AidData: Utang Negara Berkembang ke China Sentuh USD 1,1 Triliun

Selama bertahun-tahun, China mengerahkan dananya untuk mendanai infrastruktur di negara-negara miskin, termasuk inisiatif Belt and Road pemerintahan Presiden China Xi Jinping yang diluncurkan satu dekade lalu.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 08 Nov 2023, 13:50 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2023, 13:50 WIB
FOTO: Kemeriahan Peringatan 100 Tahun Partai Komunis China
AidData mencatat bahwa hampir 80 persen portofolio pinjaman China di negara-negara berkembang saat ini mendukung negara-negara yang mengalami masalah keuangan. (AP Photo/Ng Han Guan)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlahnegara berkembang memiliki utang kepada China setidaknya sebesar USD 1,1 triliun. Hal itu diungkapkan dalam analisis pendanaan luar negeri China selama lebih dari dua dekade di 165 negara, diterbitkan oleh laboratorium riset William & Mary Global Research Institute, AidData.

AidData mengungkapkan, utang negara berkembang yang telah jatuh tempo kepada China telah melonjak. Melansir CNN Business, Rabu (8/11/2023) AidData mencatat bahwa hampir 80 persen portofolio pinjaman China di negara-negara berkembang saat ini mendukung negara-negara yang mengalami masalah keuangan.

Selama bertahun-tahun, Beijing mengerahkan dananya untuk mendanai infrastruktur di negara-negara miskin, termasuk inisiatif Belt and Road pemerintahan Presiden China Xi Jinping yang diluncurkan satu dekade lalu.

Pendanaan tersebut mengalir ke pembangunan jalan raya, bandara, kereta api dan pembangkit listrik di negara-negara Amerika Latin hingga Asia Tenggara dan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara peminjam.

Hal ini menjadikan China sebagai kreditor terbesar di dunia, sebut AidData. 

Laboratorium riset itu mengatakan, saat ini 55 persen pinjaman resmi China ke negara-negara berkembang telah memasuki periode pembayaran.  

Utang-utang tersebut akan jatuh tempo di tengah iklim keuangan yang baru dan penuh tantangan, yaitu tingginya suku bunga, melemahnya mata uang lokal, dan melambatnya pertumbuhan global.

“Banyak dari pinjaman ini dikeluarkan selama (periode Belt and Road yang dimulai pada tahun 2013) dan pinjaman tersebut diberikan dengan masa tenggang lima atau enam atau tujuh tahun. Kemudian (upaya penangguhan utang internasional selama pandemi) ditambah dengan dua pinjaman tambahan,” kata direktur eksekutif AidData dan penulis laporan, Brad Parks.

“Sekarang ceritanya berubah… selama sepuluh tahun terakhir ini China adalah kreditur resmi terbesar di dunia, dan sekarang kita berada pada titik poros di mana negara itu benar-benar menjadi penagih utang resmi terbesar di dunia,” ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Manajer Krisis

Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

AidData menyebut, China tidak pernah berurusan dengan lebih dari 10 negara yang mengalami kesulitan keuangan dengan utang yang belum dibayar hingga tahun 2008. 

Namun pada tahun 2021, setidaknya ada 57 negara yang memiliki utang kepada kreditor milik China.

Selain itu, China juga memberikan sejumlah besar pinjaman penyelamatan darurat, menurut AidData.

Sempat Terjadi Penurunan di Masa Pandemi

AidData melihat, sempat terjadi penurunan pendanaan dari China ke negara-negara berkembang pada awal pandemi. 

Pinjaman turun dari puncaknya yang mendekati USD 150 miliar pada tahun 2016 dan turun di bawah USD 100 miliar pada tahun 2020 untuk pertama kalinya sejak tahun 2014.

Namun pembiayaan masih berjumlah puluhan miliarz AidData mencatat ada komitmen sebesar USD 79 miliar untuk tahun 2021, termasuk hibah dan pinjaman naik USD 5 miliar dari tahun sebelumnya.

Sebagai perbandingan, komitmen pendanaan dari Bank Dunia berjumlah sekitar USD 53 juta pada tahun 2021.

Namun, pinjaman proyek infrastruktur China sebagai bagian dari total komitmen kepada peminjam di negara berpendapatan rendah dan menengah, turun dari 65 persen pada tahun 2014 menjadi 50 persen pada tahun 2017, kemudian turun lagi dari 49 persen pada tahun 2018 menjadi 31 persen pada tahun 2021.

Pada tahun itu, 58 persen pinjaman merupakan pinjaman penyelamatan darurat, yang membantu negara-negara yang berada dalam tekanan untuk tetap bertahan dengan menopang cadangan devisa dan peringkat kredit, atau membantu mereka melakukan pembayaran utang kepada pemberi pinjaman internasional lainnya.


Pengumpulan Data oleh AidData

Bendera China
Ilustrasi (iStock)

Angka-angka yang dikeluarkan AidData didasarkan pada basis datanya yang melacak komitmen pinjaman dan hibah sebesar USD 1,34 triliun dari pemerintah China dan kreditor milik negara kepada peminjam sektor publik, serta swasta di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah antara tahun 2000 dan 2021.

Kumpulan data tersebut disusun menjadi pengumpulan informasi resmi dan sumber publik tentang pinjaman dan hibah individu.

Para peneliti juga mengutip data yang dilaporkan oleh pemberi pinjaman kepada Bank of International Settlements yang berkantor pusat di Swiss, yang menurut mereka menunjukkan bahwa peminjam di negara berkembang berhutang kepada China setidaknya menyentuh USD 1,1 triliun hingga USD 1,5 triliun pada tahun 2021.

Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir
Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya