Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki mengungkap penyebab sepinya aktivitas perniagaan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Dia menyebut, Pasar Tanah Abang sepi pembeli akibat tren perubahan pola belanja offline ke online. Di sisi lain, saat ini e-commerce atau lokapasar telah dikuasai produk asing.
Advertisement
Baca Juga
"Pasar Tanah Abang sudah sepi. Brand skin care dan kosmetik lokal juga sekarang habis dibabat oleh produk impor, padahal sebelumnya pernah menguasai perdagangan digital di Tanah Air," ujar Teten di Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Terlebih, produk-produk asing asal China yang dijual di e-commerce memiliki harga lebih murah dibandingkan produk lokal. Hal ini tentunya semakin melemahkan daya saing produk UMKM lokal.
Advertisement
"Di media sosial sudah banyak UMKM yang mengeluh jika mereka sudah tidak bisa bersaing dengan produk dari Tiongkok yang dijual dengan harga yang tidak masuk akal. Ini bukan lagi dumping, tapi predatory pricing," tegasnya.
Berdasarkan riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), hampir 90 persen dari 400 perusahaan e-commerce di Indonesia dikuasai oleh produk impor. Padahal, perputaran uang yang beredar di pasar e-commerce Indonesia bisa mencapai Rp300 triliun.
UMKM Lokal
Untuk itu, Menteri Teten meminta masyarakat untuk lebih mencintai produk-produk buatan UMKM lokal agar tetap berkembang dan tumbuh secara berkesinambungan. Ia berkeinginan agar masyarakat Indonesia bisa mencontoh masyarakat Jepang yang memiliki falsafah, membeli produk dalam negeri adalah suatu cara untuk membantu negaranya menjadi bangsa yang besar.
"Kalau UMKM kita bisa memanfaatkan setengah saja lewat produk-produk lokal, kita bisa mendapatkan nilai ekonomi yang tinggi, sekitar Rp150 triliun," ucapnya.
Selain itu, Menteri Teten juga mendorong agar segera hadir regulasi yang lebih ketat untuk merebut pasar e-commerce yang dikuasai produk impor. Pengaturan ekonomi digital, menurutnya sudah sangat mendesak untuk dilakukan. "Kita butuh semangat bersama, semangat seluruh masyarakat Indonesia untuk mencintai produk dalam negeri. Karena kualitas produk buatan dalam negeri sudah bisa bersaing dengan produk asing," pungkasnya.
Gara-Gara TikTok, Omzet Pedagang Turun Drastis
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyebut omzet pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat anjlok menjadi Rp 9 juta per hari dari sebelumnya Rp40 juta. Hal ini dia kemukakan saat menggelar rapat bersama Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan pada Senin (4/9).
"Kalau kita lihat hari ini, (misalnya) Tanah Abang, ITC, Roxy, dan lain sebagainya sepi, Pak. Kemarin kami ke Tanah Abang mengkroscek yang ada di berita ternyata betul, Pak. Pendapatan mereka yang biasanya setiap hari omzet Rp40 juta sekarang hanya tinggal Rp9 juta sehari, tragis sekali," kata Mufti dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (6/9).
Menurut Mufti, salah satu faktor sepinya pasar fisik adalah adanya e-commerce dan social commerce, seperti aplikasi Tiktok.Dia menyebut adanya social commerce saat ini memungkinkan produk UMKM Indonesia dapat diproduksi secara massal di China melalui pemanfaatan kecerdasan buatan (AI).
"Jadi, mereka punya semacam AI (Artificial Intelligence) dan kemudian mereka mengirim orang, mengecek tempat produksi dan kemudian belum seminggu barang yang di-launching itu sudah diproduksi di China dan sudah ada di negara kita, Pak," ungkapnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Produk Impor Bikin UMKM Babak Belur, Pemerintah Telat Atur TikTok Shop Cs
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebut pemerintah terlambat mengatur soal ecommerce dan social commerce. Alhasil, produk impor merajalela di platform digital seperti TikTok Shop yang malah merugikan produk-produk UMKM lokal.
Teten mancatat, Indonesia belum memiliki strategi nasional transformasi digital dan belum memiliki badan yang khusus mengatur itu. Dengan begitu, koordinasi antarkementerian dinilai tak punya arah.
"Maka para menteri enggak ada acuan, padahal transformasi digital melibatkan banyak aspek. Di Indonesia transformasi digital hanya berkembang di sektor perdagangan (e-commerce) di sektor hilir bukan di sektor produksi," kata dia kepada media, Rabu (20/9/2023).
Pada saat yang sama, merebaknya produk impor dengan harga jual yang jauh lebih rendah memotong porsi serapan produk UMKM. Lantaran, kata Teten, produk luar seperti China punya ekosistem yang kuat dan menjadikan biaya produksi lebih efisien.
"Tapi di sini kita terlambat mengatur palform digital ecommerce dan social commerse. Akibatnya kita didikte platform digital global," tegasnya.
Produk China
Dia memegang data kalau 80 persen penjual di platform online menjual produk-produk China. Dengan porsi itu, pasar offline seperti Tanah Abang mulai ditinggalkan.
"Tapi kita perlu juga melihat masalah ini dari kebijakan investasi dan perdagangan, standarisasi produk dan lain-lain. Saat ini Pemerintah lagi merevisi Permendag no 50/2020," paparnya.
Teten mengatakan saat ini proses revis Permendag 50/2020 sudah di Istana Negara. Langkah ini sebagai tindak lanjut, pembahasan yang sudah dibahas bersama Kementerian Hukum dan HAM.
Produk China Dibuang ke ASEAN
Lebih lanjut, Teten menyoroti terlalu mudahnya produk impor masuk ke Indonesia. Ini disinyalir karena tarif bea masuk yanh terlalu rendah.
Bukan cuma UMKM yang terancam. Teten mengaku mendapat curhatan dari pelaku industri dalam negeri yang juga produksinya menyusut.
"Jangankan UMKM produk industri manufaktur pun gak bisa bersaing. Terutama produk garment, kosmetik, sport shoes, farmasi dan lain-lain," urainya.
Kondisi ini semakin diperparah oleh ekonomi China yang disebut sedang melemah yang mengakibatkan overproduksi dari barang-barangnya. Teten menduga, China mengalihkan suplai barang-barang hasil produksinya ke negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Apalagi saat ini China ekonominya lagi melemah, produksi consumer goodnya oversupply, dibuang ke Asean, terutama kita karena market kita besar dan hampir separuh populasi kita udah masuk ke eccomerce," kata dia.
"Babak belur kita. 80 persen UMKM yang jualan di eccomerce dan socialcommerce hanyalah seller produk-produk impor terutama dari China," sambung Teten.
Sia mengatakan, porsi ekonomi digital Indonesia dikuasai oihak asing dengan 56 persen di ecommerce dan 65 persen di social commerce. "Yang bagus adalah disektor keuangan digital, domestik menguasai 94 persen karena BI, OJK dan Menkeu mengaturnya dengan ketat," pungkasnya.
Advertisement