Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman RI mengungkapkan bahwa pihaknya memanggil sejumlah pejabat Kemeterian Pertanian (Kementan), khususnya dari Direktorat Jenderal Hortikultura. Pemanggilan ini terkait dugaan kurangnya pengawasan dan komitmen dalam pemberian Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan wajib tanam.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan bahwa pemanggilan pertama dilakukan siang ini pada Selasa, 16 Januari 2023 kepada Direktur Jenderal Hortikultura.
Baca Juga
"Besok (17/1) kami akan melakukan pemeriksaan terhadap dua pihak, yaitu Sekretaris Ditjen Hortikultura dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura selaku pihak yang melakukan verifikasi dan validasi persyaratan permohonan RIPH berdasarkan Permentan pasal 19 tentang RIPH," ungkap Yeka dalam konferensi pers yang disiarkan pada Selasa (16/1/2024).
Advertisement
Belanjut pada Kamis (18/1) besok, Ombudsman akan memanggil Direktur Perlindungan Hortikultura dan Ditjen Hortikultura, yang bertugas dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hortikultura.
Ombudsman mengungkapkan, pada 2023 lalu pihaknya mendapati pengaduan dari sejumlah importir bawang putih terkait RIPH.
Aduan ini salah satunya importir yang tidak mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI), karena penerbitan RIPH dari Kementan melebihi batas kuota impor.
Sebagai informasi, kuota impor bawang putih di 2023 adalah sebanyak 560 ribu ton. Di sisi lain, RIPH yang dikeluarkan oleh Kementan kepada importir sebanyak 1,2 juta ton.
"Penerbitan RIPH bawang putih melebihi rencana impor, jadi penerbitan RIPH dari rencana yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Rakornas, rencana impor 560 ribu (ton) jumlah bawang putih yang diimpor tetapi RIPH-nya 1,2 juta (ton). Kalau jumlahnya demikian pasti akan mengakibatkan permasalahan," jelas Yeka.
Pengusaha Lapor Dugaan Maladministrasi Impor Bawang Putih ke Ombudsman, Siapa Tertuduh?
Sebelumnya, Ombudsman RI mengungkap laporan pelaku usaha terkait dugaan maladministrasi pada penyelenggaraan pelayanan penerbitan Surat Persetujuan Impor bawang putih yang dilakukan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, mengatakan pihaknya telah menerima pengaduan dari pelaku usaha tersebut pada akhir Juli 2023. Awalnya, pelaku usaha alias pelapor telah menyampaikan permohonan melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) pada awal tahun 2023.
Kemudian, pada Februari 2023, pelapor mengalami beberapa kali pengembalian dokumen di Sistem Inatrade hingga dokumen dinyatakan lengkap secara sistem.
Selanjutnya, pada Juni-Juli 2023, akibat belum ada tindak lanjut, pelapor menyampaikan pengaduan kepada Kementerian Perdagangan namun tidak mendapatkan respon.
"Lalu pada akhir Juli 2023, pelapor menyampaikan pengaduan kepada Ombudsman. Pelapor dirahasiakan berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang ombudsman Republik Indonesia," kata Yeka dalam penyerahan LAHP Maladministrasi pelayanan Penerbitan SPI Bawang Putih di kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Advertisement
Ada Kejanggalan
Lebih lanjut, Yeka menyebut pelapor telah bertahun-tahun berusaha di bidang impor. Pelapor menyampaikan saat ini terdapat kejanggalan dimana disparitas antara harga post border dengan harga jual importir di pasaran yang terlalu jauh, yakni sebesar Rp 7.000/Kg. Dimana nilai bawang putih di Pelabuhan sekitar Rp 18.000/Kg, namun harga jual importir saat ini sekitar Rp 25.000/Kg;
Disisi lain, Pelapor menyampaikan informasi terdapat pemohon yang baru memohon, namun dalam waktu tidak terlalu lama kemudian diterbitkan SPInya, dengan bukti tangkapan layar SPI Bawang Putih yang diterbitkan pada tanggal 27 Juli 2023 yang diajukan pada tanggal 13 Juli 2023.
Syarat Wajib Tanam
Alhasil, Pelapor keberatan dengan mekanisme Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang mensyaratkan wajib tanam, lebih baik pelaku usaha membayar sejumlah tarif kepada Kementerian Pertanian agar Kementerian Pertanian dapat menanam sendiri bawang putih di tempat yang sesuai, sebab pelaku usaha tidak semua paham terkait budidaya bawang putih.
Disamping itu, Pelapor menduga permasalahan yang dialaminya ini disebabkan oleh permainan Menteri Perdagangan dan oknum Kementerian Perdagangan dengan inisial SA.
"Bahwa Pelapor pernah ditawari seseorang yang mengaku dapat melancarkan penerbitan SPI Bawang Putih dengan biaya Rp 4.500/Kg hingga Rp 5.000/Kg," ujar Yeka.
Selain itu, Kementerian Perdagangan sama sekali tidak menanggapi pengaduan Pelapor. Ternyata, disisi lain juga banyak importir dengan permasalahan serupa dengan Pelapor, namun enggan untuk melapor karena diduga mendapat intimidasi dari oknum Kementerian Perdagangan berupa ancaman agar tidak memohon SPI dengan volume di atas 5.000 ton dan agar tidak mengadukan ke pihak lain.
Adapun konsekuensi bila tetap melakukan hal tersebut adalah SPI pemohon tersebut tidak akan diterbitkan.Â
Advertisement