OJK Cabut Izin Usaha PT Sarana Majukan Ekonomi Finance Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan pencabutan izin usaha PT Sarana Majukan Ekonomi Finance Indonesia (PT SMEFI).

oleh Septian Deny diperbarui 16 Jan 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2024, 18:00 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan pencabutan izin usaha PT Sarana Majukan Ekonomi Finance Indonesia (PT SMEFI). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan pencabutan izin usaha PT Sarana Majukan Ekonomi Finance Indonesia (PT SMEFI) sebagaimana ditetapkan melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-2/D.06/2024 tanggal 15 Januari 2024. Pencabutan ini dilakukan mengingat PT SMEFI telah ditetapkan sebagai perusahaan yang tidak dapat disehatkan.

Sebelum keputusan pencabutan izin usaha dan penetapan sebagai perusahaan yang tidak dapat disehatkan, OJK telah menetapkan PT SMEFI sebagai perusahaan dengan status pengawasan khusus yang disebabkan oleh tingkat kesehatan PT SMEFI yang secara umum dinilai tidak sehat, serta PT SMEFI juga telah dikenakan sanksi administratif berupa Peringatan Ketiga atas pelanggaran ketentuan terkait nilai Financing to Asset Ratio (FAR).

"OJK telah memberikan waktu yang cukup bagi PT SMEFI untuk melaksanakan langkah-langkah strategis guna perbaikan tingkat kesehatan dan pemenuhan ketentuan nilai FAR sebagaimana tertuang dalam rencana tindak. Namun, sampai dengan batas waktu yang telah disetujui, tidak terdapat perbaikan tingkat kesehatan dan penyelesaian permasalahan atas pemenuhan ketentuan nilai FAR dimaksud," dikutip dari keterangan tertulis OJK, Selasa (16/1/2023).

Sesuai dengan ketentuan Pasal 114 ayat (8) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 7/POJK.05/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan Pasal 17 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.05/2021 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Nonbank, maka PT SMEFI dikenakan sanksi pencabutan izin usaha.

Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh OJK tersebut di atas, termasuk pencabutan izin usaha PT SMEFI dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri pembiayaan yang sehat dan terpercaya serta melindungi konsumen.

Dengan telah dicabutnya izin usaha dimaksud, PT SMEFI dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang perusahaan pembiayaan dan diwajibkan untuk menyelesaikan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, antara lain:

  • Menyelesaikan hak dan kewajiban Debitur, Kreditur dan/atau pemberi dana yang berkepentingan;
  • Memberikan informasi secara jelas kepada Debitur, Kreditur dan/atau pemberi dana yang berkepentingan mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban;
  • Menyediakan Pusat Informasi dan Pengaduan Nasabah di Internal Perusahaan.

Selain itu PT SMEFI dilarang untuk menggunakan kata finance, pembiayaan, dan/atau kata yang mencirikan kegiatan pembiayaan, dalam nama Perusahaan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Utang BUMN Karya 2% Kredit Nasional, OJK Minta Bank Hati-hati

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan peringatan bagi perbankan yang menyalurkan kredit kepada perusahaan BUMN Karya, yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) agar menerapkan prinsip kehati-hatian serta memperhatikan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan, pihaknya meminta perbankan untuk senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.

"Sebagai bagian dari manajemen risiko dalam menjalankan pemberian kredit, termasuk meminta bank untuk membentuk pencadangan kredit yang memadai dalam mengantisipasi potensi kerugian sesuai ketentuan yang berlaku," kata Dian dalam keterangan resminya, ditulis Selasa (16/1/2024). 

Adapun total eksposur atas perusahaan BUMN Karya sekitar 2% dari total kredit perbankan nasional, yang mayoritas telah berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur nasional.

Di samping itu, ia menjelaskan, Waskita Karya dan Wijaya Karya saat ini masih dalam upaya proses restrukturisasi kepada Kreditur dalam upaya menjaga kinerja Perseroan. BUMN Karya tersebut juga tengah berproses untuk perbaikan tata kelola dan manajemen risiko, termasuk transformasi bisnis, efisiensi, dan divestasi atas aset.

"OJK senantiasa memonitor restrukturisasi yang akan dilakukan BUMN Karya sehingga dapat dilaksanakan secara terukur dan prudent dengan tetap memperhatikan berbagai kepentingan," tandasnya.

 

 

 


OJK Buka Suara soal Suspensi Saham Waskita Karya dan Wijaya Karya

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi soal saham emiten BUMN, antara lain PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) yang masih terkena suspensi karena belum membayar obligasi. 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, pihaknya akan terus melakukan pengawasan terhadap emiten berdasarkan prinsip keterbukaan dengan melakukan penelaahan laporan yang disampaikan oleh emiten, baik laporan berkala maupun insidentil.

"OJK telah melakukan permintaan penjelasan tertulis dan mengundang WIKA dan WSKT untuk dapat memberikan informasi mengenai penyebab terjadinya suspensi, rencana WIKA dan WSKT terhadap pembayaran obligasi dan sukuk termasuk rencana restrukturisasi atas utang tersebut," kata dia dalam keterangan resminya, Kamis (11/1/2024).

Dia bilang, OJK telah melakukan pemantauan atas proses restrukturisasi yang dilakukan oleh WIKA dan WSKT. 

Selain itu, penetapan potensi delisting berdasarkan ketentuan Bursa antara lain jika disuspensi lebih dari 24 bulan. Namun, hingga saat ini suspensi belum melewati masa 24 bulan. 

"Dalam hal ini, OJK terus melakukan pengawasan dalam langkah WIKA dan WSKT untuk memenuhi kewajibannya dan proses restrukturisasi kepada pemegang obligasi," tandasnya. 

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya