Tolak Iuran Tapera, Ribuan Buruh Serbu Kantor Jokowi 6 Juni 2024

Berbagai kelompok buruh asal Jabodetabek akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta kantor Jokowi pada Kamis (6/6/2024). Aksi ini demi menolak iuran tapera.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 04 Jun 2024, 09:45 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2024, 09:45 WIB
20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Berbagai kelompok buruh asal Jabodetabek akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta kantor Jokowi pada Kamis (6/6/2024). Aksi ini demi menolak iuran tapera.. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Berbagai kelompok buruh asal Jabodetabek akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta pada Kamis (6/6/2024). Aksi ini digelar untuk menentang berbagai kebijakan pemerintah, mulai dari pengenaan iuran Tapera hingga sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam layanan BPJS Kesehatan.

"Ribuan buruh yang akan melakukan aksi ini berasal dari Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, dan juga Serikat Petani Indonesia (SPI) serta organisasi perempuan PERCAYA," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Selasa (4/6/2024).

 

"Aksi dimulai pukul 10.00 dengan titik kumpul di depan Balaikota dan bergerak ke Istana melalui kawasan Patung Kuda," lanjutnya.

Menurut Said Iqbal, kebijakan Tapera merugikan dan membebani pekerja dengan iuran. "Mana meski setelah mencicil selama 10 hingga 20 tahun, buruh tetap saja tidak memberikan kepastian bisa memiliki rumah," tegasnya.

Selain itu, dalam Tapera, Jokowi dan pembantunya dinilai lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah. Hal ini karena Pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran, tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.

"Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana," imbuh dia.

Tolak UKT Mahal

Selain aksi menolak PP Tapera, isu lain yang diangkat dalam aksi ini adalah Tolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahal, Tolak KRIS BPJS Kesehatan, Tolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja, dan Hapus OutSourching Tolak Upah Murah (HOSTUM).

Pendidikan, yang seharusnya menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik, kini menjadi beban yang menghimpit akibat Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal. Akibatnya, bagi anak-anak buruh, mimpi untuk meraih pendidikan tinggi menjadi semakin sulit dengan biaya yang terus melambung.

 

Layanan Kesehatan

Polisi melakukan rekayasa lalu lintas di sekitar Jalan Medan Merdeka menuju ke Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat saat demo buruh.
Polisi melakukan rekayasa lalu lintas di sekitar Jalan Medan Merdeka menuju ke Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat saat demo buruh.

Terkait Kamar Rawat Inap Standar (KRIS), buruh berpendapat kebijakan ini justru menurunkan kualitas layanan kesehatan dan akan semakin memperburuk pelayanan di rumah sakit yang sudah penuh sesak. Buruh menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan memastikan pelayanan kesehatan yang adil dan layak bagi seluruh rakyat.

Penolakan terhadap Omnibuslaw UU Cipta Kerja juga disuarakan. Beleid yang diklaim akan mendorong investasi ini, bagi para buruh, adalah simbol ketidakadilan yang melegalkan eksploitasi. Fleksibilitas kerja melalui kontrak dan outsourcing yang semakin bebas, hanya memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk memperlakukan buruh sebagai alat produksi semata, bukan sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat.

Said Iqbal menilai, UU Cipta Kerja juga menyebabkan upah murah, pesangon rendah, mudahnya PHK, jam kerja yang fleksibel, hingga hilangnya beberapa saksi pidana.

"Tidak ketinggalan, dalam aksi 6 Juni, buruh juga menuntut Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM). Sistem outsourcing yang tidak memberikan kepastian kerja dan upah yang jauh dari layak, telah menempatkan buruh dalam kondisi yang semakin sulit. Hidup mereka seperti terombang-ambing dalam ketidakpastian yang terus menghantui," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya