PGEO Kaji Pembagian Rasio Dividen hingga 90 Persen

PGEO tetap fokus pada pengelolaan keuangan yang prudent dan optimal. Untuk memastikan keberlanjutan investasi dalam pengembangan proyek panas bumi baru dan peningkatan kapasitas produksi.

oleh Gagas Yoga Pratomo Diperbarui 26 Mar 2025, 21:10 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2025, 21:10 WIB
PLTP Area Kamojang PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). (Foto: Pertamina Geothermal Energy)
PLTP Area Kamojang PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). (Foto: Pertamina Geothermal Energy)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) memberi bocoran rencana terkait pembagian rasio dividen pada tahun buku 2024. Direktur Keuangan PGEO Yurizki Rio mengatakan untuk pembagian dividen itu mungkin di sekitar 80 hingga 90 persen.

“Itu masih valid, karena kita mau mempertahankan dividend per share-nya, at least itu walaupun profit kita turun, tapi dividend per share itu kita bisa mengalami kenaikan,” kata Yurizki dalam acara Media Briefing: Capaian Finansial 2024 & Rencana Pengembangan Bisnis 2025, Rabu (26/3/2025).

Yurizki menambahkan, Perseroan tetap akan mempertimbangkan kondisi keuangan, untuk memberikan atau mengoptimalkan shareholders return.

Pada kesempatan yang sama, PGE juga menyiapkan belanja modal atau Capex sekitar USD 319 juta pada 2025. Yurizki mengungkapkan Capex akan digunakan untuk pengembangan organik dan pengembangan bisnis di Indonesia.

Kinerja Keungan PGE

Sebelumnya, membukukan pendapatan sebesar USD 407,12 juta, atau setara Rp 6,76 triliun (kurs Rp 16.610 per dolar AS) di sepanjang 2024. Jumlah itu meningkat dari USD 406,29 juta pada tahun sebelumnya, seiring dengan meningkatnya permintaan energi bersih di Indonesia.

Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian yang telah diaudit (audited), PGE mencatat laba bersih USD 160,30 juta atau setara Rp 2,66 triliun di 2024. Sedikit menurun dibanding capaian laba 2023 sebesar USD 163,57 juta.

Direktur Utama PGE Julfi Hadi menyatakan, pihaknya berkomitmen terus memperkuat posisi sebagai pemimpin industri panas bumi di Indonesia, dengan strategi operasional yang berkelanjutan.

“Pada 2024, PGE berhasil mencatat produksi listrik dan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah, yang didukung oleh peningkatan kinerja operasional di beberapa wilayah kerja panas bumi. Kinerja yang solid ini mencerminkan komitmen kami dalam mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan kontribusi terhadap transisi energi nasional," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (26/3/2025).

Pengembangan Panas Bumi Baru

Direktur Keuangan PGE Yurizki Rio menambahkan, pihaknya tetap fokus pada pengelolaan keuangan yang prudent dan optimal. Untuk memastikan keberlanjutan investasi dalam pengembangan proyek panas bumi baru dan peningkatan kapasitas produksi.

"Memang beban operasi meningkat, tetapi ini merupakan bagian dari investasi strategis untuk memperkuat fondasi pertumbuhan jangka panjang dan mendukung ekspansi kapasitas lebih besar ke depan," ungkap dia.

Adapun beban pokok pendapatan meningkat menjadi USD 164,89 juta dari USD 158,35 juta di tahun sebelumnya, seiring dengan ekspansi kapasitas. Di sisi lain, adus kas operasional mengalami peningkatan dari USD 255,19 juta (2023) menjadi USD 258,29 juta (2024).

Promosi 1

PGEO Jadikan Panas Bumi Katalisator Utama Transisi Energi di Indonesia

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), emiten anak usaha Pertamina yang bergerak dalam sektor panas bumi, membukukan kenaikan laba bersih perusahaan sebesar 49,7 persen dibanding tahun 2021.
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), emiten anak usaha Pertamina yang bergerak dalam sektor panas bumi, membukukan kenaikan laba bersih perusahaan sebesar 49,7 persen dibanding tahun 2021.... Selengkapnya

Sebelumnya, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berkomitmen membawa Indonesia menjadi raksasa energi hijau. PGEO melihat panas bumi akan menjadi katalisator utama dalam transisi energi dan solusi strategis menghadapi krisis iklim.

Hal ini diungkap dalam Conference of the Parties (COP) 29 di Baku, Azerbaijan yang merupakan konferensi perubahan iklim yang digagas oleh Perserikatan Bangsa Bangsa.

Dalam sebuah diskusi di COP29, Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Julfi Hadi menjelaskan, transisi ke energi hijau merupakan kebutuhan yang mendesak, terutama bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Untungnya, Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang luar biasa, terutama energi panas bumi yang paling cocok menggantikan peran energi fosil.

"Sebagai negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab dan peluang besar menjadi pemimpin transisi energi global. Dengan karakteristiknya sebagai energi baseload, panas bumi adalah solusi ideal untuk menggantikan bahan bakar fosil, mendorong agenda transisi ke energi bersih dan mengurangi laju perubahan iklim,” papar Julfi Hadi dalam keterangan tertulis, Kamis (14/11/2024).

Diskusi panel yang membahas pengembangan energi bersih untuk mencapai target iklim Indonesia ini juga menghadirkan pembicara lainnya seperti Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi, Executive Vice President Transisi Energi dan Keberlanjutan PT PLN (Persero) Kamia Handayani dan Director of Sustainable Energy Hub United Nations Development Program (UNDP) Riad Meddeb.

Tantangan Kembangkan Panas Bumi

Julfi Hadi menyoroti sejumlah tantangan pengembangan energi panas bumi. Dari total sumber daya 24 GW, baru sekitar 10% yang dimanfaatkan. Dengan semangat COP29, Ia menekankan pentingnya kolaborasi global untuk mempercepat pengembangan energi ini.

"Pengembangan panas bumi masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari aspek teknis, regulasi, hingga pembiayaan. Namun, dengan kerja sama global, kita bisa menjadikan tantangan ini sebagai peluang. Negara-negara di dunia perlu mendorong terciptanya ekosistem yang mendukung pengembangan panas bumi, terutama melalui penguatan sektor keuangan hijau. Investasi yang lebih besar di sektor ini adalah kunci untuk mempercepat transisi menuju masa depan yang lebih bersih," papar Julfi Hadi.

Julfi Hadi juga memaparkan bahwa percepatan pengembangan panas bumi akan membuat Indonesia berpotensi menjadi raksasa energi hijau dunia. Ini selaras dengan peta jalan EBT nasional yang menargetkan kapasitas terpasang panas bumi 10,5 GW pada 2035. Target ini diharapkan menarik investasi sebesar USD17-18 miliar, berkontribusi hingga USD22 miliar pada PDB, serta menciptakan hingga 1 juta lapangan kerja.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya