya