Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan penyebaran bisnis fintech berupa peer to peer (p2p) lending atau pinjaman online (pinjol) legal masih belum merata. Ini mengingat, bisnis pinjol masih terpusat di tiga kota besar Pulau Jawa.Â
"Kalau kita lihat data, konsentrasi pinjol masih di tiga kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, dan Surabaya," kata Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Moch Ihsanuddin saat ditemui di BEI Rabu (1/11/2023). Â
Baca Juga
Dia bilang, penggunaan fintech di daerah khsususnya luar Jawa masih minim. Bahkan, pengguna dari fintech ini mayoritas berasal dari Jakarta atau sekitar 80 persen total pengguna layanan fintech.Â
Advertisement
Sehingga, OJK menilai pemerataan fintech ini menjadi hal yang penting. Sebab, kehadiran fintech ini diyakini bisa meningkatkan perekonomian sekaligus dapat menjangkau masyarakat yang tidak tersentuh oleh perbankan.Â
Menurut ia, ketahanan dari perusahaan fintech ini belum teruji. Jika mengacu pada data statistik, sekitar 64 persen perusahaan fintech baru berjalan kurang dari lima tahun alias masih seumur jagung. Sedangkan, fintech yang sudah teruji lebih dari 20 tahun masih sedikit atau sekitar 2,7 persen.Â
Alhasil, perusahaan fintech ini belum bisa dikatakan akan bertahan dalam beberapa tahun ke depan dalam waktu yang lama. Sebab, ketangguhannya perlu diuji dengan berbagai tantangan yang ada.Â
Dengan begitu, ia mencermati perusahaan fintech ini membutuhkan pembinaan maupun pendampingan ke depannya. Selain itu, perusahaan fintech yang baru mulai menjalankan usahanya perlu dirangkul agar patuh terhadap aturan yang ada.Â
"Makanya harus kita perbaiki industri ini (fintech) sehingga ke depan akan menjadi lebih baik, khususnya dalam mendukung UMKM," ujar dia.Â
Melihat Prospek Industri Fintech di Tengah Pemilu 2024
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai fintech memiliki peranan penting dalam menjaga ekonomi tetap solid di tengah momentum pemilu 2024.Â
Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Moch Ihsanuddin menuturkan, tahun depan Indonesia bakal dihadapkan dengan pesta demokrasi yang besar. Sehingga, sarana fintech ini akan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.Â
"Ketika tahun depan (2024) Indonesia menghadapi pesta demokrasi yang besar itu, sarana fintech ini berperan strategis karena akan sangat dibutuhkan oleh masyarakat," kata dia dalam acara media briefing Bulan Fintech Nasional (BFN) dan The 5th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2023, Rabu (1/11/2023).Â
Menurut ia, pemilu tahun depan menjadi pesta demokrasi yang dahsyat. Ini meningat pemilihan presiden-wakil presiden, pemilihan legislatif, dan pemilihan kepala daerah bakal digelar secara bersamaan.Â
Bahkan, jika pilpres dilakukan dalam dua putaran, maka aktivitas ekonomi Indonesia berpotensi terganggu. Karena, masyarakat akan fokus pada proses pemilu itu sendiri.Â
Dengan demikian, ia menilai momentum seperti itu bakal membuat layanan pinjol legal dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga, pemilu ini bisa menjadi angin segar bagi perusahaan fintech, jika bisa menangkap peluang positif dari pemilu 2024.Â
Â
Â
Advertisement
Peluang Fintech
Sementara itu, Executive Director Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Aries Setiadi menuturkan, pihaknya melihat peluang fintech pada pemilu 2024 masih cerah. Sebab, pangsa pasar dari fintech ini masih ada.Â
"Sekarang kita dengan mudah belanja jalan-jalan tanpa bawa dompet, that’s fintech. Ke depan inovasi berjalan semakin mempermudah lagi dan aspeknya juga tidak hanya fasilitasi, kesehatan pertanian digitalisasi, kerja sama antar sektor dan antar layanan jasa keuangan berbasis teknologi lebih kuat," kata Aries.
Dengan begitu, ia pun berharap dari tiga capres-cawapres ke depan siapapun yang nanti terpilih punya perhatian dan pemahaman yang baik terhadap industri fintech, termasuk perhatian terkait memfasilitasi fintech ini.Â
"Regulator tentu tugasnya pengawasan, bagi industri fintech membuat inovasi namanya inovasi hal baru hal yang belum diatur sebelumnya atau hal mengubah peraturan yang ada," katanya.Â
Menurut ia, tiga pasangan capres-cawapres ini memiliki perhatian yang baik terhadap ekonomi digital dari masing-masing pasangan, mereka juga sudah terinformasi adanya fintech dan adanya ekonomi digital.Â
"Tentu dari sisi asosiasi dan industri mereka tetap fasilitasi inovasi terus berkembang, tapi juga perlindungan terhadap konsumen,"Â ujar dia.Â
Pembukaan Rekening dan Akun Fintech Baru Naik 13 Persen di Bulan Inklusi Keuangan 2023
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada peningkatan jumlah pembukaan rekening baru pada periode Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2023. Angkanya meningkat 13 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan paling banyak terlihat dari sisi pembukaan rekening baru yang mencapai hampir 3 juta rekening.
"Untuk industri perbankan pembukaan rekening baru sebanyak 2.925.231 rekening atau hampir 3 juta rekening baru," ujarnya dalam Puncak BIK 2023, di Yogyakarta, Sabtu (28/10/2023).
Kemudian industri pasar modal sebanyak 131.000 rekening effect, industri perasuransi sebanyak 658.484 polis baru, industri pembelian sebanyak 543.731 debitur baru. Lalu, industri pergadaian sebanyak 3.253. 844 rekening penyuluhan pinjaman yang baru, industri fintek sebanyak 424.370 akun baru.
"Ini kira-kira kenaikan sekitar 13 persen dari tahun sebelumnya," ungkap Friderica.
Dia mengatakan, BIK 2023 ini menjadi tahun pertama di mana program bulan inklusi dilakukan berkepanjangan. Bahkan, sejumlah kegiatan dilakukan sejak Januari hingga Oktober 2023.
"Tadinya bulan inklusi keuangan itu hanya Oktober, semua kegiatan dilakukan di Oktober. Tetapi kita kemudian memberikan kebijakan yang sedikit berbeda yaitu bulan inklusi keuangan yang sudah dilaksanakan sejak Januari," ujar dia.
Advertisement