Kemendagri: Ketahanan Pangan Bukan Diukur dari Ekspor Impor

Kemendagri menyoroti capaian Singapura yang berhasil menjaga ketahanan pangannya, meski tidak punya lahan pertanian yang besar seperti negara-negara lain di Asia Tenggara

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Agu 2024, 16:46 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2024, 16:46 WIB
Semarang
Petani menanam padi biosalin hasil riset Badan Riset Inovasi Nasional yang bisa ditanam di perairan payau. Foto: liputan6.com/felek wahyu 

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyoroti keberhasilan negara tetangga Indonesia, yakni Singapura.

Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Ir. Restuardy Daud menyoroti capaian Singapura yang berhasil menjaga ketahanan pangannya, meski tidak punya lahan pertanian yang besar seperti negara-negara lain di Asia Tenggara.

"Kalau bicara ketahanan pangan kita lihat dengan beberapa negara tetangga misalnya di Singapura, mereka tidak punya lahan yang cukup sama seperti kita negara pengimpor tetapi memiliki ketahanan pangan yang berada di atas kita," kata Daud dalam kegiatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Wilayah Jawa, dikutip Kamis (14/8/2024).

Sementara jika melihat Thailand, Daud menyebut, negara itu berhasil menjadi pengekspor namun juga masih menghadapi tantangan dalam menjaga ketahanan pangannya.

Artinya (ketahanan pangan suatu negara) tidak menjadi ukuran apakah dia menjadi importir atau eksportir, tapi lebih kepada bagaimana ketangguhan kita dengan teknologi logistik yang baik, serta pengelolaan yang baik," ujar dia.

Masalah Alih Fungsi Lahan

Dalam kesempatan itu, Daud juga kembali menyinggung permasalahan ahli fungsi lahan yang menghambat aktivitas pertanian. Masalah ini sangat penting untuk diatasi mengingat pengaruhnya yang cukup tinggi pada produksi pangan.

Daud mencatat, 7-16% penduduk Indonesia masih rentan terhadap masalah kelaparan, meski sudah ada penurunan.

"Ini menjadi PR kita untuk menjaga atau memperbaiki tingkat ketahanan pangan kita secara nasional. Maka dari itu kami titipkan kepada pemerintah daerah untuk bersama-sama mengawasi sekaligus menegakkan mana kalau sudah punya Perda terkait dengan lahan sawah yang dilindungi," imbuhnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Jokowi Wanti-Wanti Dunia Menuju Neraka Iklim, Ketahanan Pangan Wajib jadi Perhatian

Kekeringan Sawah
Penetapan status siaga bencana kekeringan di Provinsi Banten diakibat musim kemarau berkepanjangan sebagai dampak dari fenomena El Nino. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa dunia akan menghadapi neraka iklim, dimana suhu akan mencapai rekor tertinggi pada lima tahun kedepan. Jokowi mencontohkan sejumlah negara yang mengalami gelombang panas ekstrem, seperti India yang mencapai 50 derajat celcius.

Dia menuturkan panas ekstrem tersebut akan berdampak terhadap ketersediaan pangan dunia. Jokowi menyampaikan Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah mewanti-wanti kondisi tersebut dapat membuat masyarakat dunia mengalami kelaparan berat.

Menanggapi hal ini, Pakar Ekonomi Ferry Latuhihin mengingatkan pentingnya ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim agar tidak terjadi masalah suplai yang dapat mengganggu kestabilan harga.

Ia pun mengharapkan pemangku kepentingan terkait seperti Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bisa mengatasi persoalan tersebut dengan menyiagakan stok pangan dan menyiapkan jalur distribusi hingga ke konsumen.

"Ini bukan kasus baru. Dari tahun ke tahun kasus stok pangan selalu muncul karena keterbatasan supply," kata Ferry dikutip dari Antara, Senin (29/7/2024).Ferry mengatakan upaya untuk meminimalisir risiko sangat penting agar tidak terjadi gangguan distribusi pangan dan harga kebutuhan pokok tidak mengalami kenaikan yang dapat memberatkan masyarakat.

"Lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dengan baik dalam arti meminimalisir risiko short-supply agar tidak terjadi kepanikan pasar," ujarnya.

Selain itu, menurut dia, kestabilan harga pangan sangat penting untuk menjaga laju inflasi tetap landai, apalagi tingkat inflasi nasional masih terpengaruh dari pergerakan harga kelompok bahan makanan.

"Kalau inflasi naik, dampaknya tentu negatif ke pertumbuhan ekonomi," kata Ferry.


Amankan Komoditas Pangan

Program Pompanisasi Kementan Bantu Petani Atas Kekeringan dan Jaga Produksi Nasional
Pompanisasi menjadi pilihan tepat dan strategis bagi masa depan Indonesia yang kini tengah menghadapi ancaman darurat pangan.

Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi memastikan pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya untuk mengamankan dan penguatan komoditas yang termasuk dalam Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).

Penugasan tersebut sesuai Perpres Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang dapat dilaksanakan bersama dengan Perum Bulog.

Sebelas komoditas yang termasuk CPP antara lain beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia (sapi atau kerbau yang berasal dari ternak), gula, minyak goreng dan ikan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya