El Nino Ancam Stok Gula Dalam Negeri, Ada Solusi?

Fenomena iklim El Nino yang terjadi pada tahun 2023 berpotensi menimbulkan gangguan ketersediaan komoditas pangan penting bagi masyarakat seperti gula.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Jul 2023, 18:29 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2023, 18:29 WIB
Ilustrasi Liputan Khusus El Nino
Ilustrasi Liputan Khusus El Nino

Liputan6.com, Jakarta Fenomena iklim El Nino yang terjadi pada tahun 2023 ini harus diantisipasi oleh berbagai pihak. Hal ini penting mengingat dampaknya yang luas khususnya terhadap sektor pertanian dan pangan. Langkah-langkah antisipasi yang tepat dapat meminimalisasi potensi gangguan ketersediaan komoditas pangan penting bagi masyarakat seperti gula.

Gula merupakan salah satu komoditas yang memiliki ketergantungan pada iklim. Fenomena iklim seperti El Nino yang berlangsung panjang berpotensi mengganggu masa panen tebu dan selanjutnya berdampak pada ketersediaan stok gula di dalam negeri. Dengan kondisi ini maka stok gula di dalam negeri diperkirakan hanya sampai pertengahan hingga akhir September 2023.

“Kalau stok hanya pertengahan atau akhir September, mesti segera dilakukan impor gula mentah. Dugaan saya, kuota dan izin impor sudah dikeluarkan,” jelas pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, Jumat (14/07/2023).

Walaupun demikian, Harga Acuan Pembelian Gula (HAP) yang masih berada di level Rp 12.500/kg masih menjadi hambatan bagi industri untuk mengimpor gula. Alasannya, dengan harga tersebut, industri masih mengalami kerugian sekitar Rp 2000/kg.

“Makanya penting, setidaknya akhir Agustus, dievaluasi kira-kira produksi gula konsumsi tahun ini berapa. Jika ditambah kuota impor gula mentah untuk diolah jadi gula konsumsi apakah masih cukup memenuhi kebutuhan? Jika tidak, ya jatah impor gula mentah mesti ditambah. Tapi mesti dihitung cermat jumlah dan kapan datang di Indonesia,” papar Khudori.

Impor ini juga menjadi salah satu solusi mengingat industri kecil maupun menengah yang mulai menggunakan gula konsumsi yang berpotensi menimbulkan shortage di masyarakat.

“Itu amat mungkin. Karena untuk mendapatkan gula rafinasi itu cukup rumit prosedurnya bagi UMKM. Apalagi harga cenderung tinggi saat. Penggunaan gula konsumsi sebagai bahan baku bagi UMKM sebagai pengganti gula rafinasi adalah cara mudah untuk mensiasati tidak mudahnya mendapatkan gula rafinasi,” jelas Khudori.

 

 

Impor Gula

Ilustrasi Gula
Ilustrasi gula (dok. Pixabay.com)  

Selain itu, untuk mendorong agar industri mau melakukan impor dan mencegah shortage gula konsumsi di masyarakat, Harga Acuan Penjualan (HAP) gula sudah sepatutnya mengalami kenaikan. Kenaikan HAP gula ini menjadi solusi terbaik sehingga ketersediaan gula di konsumen dapat terus terpenuhi.

Terkait dengan ini, pengamat ekonomi dari LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan idealnya HAP gula berada pada angka Rp 15-16 ribu per kg.

“Apabila dinaikkan ke level level 15-16 ribu/kg relatif bisa mengimbangi kenaikan harga gula di level global, sehingga berpotensi menjaga keseimbangan pasokan akibat mekanisme pasar dengan adanya penyesuaian harga di pasaran,” ungkap Riekfy.

Riefky juga menambahkan kenaikan HAP gula yang tidak sesuai dengan kenaikan tingkat harga di level global berpotensi menimbulkan market distortion.

“Misalnya dalam bentuk penurunan stok akibat sebagian gula konsumsi yang berpotensi digunakan oleh industri kecil. Di sisi lain, industri besar juga berpotensi untuk menahan stok yang berisiko menimbulkan kelangkaan di level konsumen seiring dengan semakin mahalnya impor,” jelas Riefky.

Oleh karena itu, kenaikan HAP Gula juga harus segera dieksekusi secepatnya. Apabila masih terjadi tarik-ulur, dikhawatirkan sektor gula nasional akan semakin terjerembab. 

El Nino Sudah Tiba, Waspada Lonjakan Suhu dan Cuaca Ekstrim

Ilustrasi Liputan Khusus El Nino
Ilustrasi Liputan Khusus El Nino

Sebelumnya, musim kekeringan atau yang dikenal El Nino telah tiba. Melansir CNBC International, Rabu (5/7/2023) badan cuaca Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengumumkan awal dari El Nino, memperingatkan kembalinya fenomena iklim tersebut dapat menyebabkan lonjakan suhu global dan kondisi cuaca ekstrem.

Organisasi Meteorologi Dunia atau WMO memperkirakan bahwa ada kemungkinan 90 persen dari peristiwa El Nino akan bertahan hingga paruh kedua tahun ini dan diperkirakan "setidaknya dengan kekuatan sedang".

"Awal dari El Nino akan sangat meningkatkan kemungkinan memecahkan rekor suhu dan memicu panas yang lebih ekstrem di banyak bagian dunia dan di lautan," kata Petteri Taalas, sekretaris jenderal Organisasi Meteorologi Dunia .

"Deklarasi El Nino oleh WMO adalah sinyal bagi pemerintah di seluruh dunia untuk memobilisasi persiapan guna membatasi dampak terhadap kesehatan kita, ekosistem kita, dan ekonomi kita," jelasnya.

Taalas juga menyarakan, "peringatan dini dan tindakan antisipatif dari peristiwa cuaca ekstrem yang terkait dengan fenomena iklim besar ini sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian".

Secara terpisah, laporan WMO pada bulan Mei, yang dipimpin oleh Kantor Met Inggris, memperingatkan ada 66 persen kemungkinan bahwa rata-rata tahunan suhu global dekat permukaan antara tahun 2023 dan 2027 akan secara singkat melampaui 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri untuk setidaknya 1,5 derajat Celcius.

Pengumuman Organisasi Meteorologi Dunia mengikuti laporan dari National Oceanic and Atmospheric Administration pada awal Juni, yang mengatakan kondisi El Nino telah dekat dan diperkirakan akan menguat secara bertahap hingga musim dingin di wilayah Utara Bumi". 

Batas Suhu Global

Antisipasi Fenomena El Nino, Kementan Gencar Sosialisasi AUTP ke Petani
Ilustrasi kondisi kekeringan.

Ambang batas 1,5 derajat Celcius adalah batas suhu global aspirasional yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015.

Pentingnya diakui secara luas karena apa yang disebut titik kritis menjadi lebih mungkin melampaui tingkat ini. Sebagai informasi, titik kritis adalah ambang di mana perubahan kecil dapat menyebabkan perubahan dramatis pada seluruh sistem pendukung kehidupan Bumi.

"Ini bukan untuk mengatakan bahwa dalam lima tahun ke depan kita akan melampaui tingkat 1,5°C yang ditentukan dalam Perjanjian Paris karena perjanjian itu mengacu pada pemanasan jangka panjang selama bertahun-tahun," kata Chris Hewitt, direktur layanan iklim WMO.

"Namun, ini adalah peringatan lain, atau peringatan dini, bahwa kita belum berada di arah yang benar untuk membatasi pemanasan dalam target yang ditetapkan di Paris pada tahun 2015, yang dirancang untuk secara substansial mengurangi dampak perubahan iklim," tambah Hewitt. 

Infografis Deretan Wilayah Indonesia Terancam Kekeringan Parah dan Terdampak El Nino. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Wilayah Indonesia Terancam Kekeringan Parah dan Terdampak El Nino. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya