Capaian EBT Masih Rendah, Menteri ESDM Ungkap Penyebabnya

Capaian bauran energi terbarukan (EBT) ditargetkan 23 persen pada 2025. Namun, hingga 2022 porsi EBT dalam bauran energi nasional masih 12,3 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Des 2023, 10:50 WIB
Diterbitkan 22 Des 2023, 10:50 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam Seminar Nasional Perekonomian Outlook Indonesia, di Jakarta, Jumat (22/12/2023). (Tira/Liputan6.com)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam Seminar Nasional Perekonomian Outlook Indonesia, di Jakarta, Jumat (22/12/2023). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, mengungkapkan penyebab pencapaian porsi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia yang masih jauh dari target.

Diketahui, capaian bauran energi terbarukan ditargetkan 23 persen pada 2025. Namun, hingga 2022 porsi EBT dalam bauran energi nasional masih 12,3 persen.

"Kita memang memiliki target capaian untuk bisa mencpai 23 persen di tahun 2025. Tapi apa yang kita capai sekarang masih jauh masih kurang lebih 60 persen dari target, padahal waktunya tinggal 2 tahun lagi," kata Arifin Tasrif dalam Seminar Nasional Perekonomian Outlook Indonesia, di Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Penyebab lambatnya target tersebut tercapai, yakni adanya pandemi covid-19, kemudian infrastruktur EBT yang masih kurang, dan pasar EBT yang masih terbatas.

"Penyebabnya adalah kemarin adanya covid, kemudian kita juga masih harus memperisiapkan infrastruktur dan kita harus bisa mencreate demand," ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya masih perlu dibangun jaringan transmisi yang dapat mengakses energi baru terbarukan agar sumber daya energi baru terbarukan di Indonesia bisa diolah dengan baik.

"Kita harus membangun jaringan transmisi yang dapat mengakses energi baru terbarukan yang demikian banyak terrdapatnya sumbernya terdapat di Indonesia," ujarnya.

Selain itu, Pemerintah juga harus memperbaiki lagi regulasi-regulasi yang bisa menarik investasi. Hal itu sejalan dengan penciptaan pasar EBT yang lebih luas lagi.

"Kita harus mencreate demand, bagaimana demand listrik yang baru tumbuh signifikan ke depan itu semuanya diisi oleh energi bersih terbarukan," katanya.

Lebih lanjut, Menteri ESDM menyebut penyebab lainnya adalah masih dihadapkan dengan proyek-proyek di sektor energi baru terbarukan sebelumnya yang masih belum tuntas.

"Kemudian kita masih dihadapi adalah proye-proyek yang sebelumnya, dan ini yang harus kita atasi," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penggunaan EBT Harus Tembus 34% di 2030, Apa Solusinya?

PLN
PT PLN (Persero) siap memasok listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dengan total kapasitas 210 megawatt (MW) untuk mendukung seluruh kegiatan operasional Amazon Web Services (AWS) di Indonesia. (Dok PLN)

Chairman Indonesia Center for Renewable Energy Studies (ICRES) Surya Darma menilai penerapan skema power wheeling sangat positif. Karena melalui skema itu memperkuat ketahanan energi serta meningkatkan kontribusi dalam mempercepat transisi energi juga semakin besar.

"Skema ini bisa menjadi tools atau alat untuk mempercepat transisi energi sekaligus memperkuat ketahanan energi," katanya dikutip dari Antara, Jumat (21/12/2023).

Power wheeling, lanjutnya, berperan penting dalam ketahanan energi sebab melalui skema ini pasokan listrik di Indonesia akan terus terjaga.

Sementara, dalam konteks transisi energi, Surya menyebutkan penggunaan energi baru dan terbarukan saat ini masih pada angka 12 persen atau masih jauh dari harapan. Terlebih dengan ditetapkannya net zero emission (NZE) pada 2060, seharusnya pada 2050 sudah mencapai 50 persen.

"Bahkan, pada 2030, harus sudah 34 persen. Bisa dibayangkan, posisi kita sekarang masih 12 persen. Masih jauh banget kan? Nah, di antaranya bisa dipercepat dengan skema power wheeling," ujarnya.

Menurut dia, banyak industri yang sekarang membutuhkan energi terbarukan, namun saat ini pasokan EBT bagi industri terkendala, antara lain karena banyak pembangkit energi terbarukan yang jauh dari kawasan industri.

Skema power wheeling, menurut dia, bahkan disebut sangat mendukung kelangsungan perusahaan di masa depan, dalam hal ini soal rencana suntik mati PLTU.


Untungkan PLN

ESDM
PLTB ini bisa mengaliri listrik 360 ribu pelanggan 450 KV. Proyek ini bagian dari proyek percepatan pembangunan pembangkit 35.000 MW, sekaligus bagian dari upaya Pemerintah mencapai target bauran energi nasional 23 persen dari EBT pada 2025.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut skema sewa jaringan transmisi listrik (power wheeling) bisa menguntungkan PT PLN (Persero). Pasalnya, ada biaya yang akan dikenakan dalam penggunaan jaringan transmisi tersebut yang harganya diatur oleh pemerintah.

Diketahui, hal ini masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru/Energi Terbarukan (RUU EBET). Rencananya, perusahaan pembangkit listrik EBT swasta bisa menyewa jaringan milik PLN untuk mendistribusikan listriknya. Dengan begitu, PLN akan mendapat pemasukan tambahan.

"Harusnya begitu," ujar Arifin usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/11/2023).

Dia mengungkap, salah satu kekhawatiran dari berbagi jaringan transmisi ini adalah tidak terkendalinya penggunaan kedepannya. Namun, Arifin memastikan kalau nantinya akan diatur sedemikian rupa.

"Ada (komunikasi dengan PLN), cuma kekhawatirannya engga terkendali, tapi akan kita kendalikan kan supaya ga memberikan dampak," ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya