LPEM FEB UI Rilis White Paper, Usulan ke Pemerintah Mendatang Hadapi Tantangan Ekonomi

Dalam white paper ini dituangkan narasi perekonomian Indonesia melalui 14 artikel yang telah disusun untuk menanggapi berbagai permasalahan perekonomian yang terjadi di Tanah Air dan proyeksi di masa datang.

oleh Tira Santia diperbarui 31 Okt 2023, 21:36 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2023, 20:40 WIB
Dekan FEB UI Teguh Dartanto
Dekan FEB UI Teguh Dartanto

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) memberikan usulan langkah prioritas pemerintah masa depan dalam menghadapi tantangan ekonomi untuk mewujudkan Indonesia maju dengan kesejahteraan yang merata.

Di mana LPEM FEB UI meluncurkan white paper yang bertema ‘Dari LPEM Bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat Indonesia 2024-2029; Langkah Prioritas untuk Pemerintahan Masa Depan’ pada Jumat, 27 Agustus 2023.

Dalam white paper ini dituangkan narasi perekonomian Indonesia melalui 14 artikel yang telah disusun untuk menanggapi berbagai permasalahan perekonomian yang terjadi di Tanah Air dan proyeksi di masa datang.

Dekan FEB UI Teguh Dartanto mengatakan, pemerintah memiliki aspirasi mewujudkan  Indonesia Emas 2045 di mana negara ini menjadi maju sejajar negara adidaya.

Selain itu, pemerintah Indonesia menargetkan keluar dari middle income trap. Di sisi lain, kata dia, dalam mewujudkan hal tersebut perlu strategi kuat dan mumpuni, aksi nyata yang masif dan terukur, serta dengan ‘amunisi’ yang tepat.

“Saya rasa apa yang dilakukan LPEM ini adalah bagian dari upaya kita menurunkan sebuah mimpi itu menjadi sebuah strategi dan aksi dan juga bagaimana kita membiayai strategi dan aksi itu untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujarnya.

Adapun white paper  tersebut hadir karena dalam beberapa tahun terakhir dunia telah menyaksikan perlambatan ekonomi global, dengan tingkat inflasi dan suku bunga yang akan terus tetap tinggi. Selain itu, terjadi gejolak geopolitik serta peningkatan risiko yang dikenal sebagai fragmentasi geo-ekonomi.

Sehingga para ahli meyakini bahwa fenomena dalam perekonomian global yang terjadi saat ini akan membawa konsekuensi signifikan secara ekonomi serta perubahan mendasar dalam pengambilan kebijakan dunia.  Selain itu, permasalah dari dalam negeri juga masih menjadi tugas berat yang menanti pemerintahan ke depan.

“Dalam white paper juga mengingatkan bahwa Indonesia berpotensi besar terjebak dalam middle income trap. Berdasarkan analisa komparasi makroekonomi, kondisi Indonesia saat ini jauh berbeda untuk menuju negara berpendapatan tinggi seperti layaknya Cina, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, dan Brasil ketika mereka pertama kalinya masuk dalam kelompok Upper Middle Income,” ujar Teguh.

 

 

Terjebak Kelas Menengah

Teguh juga mengungkapkan kegundahannya karena data panel rumah tangga selama 20 tahun menunjukkan banyak rumah tangga di Indonesia terjebak di kelas menengah dan gagal naik kelas.

Oleh karena itu, menurutnya white paper tersebut dapat menavigasi pemerintah mewujudkan aspirasi pembangunan dalam mewujudkan kemajuan dan kesejahteraaan yang adil, makmur, resilien dan berkelanjutan. Hal ini sangat penting sehingga aspirasi tersebut menjadi realistis dan Indonesia bisa menyiapkan berbagai skenario dalam pembangunan.

“Saya rasa kita juga harus berpikir kritis, mimpi bukan sekadar mimpi. Kalau kita ingin mewujudkan mimpi perlu bekerja keras agar mimpi Indonesia Emas 2045 ini bisa tercapai. Dan kami akan melanjutkan white paper ini menjadi sebuah analisis yang lebih mendalam dan komprehensif,” lanjutnya.

Kepala LPEM FEB UI Chaikal Nuryakin menyampaikan bahwa bagaimana kondisi pertumbuhan perekonomian Indonesia yang dalam dua dekade terakhir tidak pernah jauh dari 5%. Pertumbuhan kredit per tahun juga tidak pernah lebih dari 15%. Partisipasi kerja perempuan mentok di angka 54%.

Selain itu, rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tidak pernah melampaui 11%. Bahkan hanya 9,9% dalam satu dekade terakhir. Adapun kontribusi industri terus menurun dan hanya sekitar 18% terhadap PDB. Hal itu disertai kemiskinan ekstrem yang persisten di tingkat 1,7%.

“Jadi isu-isu pembangunan saat ini dan ke depan harus dipetakan. Tentu saja kami juga menawarkan reformulasi kebijakan yang optimal untuk jangka pendek dan pencapaian jangka panjang,” katanya dalam kesempatan yang sama.

 

 

Hajatan Demokrasi

Dia pun mengingatkan, pada 14 Februari 2024 masyarakat Indonesia akan mengadakan hajatan demokrasi terbesar pemilihan umum kepala daerah, dan presiden. Oleh karena itu, peluncuran white paper ini mengundang perwakilan tim pemenangan tiga pasangan capres dan cawapres.

Harapannya memberikan gambaran untuk pemerintahan mendatang dalam menyederhanakan pembuatan kebijakan. Sehingga mendorong Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi.

“Lima tahun kedepan adalah lima tahun pertama dalam 20 tahun pencapaian visi Indonesia Emas 2045. Sebagai negara kepulauan besar yang unik dengan keragaman agama, suku-budaya, dan norma sosial, membawa 278 juta penduduk Indonesia melalui koridor sempit untuk menjadi negara maju adalah tidak mudah.  Transisi demografi, transisi digital, transisi energi, dan fragmentasi global menambah kompleksitas dalam perencanaan pembangunan,” ungkap Chaikal.

Oleh karena itu, dalam white paper tersebut dibahas mengenai membuka potensi ekonomi digital Indonesia. Di mana perlunya peningkatan sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Selanjutnya terkait fragmentasi geoekonomi dan masa depan ekonomi Indonesia. Kemudian terkait ekonomi kreatif karena masyarakat kita kuat sebagai produsen.

 

Refleksi kebijakan hilirisasi

Berikutnya adalah refleksi kebijakan hilirisasi di Indonesia. Ada pula mengenai penghapusan mandatory spending untuk sektor kesehatan dan implikasinya bagi pelayanan kesehatan. Dibahas juga terkait fiscal sustainability. Kemudian terkait transisi energi berkeadilan mewujudkan green economy. Selanjutnya adalah peningkatan efektivitas program pengembangan pemberdayaan masyarakat di perusahaan batubara.

Dibahas pula mengenai mengoptimalisasi BPJS Ketenagakerjaan atau terkait social insurance. Kemudian mengenai kemiskinan multidimensi dengan indikator yang lengkap. Ada juga pembahasan terkait investasi dalam ekonomi perawatan. Juga pendidikan berkarakter adat untuk anak Papua yang bermanfaat bagi masyarakat asli di sana. Terakhir adalah kesetaraan dalam mobilitas ekonomi.

“Semuanya harus dipersiapkan dari sekarang. Terutama kelas menengah yang kuat, produktif dan inovatif,” lanjutnya.

Dalam kesempatan tersebut, salah satu panelis yaitu Guru Besar FEB UI Telisa Aulia Falianty menyoroti pentingnya digitalisasi. Menurutnya, salah satu pekerjaan rumah pemimpin Indonesia ke depan ialah memastikan bahwa digitalisasi bisa dimanfaatkan secara optimal. Di mana masyarakat Indonesia tidak menjadi korban digitalisasi, tapi justru dapat mengendalikan digitalisasi tersebut.

“Artinya itu sangat penting, sehingga kita dapat melakukan transformasi ekonomi. Memang di dunia sendiri kita mengalami megatren digitalisasi. Ini memang akan mengubah banyak hal. Saya menyukai dengan apa yang tertulis dalam white paper ini terkait digitalisasi, mengenai perlunya keseimbangan antara produsen dan konsumen,” ujarnya.

Dalam acara peluncuran white paper ini hadir pula Asep Suryahadi dari SMERU Institute; Mari Elka Pangestu, Mantan direktur pelaksana World Bank dan guru besar FEB UI; serta Jahen Fachrul Rezki, Wakil Kepala Bidang Penelitian LPEM FEB UI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya