Kemenperin Sita 25 Ribu Speaker Aktif Asal China Tanpa SNI, Nilainya Tak Main-main

Hasil pengawasan terhadap PT BSR, PT SEI, dan PT PIS pada bulan Juli 2024 di Jakarta, menunjukkan adanya produk speaker aktif hasil importasi dari RRT yang tidak memiliki SPPT-SNI.

oleh Arthur Gideon diperbarui 19 Jul 2024, 18:31 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2024, 18:31 WIB
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi memberikan keterangan dalam konferensi pers hasil pengawasan Kemenperin di Jakarta, Jumat (19/7/2024). (Dok Kemenperin)
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi memberikan keterangan dalam konferensi pers hasil pengawasan Kemenperin di Jakarta, Jumat (19/7/2024). (Dok Kemenperin)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengawasi implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Pengawasan terhadap produk industri ini langkah penting untuk memberikan keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup (K3L)

“Kami akan terus memastikan bahwa produk-produk yang beredar di Indonesia memenuhi standar yang telah ditetapkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Jumat (19/7/2024).

Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin telah melakukan pengawasan terhadap produk-produk elektronik yang beredar di Provinsi DKI Jakarta. Dari pengawasan tersebut telah diamankan sebanyak 25.257 unit speaker aktif yang tidak memiliki SPPT-SNI dengan nilai mencapai Rp 10,2 miliar dari tiga perusahaan.

Ketiga perusahaan tersebut, yaitu PT BSR sebanyak 24.099 unit dengan nilai sekitar Rp 8,6 miliar, PT SEI sebanyak 353 unit dengan nilai sekitar Rp 1,4 miliar, dan PT PIS sebanyak 805 unit dengan nilai sekitar Rp 281,7 juta.

 

“Ketiganya diwajibkan untuk menghentikan kegiatan impor dan dilarang untuk mengedarkan produk tersebut,” ungkap Kepala BSKJI Kemenperin Andi Rizaldi mewakili Menteri Perindustrian saat memimpin konferensi pers hasil pengawasan Kemenperin.

 

Menurut Andi, temuan ini terkait ketidakpatuhan pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan SNI yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan SNI Audio Video dan Elektronika Sejenis secara wajib.

Hasil pengawasan terhadap PT BSR, PT SEI, dan PT PIS pada bulan Juli 2024 di Jakarta, menunjukkan adanya produk speaker aktif hasil importasi dari RRT yang tidak memiliki SPPT-SNI. Ketiadaan SPPT-SNI pada produk tersebut dikhawatirkan dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pengguna serta merugikan produsen dalam negeri.

"Produk yang tidak memiliki SPPT-SNI ini berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Kami tidak akan menoleransi pelanggaran semacam ini," tegas Kepala BSKJI.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pengawasan adalah Kunci

Sejumlah speaker aktif yang tidak memiliki SPPT-SNI ditampilkan pada konferensi pers hasil pengawasan Kemenperin di Jakarta, Jumat (19/7/2024). (Dok Kemenperin)
Sejumlah speaker aktif yang tidak memiliki SPPT-SNI ditampilkan pada konferensi pers hasil pengawasan Kemenperin di Jakarta, Jumat (19/7/2024). (Dok Kemenperin)

Speaker aktif merupakan produk yang termasuk dalam daftar SNI wajib dan larangan terbatas (lartas) yang proses importasinya memerlukan dokumen SPPT-SNI dengan kode Harmonized System (HS) sesuai ketentuan yang berlaku.

“Kami mengimbau seluruh pelaku usaha untuk mematuhi regulasi yang telah ditetapkan, termasuk keharusan pelaku usaha memiliki SPPT-SNI pada produk yang diwajibkan,” ujar Andi.

Kepala BSKJI menyatakan, Kemenperin berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk-produk yang tidak sesuai ketentuan melalui kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait. ”Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif,” imbuhnya.

Andi menambahkan, pihaknya juga bertekad untuk terus meningkatkan kualitas pengawasan dan memastikan setiap produk yang beredar di pasar memenuhi standar yang telah ditetapkan.

“Pengawasan adalah kunci untuk melindungi konsumen dan industri dalam negeri,” ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya