Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas)/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyebutkan terdapat sejumlah komoditas pangan yang diproyeksikan masih desifit saat ini. Oleh karena itu, adanya kemelut persaingan tarif ekspor yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) perlu disikapi dengan bijak dengan meningkatkan produksi dalam negeri.
"Produksi dalam negeri itu selalu menjadi yang utama. Nomor satu itu. Adapun kalau belum cukup atau insufficient, nah itu baru dipikirkan pengadaan dari luar negeri. Jadi pengadaan dari luar negeri itu adalah alternatif terakhir," terang Arief Prasetyo Adi dalam keterangan tertulis, Jumat (11/4/2025).
Mencuplik data Proyeksi Neraca Pangan yang diolah NFA, komoditas daging ruminansia seperti daging sapi dan kerbau, memang menunjukkan masih ada selisih defisit antara ketersediaan stok terhadap kebutuhan konsumsi. Disebutkan stok di awal tahun 2025 ini ada 65,6 ribu ton.
Advertisement
Selanjutnya dari angka tersebut ditambahkan proyeksi produksi sapi atau kerbau dalam negeri setahun di angka 410,3 ribu ton dan hasil pemotongan sapi dan kerbau bakalan di 141,3 ribu ton, sehingga total ketersediaan berada di angka 617,3 ribu ton.
Sementara proyeksi kebutuhan konsumsi setahun secara nasional di angka 766,9 ribu ton.
Selain daging ruminansia, Proyeksi Neraca Pangan juga menunjukkan kedelai dan bawang putih juga memerlukan pengadaan dari luar negeri. Ini karena ketersediaan kedelai yang berasal dari stok awal tahun dan perkiraan produksi setahun di 2025 totalnya berkisar 392 ribu ton, sedangkan kebutuhan konsumsi setahun berada di angka hingga 2,6 juta ton.
Sementara ketersediaan bawang putih totalnya 110 ribu ton yang merupakan akumulasi dari stok awal tahun 87 ribu ton dan perkiraan produksi setahun di tahun ini yang hanya 23 ribu ton. Untuk estimasi kebutuhan konsumsi bawang putih selama setahun di tahun ini bisa mencapai 622 ribu ton.
Wamentan Pastikan Impor Bahan yang Dilakukan Hanya yang Dibutuhkan
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono memastikan industri lokal tak akan terpengaruh dengan penghapusan kuota impor. Dia menuturkan, komoditas yang bisa diproduksi di dalam negeri tetap menjadi prioritas.
Hal ini menyusul usulan penghapusan kuota impor yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu. Sudaryono menjelaskan, dihapusnya kuota impor hanya untuk komoditas tertentu saja.
"Bukan berarti dibuka seluas-seluasnya kemudian industri yang di dalam negeri mati, enggak," tegas dia, ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, dikutip Jumat (11/4/2025).
Dia mengatakan, komoditas pangan misalnya yang bisa diproduksi secara lokal tetap harus swasembada. Artinya, bisa memenuhi kebutuhan penuh di Tanah Air.
Sementara itu, untuk bahan lainnya yang memang diperlukan untuk impor, kuotanya bisa dihapuskan. Menurutnya, pembukaan keran impor dengan besar itu untuk mempermudah industri yang membutuhkan.
"Kita tetap harus swasembada, yang bisa diproduksi di dalam negeri, diproduksi di dalam negeri. Hilirisasi tetap jalan. Ya lapangan pekerjaannya ada, industrinya hidup di Indonesia," katanya.
"Tapi yang masih impor, ya impor aja, yang bahan yang harus diimpor oleh.. misalnya industri obat, misalnya harus impor garam, gak usah lagi (diatur) kuota-kuota," imbuh Sudaryono.
Advertisement
Masyarakat yang Menikmati
Dia menjelaskan, jika dengan bahan impor industri bisa menghasilkan produk lebih murah, maka pada akhirnya masyarakat juga yang menikmatinya.
"Ya industrinya itu langsung bisa impor barang yang dia perlukan sehingga lebih efisien. Kalau harga beli impornya murah, maka harga jualnya akan lebih murah, yang menikmati siapa? rakyat Indonesia," tandasnya.
