Liputan6.com, Jakarta Manajemen PT Pos Indonesia menargetkan dapat bertransformasi menjadi perusahaan logistik nasional. Hal ini dilakukan agar dapat menjalankan fungsinya sebagai agen pembangunan dengan menurunkan biaya logistik nasional, sekaligus sebagai value creator dengan membidik pasar logistik nasional yang bernilai hampir Rp 1.400 trililun.
“Semangat transformasi Pos Indonesia menuju perusahaan logistik adalah menjadi orkestrator solusi logistik nasional yang dapat mengakselerasi peningkatan daya saing logistik Indonesia. Kami melihat ada opportunity untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan fokus ke portofolio logistik karena size industri ini besar sekali, hampir Rp 1.400 triliun,” jelas Direktur Business Development dan Portfolio Management PosIND Prasabri Pesti dalam acara peluncuran buku Elephant Learns Flamenco: BUMN Menuju Indonesia Emas 2024, di Jakarta, dikutip Sabtu (3/8/2024)
Baca Juga
Peluncuran buku yang dikemas dalam acara Indonesia Brand Forum 2024, turut dihadiri Arief Yahya Menteri Pariwisata RI (2014-2019), Arya Sinulingga Staf Khusus III Menteri BUMN, Irfan Saputra Dirut Garuda Indonesia, Hery Gunardi Dirut BSI, Hambra Wakil Dirut Pelindo, Budi Setyawan Wijaya Direktur Strategic Portofolio Telkom Indonesia serta penulis Yuswohady selaku inisiator IBF.
Advertisement
Lebih lanjut Prasabri , demikian panggilannya, memaparkan, untuk menjadi aggregator logistik nasional, PT Pos Indonesia mengubah posisi strategis perusahaan berupa logo dari burung merpati menjadi PosIND yang merupakan singkatan dari Pos Indonesia Integrated National Distribution dengan tagline Logistik Indonesia. Langkah kedua adalah melakukan kerja sama strategis agar dapat menyasar dua target, yakni meningkatkan skalabilitas dengan meningkatkan nilai ekonomi melalui konsolidasi logistic service provider (LSP) BUMN.
“Ini kami lakukan dengan menjadikan PosIND sebagai host of partnership untuk sinergi dan integrasi logistik BUMN dan kemudian sasaran kedua adalah operational excellence melalui partnership dengan global partner untuk meningkatkan kapabilitas manajemen dan operasional perusahaan,” kata Prasabri.
Nilai Ekonomi
Lanjut Prasabri, selain kecukupan nilai ekonomi, peningkatan skalabilitas menjadi sangat penting untuk meningkatkan daya saing global. POSInd saat ini telah melakukan tiga tahapan sinergi antar sesama BUMN, berupa sinergi platform digital yang dinamakan GLID.
“Platform ini memungkinkan untuk membangun rute-produk bersama antar moda, yang memungkinkan visibilitas aset antar LSP BUMN lebih terbuka sehingga bisa saling memanfaatkan tujuannya,” jelas dia.
Tahap kedua adalah sinergi aset untuk efisiensi dan optimalisasi aset dan yang terakhir adalah kepemilikan dmana ada peluang merger akuisisi entitas badan usaha.
Saat ini industri logistik nasional memiliki 1,6 juta pelaku usaha dengan rata-rata pendapatan per LSP hanya Rp 3 miliar/tahun dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki indeks performance logistiknya bagus, pendapatannya bisa mencapai Rp 80 miliar pertahun.
Advertisement
Sinergi dan Integrase Logistik BUMN
Secara BUMN grup kondisinya juga serupa, dimana ada 35 LSP anak dan cucu BUMN sehingga double resources dan double investment menjadi tak terhindari. Kondisi industri seperti ini membuat standardisasi layanan menjadi rendah.
Menurut Prasabri , POSInd melakukan sinergi dan kolaborasi antar LSP dengan tetap menekankan pada aspek kualitas service level agreement, akuntabilitas berupa track and tracing, dan kompetitif. Menurut dia, POSInd memimpin sinergi dan integrase logistik BUMN. Salah satunya adalah sinergi pasar antara perusahaan logistik BUMN dengan perusahaan BUMN nonlogistik.
“Ini mendorong peningkatan pendapatan bagi POSInd dan BUMN logistik lain seperti KAI, PELINDO, ASDP, DAMRI, dan lain-lain. Kami juga mengukuhkan diri sebagai logistic partner pemerintah, kemudian untuk kalangan UMKM, POSInd juga membentuk Gudang Konsolidasi UMKM,” pungkas Prasabri.
Dengan transformasi ini, lanjut Prasabri, POSInd di bawah kepemimpinan dirut Faizal Djoemadi, berhasil mencetak laba bersih terbesar sepanjang sejarah, yakni Rp 728 miliar pada tahun 2023.