Butuh Anggaran Rp 700 Triliun, Cak Imin Sebut Giant Sea Wall Tak Atasi Krisis Iklim

Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengatakan proyek Giant Sea Wall tidak bisa diandalkan untuk mengatasi masalah krisis ikilm. Hal tersebut diungkapkan Cak Imin dalam dalam Debat Cawapres 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

oleh Septian Deny diperbarui 21 Jan 2024, 19:46 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2024, 19:42 WIB
Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Muhaimin Iskandar Alias Cak Imin
Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Muhaimin Iskandar Alias Cak Imin di debat Cawapres, Minggu (21/1/2024). (Sumber foto: tangkapan layar di akun Youtube KPU).

Liputan6.com, Jakarta Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengatakan proyek Giant Sea Wall tidak bisa diandalkan untuk mengatasi masalah krisis ikilm. Hal tersebut diungkapkan Cak Imin dalam dalam Debat Cawapres 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

Menurut Cak Imin, krisis iklim terjadi di mana-mana. Untuk itu, pemerintah harus serius dalam mengatasinya. "Krisis iklim terjadi dan bencana ekologi terjadi di mana-mana. Negara harus serius mengatasinya. Tidak hanya mengandalkan proyek Giant Sea Wall yang tidak mengatasi masalahnya," kata dia.

Sebagai informasi, proyek Giant Sea Wall sendiri diperkirakan akan membutuhkan anggaran sebesar Rp 600 triliun hingga Rp 700 triliun.

Cak Imin menyatakan, untuk mengatasi krisis iklim, harus dimulai dengan etika. Hal ini harus melibatkan alam dan juga manusia di dalamnya. "Etika lingkungan intinya keseimbangan antara manusia dan alam, tidak menang-menangan," jelas dia.

Selain itu, Cak Imin juga menyoroti soal proyek Food Estate yang menjadi andalan pemerintah saat ini untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Namun buktinya, lanjut Cak Imin, hal ini justru tidak menguntungkan bagi para petani.

"Kita sangat prihati, pengadaan pangan nasional dilakukan melalui food estate , terbukti mengabaikan petani, meninggalkan masyarakat adat kita, menimbulkan konflik agraria, bahkan merusak lingkungan kita," tutup dia.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya