Liputan6.com, Jakarta - Ibu kota Swedia, Stockholm akan melarang mobil diesel dan dan bertenaga gas masuk ke pusat kota mulai 2025. Langkah yang dijalankan oleh Stockholm dilakukan guna mengurangi emisi gas buang.
"Di Stockholm yang diusung oleh Partai Hijau, semua orang harus bisa menghirup udara tanpa jatuh sakit," tulis Wakil Wali Kota bidang Transportasi Lars Strömgren dalam sebuah unggahan di Instagram minggu lalu saat mengumumkan kebijakan baru tersebut, seperti dikutip dari CNBC, Kamis (19/10/2023).
Baca Juga
Advertisement
"Sebaliknya, Stockholm harus menjadi tempat publik dengan banyak tempat duduk di luar ruangan dan banyak ruang untuk berjalan kaki dan bersepeda. Sekarang kami mengambil langkah besar untuk mewujudkannya."
menurut laporan kantor berita nasional di Swedia SVT, mobil disel dan gas dilarang melewati empat jalan di pusat kota Stockholm, yang mencakup sekitar 20 blok, akan menjadi zona lingkungan kelas 3. Klasifikasi zona tersebut berarti tidak ada kendaraan diesel atau gas yang diizinkan untuk melintas di dalamnya.
Ini akan menjadi zona lingkungan kelas 3 pertama di Stockholm, namun rencananya akan diperluas hingga lebih dari 20 blok. Para pejabat Swedia akan merundingkan perluasan tersebut pada paruh pertama tahun 2025.
Stockholm bukanlah kota pertama yang menguji coba kawasan rendah emisi, namun pelarangan total ini merupakan salah satu langkah paling berani yang dilakukan oleh ibu kota besar di Eropa.
London memiliki beberapa zona rendah emisi yang membebankan biaya harian kepada kendaraan beremisi tinggi untuk melintas di dalamnya.
Brussels mengumumkan pada bulan Desember bahwa hanya kendaraan penting seperti kendaraan untuk layanan darurat, kunjungan kesehatan dan beberapa pengiriman barang yang akan diizinkan di 10 jalan di pusat kota; kendaraan lain yang tidak penting akan mendapatkan satu kali peringatan sebelum didenda. Oslo juga sedang menyelidiki potensi zona nol emisi untuk tahun 2025.
Indonesia-Jerman Kolaborasi 17 Proyek Senilai Rp16,4 Triliun, Menuju Sistem Energi Dekarbonisasi
Sebelumnya, Indonesia-Jerman semakin memperkuat hubungan kolaborasinya dalam Sistem Energi Dekarbonisasi, menggandeng Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hal itu disampaikan pada acara Indonesia Sustainability Weeks 2023.
Indonesia Sustainability Weeks 2023 yang dijadwalkan berlangsung selama empat hari dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, profesional, sektor swasta, akademisi, media, dan lainnya. Salah satu organisasi pemerintah federal Jerman yang berkantor di Jakarta, Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) juga turut berkontribusi dalam penyelenggaraan acara tersebut.
Duta Besar Republik Federal Jerman Untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Ina Lepel, menyoroti hubungan bilateral yang kuat antara Jerman dan Indonesia dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau. Ia menyampaikan rasa bangganya atas keterlibatan pemerintah Indonesia dan Jerman dalam kolaborasi selama lebih dari 30 tahun.
"Kolaborasi ini telah memberi tahu kami mengenai bantuan teknis dan finansial dalam berbagai inisiatif energi terbarukan yang mencakup peningkatan skala besar transmisi energi terbarukan, pekerjaan ramah lingkungan dan pengembangan keterampilan serta dialog inklusif antara organisasi masyarakat sipil, baik di tingkat nasional maupun regional," ujar Dubes Ina Lepel dalam sambutan pembukaannya ISEW 2023 di Hotel Kempinski, Jakarta pada Selasa 10 Oktober 2023, dikutip dari video siaran langsung akun YouTube Bappenas.
Advertisement
Sumbang Bantuan Teknis dan Finansial
Selanjutnya Dubes Ina Lepel menegaskan, "Kami percaya bahwa bersama-sama kita dapat mewujudkan kemitraan ini demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.
Dalam konteks kolaborasi, Jerman diketahui telah menyumbangkan bantuan teknis dan finansial untuk proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia.
Dubes Ina Lepel pun mengumumkan bahwa saat ini mereka sedang menyelesaikan 17 proyek dengan total lebih dari 1 miliar euro (16,4 triliun rupiah), sementara proyek-proyek lain dengan total sekitar 800 juta euro (13 triliun rupiah) masih dalam proses.
Selain itu, pemerintah Jerman baru-baru ini meresmikan program EnergyHub yang bertujuan memperkuat kolaborasi energi bilateral dan meningkatkan efisiensi serta sinergi di antara keduanya.