Usai Krisis Laut Merah, Kini Badai Musim Dingin Picu Gangguan Logistik di Eropa Utara

Badai musim dingin dan dampak musim liburan di Eropa utara telah menyebabkan penutupan terminal dan penghentian navigasi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 19 Jan 2024, 13:45 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2024, 13:45 WIB
FOTO: Kapal Kargo Ever Given Berhasil Dievakuasi dari Terusan Suez
Kapal kargo Ever Given ditarik oleh salah satu kapal tunda di Terusan Suez, Mesir, Senin (29/3/2021). Lalu lintas Terusan Suez kembali normal setelah kapal kargo Ever Given yang terdampar dan memblokir jalur selama hampir seminggu akhirnya dievakuasi kru penyelamat. (Suez Canal Authority via AP)

Liputan6.com, Jakarta Gangguan terkait cuaca di pelabuhan-pelabuhan di Eropa utara dan pengalihan rute kapal kargo dari Laut Merah menyebabkan kemacetan di terminal peti kemas.

Laporan itu datang dari AP Moller-Maersk dalam pembaruannya kepada pelanggan pada Kamis (18/1).

Di Eropa utara, badai musim dingin dan dampak musim liburan baru-baru ini telah menyebabkan penutupan terminal dan penghentian navigasi, kata perusahaan tersebut.

"Kondisi cuaca musim dingin serta kemungkinan darurat di Laut Merah diperkirakan akan mempengaruhi operasi di seluruh Eropa dan terminal Hub," kata Maersk, dikutip dari Channel News Asia, Jumat (19/1/2024).

"Hal ini menyebabkan peningkatan kepadatan halaman di seluruh terminal dan pelanggan diminta untuk mengambil unit mereka sesegera mungkin setelah dikeluarkan untuk mendukung kelancaran," terang perusahaan logistik asal Denmark itu.

CEO Maersk Vincent Clerc pada Rabu (17/1) mengatakan bahwa gangguan terhadap pelayaran global yang disebabkan oleh serangan terhadap kapal di Laut Merah mungkin akan berlangsung setidaknya beberapa bulan.

"Meskipun kami mengharapkan penyelesaian yang berkelanjutan dalam waktu dekat dan melakukan semua yang kami bisa untuk berkontribusi terhadap hal tersebut, kami mendorong pelanggan untuk bersiap menghadapi komplikasi yang akan terus terjadi dan gangguan signifikan terhadap jaringan global," jelas Maerk dalam pembaruannya.

Maersk juga menawarkan opsi pada pelanggan untuk mengalihkan sebagian kargo dari kapal ke angkutan udara di pelabuhan di Oman dan Uni Emirat Arab untuk menerbangkan barang ke tujuan akhir di Eropa atau Amerika Serikat.

Seperti diketahui, Maersk dan raksasa logistik lainnya telah mengalihkan kapal-kapal mereka menjauh dari Laut Merah dan Teluk Aden menyusul serangan oleh kelompok militan Houthi, memaksa mereka mengambil perjalanan panjang mengelilingi Afrika.

Pengiriman peti kemas untuk rute-rute perdagangan global utama bahkan telah melonjak, seiring dengan serangan udara AS dan Inggris di Yaman yang menimbulkan kekhawatiran akan gangguan berkepanjangan terhadap lalu lintas perdagangan global di Laut Merah, salah satu rute tersibuk di dunia.

Hapag-Llyod dan Maersk Sepakat Angkut Kontainer Buntut Krisis di Laut Merah

Ilustrasi kapal kargo.
Ilustrasi kapal kargo. (Dok. Pixabay/hectorgalarza)

Dua raksasa logistik asal Prancis dan Jerman, Hapag-Lloyd dan Maersk telah menandatangani kesepakatan untuk kolaborasi jangka panjang.

Mengutip US News, Kamis (18/1/2024) kesepakatan mitra ini akan dijalankan dalam skema Gemini Cooperation, dengan upaya kedua perusahaan untuk mengangkut gabungan 3,4 juta kontainer melalui 290 kapal dengan lebih andal dan berkelanjutan.

Hapag-Lloyd dan Maersk pun menetapkan target ambisius untuk memberikan keandalan jadwal di atas 90 persen setelah jaringan tersebut sepenuhnya bertahap, menurut keterangan bersama kedua perusahaan.

CEO Hapag-Lloyd, Rolf Habben Jansen mengatakan bahwa perusahaannya akan mendapat keuntungan dari peningkatan efisiensi dalam operasi dan upaya bersama untuk mempercepat dekarbonisasi industri yang lebih luas.

Adapun pimpinan Maersk, yakni Vincent Clerc, mengatakan kesepakatan itu akan memperkuat penawaran logistik terintegrasi dan membuat layanan lebih dapat diandalkan.

Kelompok bersama tersebut, yang masing-masing melibatkan operator kapal kontainer terbesar kelima dan kedua di dunia, akan terdiri dari 290 kapal, dimana Maersk akan mengerahkan 60 persen dan Hapag-Lloyd 40 persen.

Pada Januari 2020, keandalan jadwal rata-rata pengangkut peti kemas terkemuka turun dari 68,5 persen menjadi 30,4 persen pada Januari 2022, menurut platform data Statista.

Kesepakatan pengangkutan kontainer Hapag-Lloyd dan Maersk diputuskan ketika keduanya ikut terdampak krisis logistik di Laut Merah, akibat serangan kelompok militan Houthi pada sejumlah kapal kargo.

Maersk sendiri telah mengingatkan pelanggan untuk bersiap menghadapi gangguan yang signifikan terhadap kargonya, menyusul ketegangan militan Houthi di Laut Merah.

Aramco Ingatkan Stok Minyak Dunia Kian Mengetat Imbas Krisis Logistik di Laut Merah

Ilustrasi Kapal Kargo. Foto: Freepik/Tawatchai07
Ilustrasi Kapal Kargo. Foto: Freepik/Tawatchai07

Pasar minyak dunia diprediksi akan mengalami pengetatan imbas gangguan di Laut Merah, dan dampaknya dapat diatasi hanya dalam jangka pendek.

Hal itu diungkapkan oleh CEO raksasa minyak Arab Saudi Aramco, Amin Nasser dalam sebuah wawancara di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.

Mengutip US News, Kamis (18/1/2024) Amin Nasser memperkirakan pasar minyak akan mengetat setelah konsumen menghabiskan stok 400 juta barel dalam dua tahun terakhir, sehingga kapasitas cadangan OPEC menjadi sumber utama pasokan tambahan untuk memenuhi peningkatan permintaan.

Seperti diketahui, serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah telah memaksa banyak perusahaan mengalihkan pengiriman kargo melalui wilayah lain di Afrika.

"Jika hal ini terjadi dalam jangka pendek, kapal tanker mungkin akan tersedia. Namun jika hal ini terjadi dalam jangka panjang, mungkin akan menjadi masalah," kata Amin Nasser.

"Akan ada kebutuhan lebih banyak kapal tanker dan mereka harus menempuh perjalanan yang lebih jauh," ujarnya.

Beberapa produk minyak juga diprediksi harus berlayar di sekitar Afrika, kata Amin Nasser, seraya menambahkan bahwa dia tidak memperkirakan Houthi akan kembali menyerang fasilitas Aramco menyusul perundingan damai antara Arab Saudi dan Yaman.

Nasser mengatakan dia melihat permintaan minyak dunia akan menyentuh 104 juta barel per hari (bph) di tahun 2024 ini.

Angka tersebut berarti pertumbuhan sekitar 1,5 juta barel minyak per hari setelah tumbuh sebesar 2,6 juta barel per hari pada tahun 2023.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya