Liputan6.com, Jakarta - The International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China menjadi 5,4 persen pada 2023. Namun, IMF juga memperingatkan kesulitan di real estate masih terus berlanjut.
Dikutip dari laman CNBC, Selasa (7/11/2023), IMF menyebutkan pertumbuhan kuartal III lebih baik dari perkiraan dan pengumuman kebijakan baru-baru ini.
Baca Juga
Namun, IMF prediksi pertumbuhan melambat pada 2024 menjadi 4,6 persen. Hal ini seiring berlanjutnya pelemahan pasar properti dan permintaan eksternal.
Advertisement
"Terkait real estate, tekanannya masih ada," ujar Wakil Direktur IMF Gita Gopinath kepada CNBC.
Ia menuturkan, masih banyak tekanan di pasar. "Ini tidak akan selesai dengan cepat. Diperlukan lebih banyak waktu untuk beralih kembali ke ukuran lebih berkelanjutan,” kata dia.
Real estate dan sektor terkait menyumbang lebih dari seperempat ekonomi China. Beberapa analis mengatakan, hal itu perlu berkontraksi, kemungkinan 10 persen.
Selain itu, pemerintah China juga mulai menindak ketergantungan pengembang terhadap utang untuk pertumbuhan pada 2020. Akan tetapi, baru-baru ini melonggarkan beberapa tindakan.
Salah satu masalah paling menonjol adalah pengembang yang kesulitan mendapatkan pembiayaan, menunda penyelesaian aparteman dan memicu boikot hipotek tahun lalu. Rumah di China biasanya dijual sebelum dibangun.
"Beberapa kemajuan telah dicapai, tetapi masih diperlukan lebih banyak lagi,” ujar Gopinath.
Ia menuturkan, pemerintah pusat dapat berperan besar dalam memberikan pendanaan secara langsung. "Kami pikir hal ini akan membantu meningkatkan kepercayaan rumah tangga,” kata dia.
"Tetapi kami juga berpikir penting untuk segera mengeluarkan pengembang properti yang tidak layak. Keduanya akan menjadi sangat penting. Selain membiarkan harga rumah menyesuaikan lebih fleksibel untuk mendapatkan transisi yang lebih lancar.
IMF Sempat Turunkan Pertumbuhan Ekonomi China
Pada Oktober, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China menjadi 5 persen pada 2023 dan 4,2 persen pada 2024.
Gopinath tidak perkirakan dampak besar dari peningkatan perkiraan itu terhadap harga komoditas.
“Apa yang akan mempunyai dampak yang lebih besar adalah jika China mampu menaikkan perkiraan pertumbuhan jangka menengahnya dari saat ini sebesar 3,5 persen, jika China dapat meningkatkan ke angka jauh lebih tinggi. Hal ini dapat dicapai jika China melakukan reformasi yang tepat,” kata dia.
Pertumbuhan ekonomi China secara keseluruhan telah melambat karena negara itu hadapi tingginya tingkat utang dan masalah struktural lainnya. Beijing telah menetapkan target produk domestik bruto (PDB) pada 2023 sekitar 5 persen. Namun, semakin fokus pada apa yang disebut sebagai pertumbuhan berkualitas tinggi.
“Saya mendengar dari beberapa otoritas, kalau mereka tidak hanya tertarik pada berita utama. Mereka ingin pertumbuhan berkualitas tinggi, berkelanjutan, inklusif, dan bekerja di berbagai bidang di sini,”
Gopinath memahami pertumbuhan berkualitas tinggi dengan memasukkan ekonomi hijau, serta beralih dari model pertumbuhan yang didorong oleh investasi ke modal yang didorong konsumsi.
Selain itu, memperkuat jaring pengaman sosial akan mendorong rumah tangga untuk belanjakan uang dibandingkan menabung.
Advertisement
Risiko Keuangan
Gopinath menuturkan, risiko stabilitas keuangan meningkat dan terus meningkat, karena lembaga keuangan memiliki penyangga modal yang lebih rendah dan risiko kualitas aset yang meningkat.
Dia dan perwakilan IMF lainnya mengunjungi China dari 26 Oktober hingga 7 November.
China melaporkan produk domestik bruto pada kuartal ketiga tumbuh sebesar 4,9%, mengalahkan ekspektasi dan memperkuat perkiraan pertumbuhan setahun penuh sekitar 5% atau lebih.
Para pengambil kebijakan masih mengambil langkah-langkah dalam beberapa minggu terakhir untuk mengumumkan dukungan lebih lanjut bagi sektor real estat dan pemerintah daerah yang sedang mengalami kesulitan. Beijing juga membuat keputusan langka untuk meningkatkan defisit anggaran.
"Tujuan pihak berwenang untuk merekayasa penyesuaian yang diperlukan di pasar properti disambut baik,” ujar Gopinath dalam pernyataan.
“Tantangannya adalah meminimalkan dampak ekonomi dan membendung risiko terhadap stabilitas keuangan makro.”
“Yang penting, Konferensi Kerja Keuangan Pusat yang baru-baru ini selesai mengumumkan prioritas jangka menengah, dengan fokus pada risiko dari sektor properti, utang pemerintah daerah, dan bank-bank kecil dan menengah,” ujar dia.
Bursa Saham Asia Pasifik Tertekan
Bursa saham Korea Selatan turun 2 persen, memimpin koreksi di kawasan Asia Pasifik seiring investor analisis data perdagangan yang rilis dari China dan kenaikan suku bunga oleh Reserve Bank of Australia (RBA).
Dikutip dari CNBC, indeks Kospi Korea Selatan merosot 2,33 persen ke posisi 2.443,96. Koreksi indeks Kospi kurangi kenaikan indeks saham pada Senin, 6 November 2023. Pada awal pekan, bursa saham Korea Selatan catat kinerja terbaik seiring negara tersebut memberlakukan larangan short-selling.
Di Jepang, indeks Nikkei 225 tergelincir 1,34 persen ke posisi 32.271,82. Indeks ASX 200 merosot 0,29 persen ke posisi 6.977,1 setelah bank sentral Australia menaikkan suku bunga.
Indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,53 persen dan indeks CSI 300 tergelincir 0,35 persen ke posisi 3.619,76.
Advertisement